Kalau mau dirunut ganda putra pun, sebenarnya sama. Baik Bagas Maulana/Mohamad Shohibul Fikri pun bulan lahir dari masa lima enam tahun terakhir. Akan tetapi sekitar sembilan sepuluh tahun lalu.
Maka, sangat terlihat Pengurus PBSI tidak mengerjakan pekerjaan rumah secara baik sebagai pembibit pemain-pemain juara sejak sembilan atau sepuluh tahun lalu. Tidak seperti Try Sutrisno, yang memegang bulu tangkis Indonesia sejak masih Wakasad, KSAD dan bahkan Wakil Presiden, dan membawa sukses awal Indonesia di Olimpiade Barcelona 1992.
Reformasi Birokrasi Bulu Tangkis
Suara-suara yang kencang terdengar di kalangan penggemar bulu tangkis, adalah: sudah saatnya kepengurusan bulu tangkis Indonesia direformasi. Pilihlah mereka yang benar-benar memikirkan masa depan bulu tangkis, dan bukan memikirkan kepentingan lain. Apalagi, Munas (Musyawarah Nasional) Persatuan Pengurus Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) "dipercepat" digelar pada 12 Agustus 2024 mendatang.
Mengapa dipercepat? Tentu ada alasannya. Yang jelas, suara yang sangat santer terdengar adalah: Ketua Umum terpilih sudah jelas, lantaran hampir seluruh Pengprov (Pengurus Provinsi) Bulu Tangkis di Indonesia, "sudah dibekali" untuk memilih Ketumnya. Dan bekal itu, terdengar santer, besar sekali...
Tentu tidak masalah, siapapun Ketumnya. Yang penting, berikan kesempatan pada "orang-orang bulu tangkis" untuk memutuskan strategi pembinaan prestasinya. Jangan dikangkangi klub pengurus sendiri. Setidaknya, berikan posisi Ketua Harian serta Sekjennya pada orang-orang bulu tangkis. Rasanya, Indonesia tidak kekurangan orang-orang yang benar-benar mengerti bulu tangkis untuk mengurus organisasinya. Jangan sedikit-sedikit klub pengurus, yang diurus.
Di Indonesia ini masih banyak klub-klub yang hebat membina pemainnya, baik itu di Bandung, maupun di Kudus. Klub Djarum (yang belakangan tersisih dari kepengurusan pembinaan bulu tangkis), sudah jelas merupakan salah satu pembibit andal yang pernah melahirkan pemain-pemain kelas dunia sekelas Liem Swie King, dan ganda paling top dunia di masa lalu seperti Christian/Ade Chandra ataupun Tjuntjun/Johan Wahyudi.Â
Rasanya perlu diberi ruang cukup. Jangan malah "ditekan" dengan stempel KPAI, seolah klub yang banyak merekrut pemain dari usia yunior itu "mengekploitasi anak-anak". Sungguh, keblinger asumsi ini...
Semoga kekawatiran kalangan bulu tangkis, bahwa lima sampai sepuluh tahun ke depan Indonesia bakal kekeringan sumber pemain yunior andalan masa depan, tidak terwujud. Maka, bermusyawarahlah dengan baik dan benar pada 12 Agustus nanti demi masa depan bulu tangkis Indonesia.... *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H