Mohon tunggu...
Jimmy S Harianto
Jimmy S Harianto Mohon Tunggu... Jurnalis - Mantan Redaktur Olahraga dan Desk Internasional Kompas

Redaktur Olahraga (1987-1993), Wakil Redaktur Opini dan Surat Pembaca (1993-1995), Redaktur Desk Hukum (1995-1996), Redaktur Desk Features dan Advertorial (1996-1998), Redaktur Desk Internasional (2000-2003), Wakil Redaktur Kompas Minggu (2003-2008), Redaktur Desk Internasional (2008-2012)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dulu Gedung Kolonial, Kini Museum Benyamin Sueb

15 Agustus 2024   17:54 Diperbarui: 15 Agustus 2024   22:53 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Museum Benyamin Sueb di Jatinegara dulunya bekas markas VOC Abad 18 saat Gubernur Jendral Reinier de Klerk. (Foto Jimmy S Harianto)

Gedung putih di seberang Stasiun Jatinegara di Jakarta Timur itu dulunya adalah Gedung Polonia. Gedung kolonial itu kini jadi Museum Benyamin Syueb untuk menghormati serta mengenang sosok Benyamin Sueb, seorang seniman legendaris Betawi yang memiliki pengaruh besar dalam dunia seni dan budaya di Indonesia.

Gedung ini sudah beberapa kali berubah peruntukan. Dari markas penjajah, rumah tuan tanah, kantor instansi pemerintah, markas militer, sampai kemudian diubah sejak 2018 di masa Gubernur Anies Baswedan menjadi Museum Benyamin Sueb.

Memperingati hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-79 mendatang, di lokasi bersejarah ini Komunitas Cinta Budaya (KCB) akan menggelar Lomba Keris Kamardikan Awards 2024, pameran keris, bursa keris dan bersama komunitas budaya Leburtara mereka akan menggelar pula Orasi Budaya, pentas Gambang Kromong khas Betawi, Wayang Jendra, dan ritual Siddikara Pusaka pada 21-25 Agustus 2024.

Reinier de Klerk

Reinier de Klerk seorang tuan tanah Belanda membangun gedung bersejarah ini pada 1775 sebagai rumah peristirahatan mewah yang memiliki fasilitas ruang tamu dan aula besar yang cukup untuk menjamu tamu-tamu penting -- termasuk pejabat kolonial dan pengusaha.

Sesuai dengan zamannya, rumah peristirahatan itu dilengkapi dengan kandang kuda, stasiun kereta kuda (kini masih tersisa bangunan di bawah tanah) untuk kebutuhan transportasi para pejabat kolonial dan tamu.

Reinier de Klerk yang kelahiran Middelsburg, Belanda (1710) menjadi pegawai VOC (kumpeni) dan tiba di Batavia tahun 1731. Pernah menduduki posisi penting di kumpeni, termasuk pula pernah anggota Dewan Hindia (Raad van Indie) sebuah dewan penasihat tertinggi di Hindia Belanda.

Tahun 1777 Reinier de Klerk diangkat jadi Gubernur Jendral Hindia Belanda.

Sebelum menjadi Gubernur Jenderal, de Klerk sudah menjadi seorang pejabat yang sangat kaya dan berpengaruh di Batavia. Pada tahun 1775, ia membangun Gedung Kantoor van de Gouverneur Generaal sebagai rumah peristirahatan mewah. Gedung ini mencerminkan status sosial dan kekayaan de Klerk.

Selain menjadi tempat tinggal, gedung ini juga digunakan untuk menjamu tamu-tamu penting dan sebagai simbol kemegahan kolonial di akhir abad ke-18 di Batavia. Jenderal de Klerk memiliki kekuasaan yang luas dan kendali penuh atas wilayah Hindia Belanda serta mengatur perdagangan Asia Tenggara dari Gedung Kantoor van de Gouverneur Generaal di Jatinegara ini.

Reinier de Klerk adalah seorang yang sangat kaya. Sebagian besar kekayaannya diperoleh melalui posisinya dalam VOC dan investasi pribadi di tanah dan perkebunan di Hindia Belanda. Kekayaannya memungkinkan dia untuk membangun gedung-gedung besar dan hidup dalam kemewahan.

Sisa-sisa kekayaan De Klerk ini memang sedikit bisa dilihat dari Gedung Polonia yang kini jadi Museum Benyamin Sueb di seberang timur Pasar Rawabening Jatinegara ini. Di belakang bangunan utama yang bercat putih, ada sejumlah bangunan-bangunan terpisah, seperti halaman taman yang luas, dengan bungalow-bungalow di sekeliling taman. Dulu konon bahkan lebih luas lagi. Tembok pembatas sebuah sekolahan di belakangnya itu semestinya termasuk pekarangan Gedung Kantoor. Tetapi sekarang sudah dibangun sekolah bertingkat, yang terpisah dari halaman Gedung Kantoor.

Dalam deskripsi lamanya, Gedung Kantoor van de Gouverneur Generaal di Jatinegara ini memiliki ruang tamu dan aula besar. Sekarang masih ada, untuk tempat penyimpanan berbagai pernik tentang Benyamin Sueb, foto-foto, piringan hitam platinum, maupun golden records dari perusahaan Remaco tempat dulu Benyamin merekam suara lagu-lagu Betawi nya bersama Ida Royani.

Kamar-kamar tidur yang dibangun Reinier de Klerk ini dulu mewah-mewah. Disain elegan, dan konon perabotnya pun mewah pada zamannya. Di luar dulu juga dilengkapi dengan kolam renang, paviliun dan gazebo di sekitar kolam renang.

Pada masa menjabat sebagai Gubernur Jendral Hindia Belanda, Reinier de Klerk (1777--1780) aktif berhubungan dengan raja-raja Jawa, di Surakarta dan Yogyakarta pasca era "Palihan Nagari" (Mataram dibelah dua) setelah Perjanjian Giyanti 1755. De Klerk sering berinteraksi dalam kepemerintahan pada era raja-raja Hamengku Buwana I (1755--1792) di Yogyakarta, Paku Buwana III (1749--1788) dan Mangkunagara I alias Raden Mas Said (1757--1795). Era setelah Palihan Nagari, dan Ngayogyakarta terpisah dari Mataram Surakarta.

Gedung Polonia

Perkembangan zaman mengubah segalanya. Juga termasuk Batavia dan juga kota besar lainnya di Jawa, setelah era kolonial dan memasuki masa kemerdekaan. Bahkan setelah kemerdekaan pun perubahan silih berganti.

Gedung Kantoor van de Gouverneur Generaal di Jatinegara ini suatu masa, berubah kepemilikan, berubah peruntukan.

Kantoor van de Gouverneur ini dibeli oleh pengusaha kaya lainnya di Batavia, yang menurut catatan asli Polandia. Itu sebabnya, Gedung Kantoor van de Gouverneur Generaal VOC di Jatinegara ini berubah nama jadi "Gedung Polonia".

Pada masa penjajahan Jepang (1943-1945), gedung ini sempat digunakan sebagai markas militer. Setelah Indonesia merdeka, gedung tersebut digunakan untuk berbagai keperluan, termasuk sebagai bagian dari fasilitas penerbangan. Gedung ini menjadi terkenal dengan nama "Gedung Polonia" ketika menjadi bagian dari Bandara Kemayoran yang lebih dikenal sebagai Lapangan Terbang Polonia.

Gedung Polonia di seberang Stasiun Jatinegara ini sering dikaitkan dengan Bandara Kemayoran karena relatif berdekatan dan juga digunakan sebagai salah satu fasilitas terkait penerbangan pada masanya. Gedung Polonia di Jatinegara tetap mempertahankan namanya tersebut sampai diubah jadi Museum Benyamin Sueb (2018).

Perubahan nama menjadi Gedung Polonia ini diperkirakan terjadi di bawah pemerintahan kolonial Hindia Belanda, pada saat Hindia Belanda diperintah oleh Gubernur Jenderal seperti Willem Rooseboom (1899-1904) atau Johannes Benedictus van Heutsz (1904-1909), yang merupakan periode perkembangan pesat kota Batavia sebagai pusat administrasi dan bisnis.

Setelah kemerdekaan Indonesia, gedung ini sempat digunakan oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI). Fungsinya berkisar dari markas hingga tempat tinggal bagi perwira militer. Pernah pula Gedung Polonia ini dipakai sebagai kantor pemerintahan, dan dipakai untuk berbagai aktivitas resmi pemerintahan Republik Indonesia.

Perubahan nama dan fungsinya menjadi Gedung Museum Benyamin Sueb mencerminkan upaya pemerintah untuk melestarikan dan menghormati warisan budaya serta mengenang sosok Benyamin Sueb, seorang seniman legendaris Betawi yang memiliki pengaruh besar dalam dunia seni dan budaya di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun