Mohon tunggu...
Jimmy S Harianto
Jimmy S Harianto Mohon Tunggu... Jurnalis - Mantan Redaktur Olahraga dan Desk Internasional Kompas

Redaktur Olahraga (1987-1993), Wakil Redaktur Opini dan Surat Pembaca (1993-1995), Redaktur Desk Hukum (1995-1996), Redaktur Desk Features dan Advertorial (1996-1998), Redaktur Desk Internasional (2000-2003), Wakil Redaktur Kompas Minggu (2003-2008), Redaktur Desk Internasional (2008-2012)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cawe-Cawe Inggris dalam Suksesi Keraton Yogyakarta

19 Oktober 2024   13:27 Diperbarui: 19 Oktober 2024   17:35 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pakeliran Wayang Diponegoro dengan dalang Ki Catur Kuncoro di dalem Yudhanegaran, Yogyakarta pada tahun 2017. (Foto Jimmy S Harianto)

Sejumlah literatur bahkan menuliskan, uang perbendaharaan milik keraton Yogyakarta senilai 500.000 gulden (nilai sekarang kurang lebih 11,85 milyar) juga dirampas dan diambil oleh Gubernur Jendral Thomas Stamford Raffles di Semarang.

Tentara yang dikerahkan oleh Gubernur Jendral Raffles dari Semarang, adalah pasukan Inggris yang terdiri dari prajurit "sepoy" (tentara bayaran asal India yang bertugas di bawah kontrol kolonial Inggris). Mereka orang-orang India yang direkrut oleh East India Company (EIC). Pasukan sepoy ini dipakai Inggris dalam operasi militer mereka di seluruh Asia, termasuk di Jawa. Tidak heran, jika runtuhnya benteng di keraton Ngayogyakarta (1812) ini disebut sebagai Perang Sepoy.

Dalam lakon Wayang Diponegoro yang dimainkan Ki Dalang Catur Kuncoro, dijuduli "Geger Spei" menurut Ki Roni Sodewo (trah ke-7 keturunan Pangeran Diponegoro) berawal dari salah melafalkan dalam bahasa Jawa nama Panglima Perang Inggris dalam penyerangan ke Yogyakarta (1812), Robert Gillespie. Nama Gillespie menjadi Spei. Biasalah, "lidah jawa"....

Pasukan gabungan Eropa dan Sepoy jumlahnya 1.200 orang, pasukan Legiun Mangkunegaran Surakarta dipimpin oleh Prang Wedana, Mas Suradiraja 800 orang serta dukungan bangsawan dari Yogyakarta Pangeran Natakusuma (nantinya Paku Alam I) dan Tan Jin Sing alias Raden Tumenggung Secadiningrat, orang kepercayaan Sultan keturunan Cina dan mediator antara Sultan dan Inggris.

Cawe-cawe Suksesi

Geger Sepoy merupakan peristiwa penyerbuan Inggris ke Keraton Yogyakarta untuk menggulingkan Sultan Hamengku Buwana II yang menolak bekerjasama dengan pemerintahan kolonial yang baru.

Sultan Hamengku Buwana II alias Sultan Sepuh, adalah putra pendiri keraton Mataram Ngayogyakarta Hamengku Buwana I alias Pangeran Mangkubumi. Sifatnya yang keras dan tidak mudah berkompromi menghadapi kolonial, membuat dirinya tidak disukai -- baik oleh pihak kolonial Belanda sebelum kedatangan Inggris -- maupun penjajah Inggris (1811-1816). Karena sifat kerasnya, dua kali Sultan Hamengku Buwana II dilengserkan paksa oleh kolonial, dan tiga kali naik tahta jadi Sultan Yogyakarta.

Serangan Inggris ke Benteng Keraton Yogyakarta (1812) semula dilakukan secara diam-diam. Pada tanggal 13 Juni 1812, pasukan Inggris yang berkekuatan 1.000 orang (separuhnya orang Sepoy dari India) memasuki Benteng Vredeburg di luar keraton Yogyakarta secara diam-diam di malam hari. Gubernur Jendral Inggris, Thomas Stamford Raffles tiba di Yogyakarta dari Semarang pada 17 Juni 1812.

Keesokan harinya 18 Juni 1812 pukul 05.00 pagi, keluarga Pangeran Natakusuma penghubung Inggris dengan pihak keraton, lebih dulu "mengungsi" (menyusup) ke benteng keraton. Natakusuma dan pengikutnya memakai kain putih di lengan kiri, sebagai tanda pengenal agar nanti tidak diserang oleh tentara Inggris.

Pada hari itu, sebenarnya pasukan penyergap keraton yang dipimpin Raden Harya Sindureja berhasil mencegat pasukan kavaleri Inggris yang baru datang dari Semarang. Serangan sukses, tetapi rupanya itu menjadi kesuksesan satu-satunya yang dilakukan pasukan keraton Yogyakarta atas invasi Inggris.

Sehari sebelumnya, 17 Juni 1812, Raffles mengultimatum Sultan Hamengku Buwana II untuk menyerahkan kedudukan kepada putra mahkota GRM (Gusti Raden Mas) Suraja putra HB II. Sultan HB II menolak permintaan Inggris, sehingga pada 19 Juni 1812 pasukan Inggris mulai membombardir keraton sebagai peringatan keras. Tetapi Sultan HB II tetap mengacuhkan permintaan Inggris itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun