Mohon tunggu...
Jimmy S Harianto
Jimmy S Harianto Mohon Tunggu... Jurnalis - Mantan Redaktur Olahraga dan Desk Internasional Kompas

Redaktur Olahraga (1987-1993), Wakil Redaktur Opini dan Surat Pembaca (1993-1995), Redaktur Desk Hukum (1995-1996), Redaktur Desk Features dan Advertorial (1996-1998), Redaktur Desk Internasional (2000-2003), Wakil Redaktur Kompas Minggu (2003-2008), Redaktur Desk Internasional (2008-2012)

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

Rizki Juniansyah dan Veddriq Leonardo, Idola Baru Saat Bulu Tangkis Indonesia Merosot

11 Agustus 2024   09:15 Diperbarui: 11 Agustus 2024   13:36 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lifter Indonesia Rizki Juniansyah meraih emas nomor 73 kilogram Olimpiade Paris 2024 di South Paris Arena, pada Kamis (8/8/2024). (Dok. NOC Indonesia via KOMPAS.com)

Ganda putri juga sudah vakum lama di Indonesia Open. Terakhir pasangan putri kita yang juara di Indonesia Open adalah Vita Marissa/Liliana Natsir (2008). Sudah dua windu, atau 16 tahun lalu.

Ganda campuran? Terakhir juara Indonesia Open adalah Tontowi Ahmad/ Lilyana Natsir alias Si Butet pada (2017). Pasangan campuran Tontowi dan Butet ini memang pasangan fenomenal. Gelarnya lengkap, dari regional sampai dunia, dan bahkan Olimpiade.

Tontowi/Butet adalah juara Asia (2016) di Wuhan Tiongkok. Jauh sebelum itu, Tontowi dan Butet pun sudah lebih dulu juara SEA Games (2011) Jakarta. Mereka adalah juga juara dunia BWF dua kali (2013, 2017). Tetapi di kejuaraan dunia BWF di Istora Senayan (2015) malah tersingkir di semifinal.

Jadi, selepas prestasi lumayan oke Jonatan Christie dan Anthony Ginting, serta ganda-ganda putra kita yang setidaknya sempat juara All England dalam sepuluh tahun terakhir, kita mulai jeblok di ganda campuran. Sejak lengsernya Tontowi dan Butet, Indonesia belum lagi menemui ganda campuran yang berprestasi.

Maka, pekerjaan rumah kepengurusan Fadil Imran (2024-2029) dan jajarannya, tentu saja adalah menegakkan kembali prestasi bulu tangkis yang belakangan ini seperti benang basah. Susah tegaknya...

Tentu, lupakan kepentingan pengurus, baik yang memiliki klub maupun tidak. Baik yang memiliki kepentingan politik maupun tidak. Baik yang memiliki kepentingan bisnis atau tidak di PBSI.

Yang jelas, bulu tangkis Indonesia sudah ada tanda-tanda menuju titik nadir, kalau tidak diselamatkan dengan membibit kembali calon-calon juara di masa datang.

Bibit-bibit yang ada, kiranya tak cukup menandingi tumbuhnya bagai cendawan di musim hujan, jagoan-jagoan bulu tangkis di sekitar kita.

Indonesia menjadi penonton di Olimpiade Paris. Dan permainan pemain-pemain negeri tetangga sudah sedemikian majunya.

Reputasi bulu tangkis Indonesia masa kini, adalah "negeri pengekspor pelatih hebat" bulu tangkis. Kini bertebaran pelatih-pelatih Indonesia berjasa menumbuhkan prestasi-prestasi hebat pemain tetangga, seperti Rexy Mainaky pelatih kepala di Malaysia, atau Rony Agustinus pelatih khususnya An Se-Young (22) di anak ajaib dalam beberapa saat terakhir ini. Thailand pun perlu menyewa pelatih Indonesia untuk menjadi pelatih kepala mereka...

Tentu mereka tidak salah. Tuntutan profesionalisme kepelatihan bulu tangkis membawa mereka laku dibeli negeri tetangga, sementara negeri sendiri tidak mampu membeli mereka kembali. Atau, kalau toh dibeli kembali ke Tanah Air, suasana di kepengurusan PBSI sudah tidak kondusif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun