Mohon tunggu...
Jimmy S Harianto
Jimmy S Harianto Mohon Tunggu... Jurnalis - Mantan Redaktur Olahraga dan Desk Internasional Kompas

Redaktur Olahraga (1987-1993), Wakil Redaktur Opini dan Surat Pembaca (1993-1995), Redaktur Desk Hukum (1995-1996), Redaktur Desk Features dan Advertorial (1996-1998), Redaktur Desk Internasional (2000-2003), Wakil Redaktur Kompas Minggu (2003-2008), Redaktur Desk Internasional (2008-2012)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kisah Keris Banjar dari Hulu Sungai Selatan

12 September 2024   21:02 Diperbarui: 21 September 2024   14:03 3509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu tempat tempa besi di Kabupaten Hulu Sungai Selatan di Nagara, lokasi dulu para empu tradisional dulu di era kerajaan Nagara Daha di Kandangan, Kalimantan Selatan. (Foto Pemkot Banjarmasin)

Sesuai pesan ayahnya, Empu Jatmika, Lambung Mangkurat pun melaksanakan laku tapa di Sungai Luhak Bagaya, agar memperoleh putri yang muncul dari buih sungai. Junjung Buih, maknanya muncul dari buih.

Menurut penelitian sejarawan JJ Ras, Putri Junjung Buih yang muncul dari buih itu dipercaya sebagai putri asli Dayak. Ia kemudian dijadikan Raja Putri di Negara Dipa. Raja Putri ini memang sengaja disiapkan untuk kemudian dipersiapkan sebagai jodoh bagi seorang pangeran keturunan ksatria, yang sengaja dijemput dari Majapahit. Yakni Raden Putra alias Harya Kuwik putra Brawijaya V raja Majapahit dari seorang selir. Raden Putra inilah, yang di kemudian hari bergelar Pangeran Suryanata I.

Dalam susastra, Putri Junjung Buih putri Dayak ini dipercaya sebagai Jata atau Tambun, penguasa alam bawah yang dideskripsikan sebagai sosok naga maharaksasa penyangga bumi. Pernikahan Pangeran Suryanata (Hindu) dari Majapahit yang melambangkan Pangeran Matahari dengan Putri Junjung Buih yang memiliki dasar kepercayaan Kaharingan, disimbolkan sebagai "persatuan langit dan air".

Saat Putri Junjung Buih menjadi raja putri di kerajaan Negara Dipa, Lambung Mangkurat menjadi mahapatihnya. Keturunan Lambung Mangkurat, dan juga keturunan Putri Junjung Buih yang menikah dengan pangeran Majapahit Pangeran Suryanata, kelak menjadi raja-raka di Negara Dipa, leluhur para pangeran di Kesultanan Banjarmasin.

Kepercayaan tentang keturunan raja sebagai legitimasi untuk memimpin sebuah kerajaan, terus berlanjut dari Negara Daha di Amuntai, hingga kerajaan Banjar di Banjarmasin.

Menurut catatan beberapa sejarawan, Maharaja Suryanata yang keturunan Majapahit itu dalam berbagai kitab kuno disebut sebagai Kuda Banjaran Sari alias Cakra Nagara, pangeran Majapahit putra Angka Wijaya (versi Serat Kanda). Menurut catatan History of Java oleh Raffles, putra maharaja Suryanata alias Kuda Banjaran Sari ini dikirim ke Banjarmasin dengan banyak kapal serta pasukan sebagai penguasa pada sekitar 1437-1438 (1360 Syaka).

Sebelumnya, kerajaan Negara Daha ini sudah pernah lebih dulu ditundukkan oleh "jenderal ratu" (pemimpin perang) dari Pengging, Andayaningrat, kakek dari Hadiwijaya dari Pajang. Dan nama putra Brawijaya V yang dijadikan raja di Banjar, menurut catatan sejarah, adalah Panji Suranata. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun