Mohon tunggu...
Jimmy S Harianto
Jimmy S Harianto Mohon Tunggu... Jurnalis - Mantan Redaktur Olahraga dan Desk Internasional Kompas

Redaktur Olahraga (1987-1993), Wakil Redaktur Opini dan Surat Pembaca (1993-1995), Redaktur Desk Hukum (1995-1996), Redaktur Desk Features dan Advertorial (1996-1998), Redaktur Desk Internasional (2000-2003), Wakil Redaktur Kompas Minggu (2003-2008), Redaktur Desk Internasional (2008-2012)

Selanjutnya

Tutup

Raket Artikel Utama

Biarkan Orang Bulu Tangkis Pimpin PBSI Seperti Dulu

10 Juni 2024   14:23 Diperbarui: 11 Juni 2024   08:49 8003
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemain-pemain pelatnas Cipayung saat mereka bersiap untuk kejuaraan All England 2023. (Foto Kompas/Agus Susanto)

Kekalahan memang bagian dari permainan olahraga. Itu betul. Tetapi terus-menerus kalah di kejuaraaan bulu tangkis kandang sendiri bertahun-tahun? Lama-lama orang pun kesal..... Itu semprul.

Ketika favorit juara kita Anthony Ginting kalah di babak pertama turnamen bergengsi Super 1000 (sekelas All England) hari Selasa (04.06.2024) lalu? Dan Jonatan Christie pun menyusul Rabu berikutnya, kalah juga di babak pertama kejuaraan? Publik bulu tangkis tentunya menyayangkan.

Anthony Ginting yang kini peringkat 7 dunia versi BWF ditundukkan pemain Jepang peringkat 17 Kenta Nishimoto dua set langsung di babak pertama. Sedangkan Jojo Jonatan Christie, pemain peringkat 3 dunia favorit hampir seluruh ibu-ibu penggemar bulu tangkis, kalah lawan peringkat 65 dunia Leong Jun Hao dari Malaysia.

Di bawah Ginting dan Jojo, Chico Aura Dwi Wardoyo pun kalah di babak pertama lawan Kantaphon Wangcharoen peringkat 13 dunia. Di bagian putri Gregoria Mariska tunjung masih lumayan sampai delapan besar, kalah lawan pemain China Wang Zhiyi, lumayan pula peringkatnya 7 dunia. Wang Zhiyi pula yang sehari sebelumnya menyingkirkan pemain kita peringkat 60 dunia, Ester Dwi Nurumi di babak 16 besar.

Ganda putri Apriyani Rahayu/Siti Radia Ramadhanti yang yang diharapkan menjadi 'pengganti' peraih emas Olimpiade Tokyo 2021, Apriyani Rahayu/Gresia Polii, juga terjerembab di babak kedua. Apriyani/Siti Fadia kalah lawan rivalnya dari Malaysia, Muralitharan Thinaah/Pearly Tan di 16 besar.

Ganda putra juga sama saja. Pasangan senior Muh Ahsan/Hendra Setiawan kalah di 16 Besar. Sedangkan juara turnamen paling bergengsi, All England 2022, Bagas Maulana/M Shohibul Fikri kalah di perempat final lawan ganda Denmark, Anders Skaarup Rasmussen/Kim Astrup Soerensen.

Di ganda campuran, pasangan Gloria Emenuelle Wijaya/Dejan Ferdinansyah juga tersingkir di perempat final. Satu-satunya pemain, atau pasangan pemain yang mampu menembus babak semifinal hari Sabtu hanyalah Ganda Putra M Reza Pahlevi Isfahani/Sabar Karyaman Gutama.

Lucunya lagi, Isfahani/Gutama dari klub Jaya Raya Jakarta ini bukanlah pemain pelatnas Cipayung. Mereka adalah pemain yang berlatih mandiri di klub mereka di Jakarta, di luar pelatnas...

Vakum Juara Sejak Lama

Rupanya tidak satu kali ini Indonesia gagal meraih juara di kejuaraan kandang sendiri, Indonesia Open. Ternyata sudah hampir dua dasawarsa kita ini vakum, kosong melompong juara tunggal di Indonesia Open.

Pemain tunggal putra terakhir yang berhasil juara di Indonesia Open adalah Simon Santoso di Indonesia Open (2012). Duabelas tahun silam. Sedangkan pemain tunggal putri kita yang terakhir juara adalah Ellen Angelina (2001). Duapuluh tiga tahun yang lalu. Yaaa ampuuun.....

Di nomor ganda memang masih lumayan. Pemain ganda putra kita yang berhasil mengalungi diri dengan gelar juara adalah pasangan Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo yang di lapangan biasa dijuluki para penggemarnya, The Minions. Terakhir kali The Minions ini juara Indonesia Open (2012). Kini pasangan ini sudah bubar, Kevin gantung raket setelah menikah dengan anak boss pemilik media.

Ganda putri juga sudah vakum lama. Terakhir pasangan putri kita yang juara di Indonesia Open adalah Vita Marissa/Liliana Natsir (2008). Sudah dua windu, atau 16 tahun lalu.

Ganda campuran? Terakhir juara adalah Tontowi Ahmad/ Lilyana Natsir alias Si Butet pada (2017). Pasangan campuran Tontowi dan Butet ini memang pasangan fenomenal. Gelarnya lengkap, dari regional sampai dunia, dan bahkan Olimpiade.

Tontowi/Butet adalah juara Asia (2016) di Wuhan Tiongkok.  Jauh sebelum itu, Tontowi dan Butet pun sudah lebih dulu juara SEA Games (2011) Jakarta. Mereka adalah juga juara dunia BWF dua kali (2013, 2017). Tetapi di kejuaraan dunia BWF di Istora Senayan (2015) malah tersingkir di semifinal.

Indonesia Masters? Sangat tidak malu-maluin Tontowi Ahmad/Lilyana Natsir ini di depan publik kandang sendiri. Tiga kali mereka juara Indonesia Masters (2010, 2012, 2015).

Memang ada setidaknya empat pasangan Tontowi Ahmad, sebelum "menemukan jodoh"nya dengan Lilyana Natsir, dan terus-menerus juara di berbagai turnamen. Dan umumnya juga pernah juara dengan pasangan-pasangannya.

Tontowi pernah juara dengan pasangan awalnya, Yulianti di Thailand Internasional (2007), Indonesia International (2007), Vietnam Terbuka (2007). Bersama pasangan lain, Shendy Puspa Irawati, mereka juara di Vietnam Terbuka 2008. Sedangkan bersama Richi Puspita Dili, Tontowi juara di Vietnam International (2009).

Nah...

Pelatnas Cipayung Serba Ada

Apakah pemusatan latihan (pelatnas) bulu tangkis kita kekurangan? Sepertinya tidak juga. Meski tempat pelatnas bulu tangkis begitu jauh dari keramaian kota Jakarta, ada di Cipayung yang berjarak sekitar 23,7 km, akan tetapi sungguh, pelatnas bulu tangkis kita itu "serba ada", apapun ada. Kalau tak boleh dikatakan mewah...

Waktu tempuh pelatnas Cipayung menuju pusat olahraga Senayan, memakan waktu 45 menit melalui Jalan Tol Jagorawi dan Tol Dalam Kota. Pemain-pemain Eropa tentu akan iri melihat di Cipayung tersedia 21 (duapuluh satu) lapangan bulu tangkis berkarpet, ada ruang serba guna, asrama atlet putra dan putri, wisma pelatih, guest house untuk tamu, ruang gym, lintasan lari dari permukaan tartan, lapangan sepak bola mini, kolam renang, tempat latihan fisik dengan lapangan berpasir.....

Itu belum semuanya. Masih ada ruang dokter gizi, ruangan fisioterapi, ruangan masseur putra terpisah dengan ruangan masseur putri. Ada ruangan Ketua Harian PBSI, ruangan Waketum, ruang Psikolog, ruangan bina prestasi. Ada audio visual room, ruangan IT (informasi dan teknologi), ruangan klinik untuk klinik kesehatan olahraga (sports medicine). Semua ada, kamar tidur atlet pun full berpendingin....

Maka lebih tepatnya, pelatnas bulu tangkis Cipayung -- yang mulai dipakai atlet-atlet pelatnas bulu tangkis sejak 1992 di zaman Wapres Try Sutrisno ini -- bukan lagi "kawah candradimuka" tempat menggodok para pemain. Akan tetapi tempat latihan kelas satu dengan fasilitas serba ada, agar pemain tidak perlu kemana-mana untuk melengkapi latihan mereka...

Try Sutrisno memang luar biasa. Dan memang hanya dia, Ketua Umum PBSI yang mencukupi segala kebutuhan bagi pemain bulu tangkis Indonesia untuk dibina jadi atlet berprestasi di dunia. Ibarat dari A sampai Z.

Delapan tahun Cak Su yang mantan Panglima Angkatan Bersenjata(Pangab) kita itu memimpin bulu tangkis Indonesia, dua periode (1985-1989, dan 1989- 1993). Dan selama dua periode itulah Try Sutrisno membangun basis baru bulu tangkis, dari soal perikatan kontrak dengan sponsor, sampai dengan fasilitas pelatnas bulu tangkis Cipayung. Wisma atlet, yang dulu di Jalan Manila Senayan (kini sudah berubah jadi mall Plaza Senayan serta apartemen mewah yang dibangun pemodal Jepang), dipindah. Para atlet, yang dulu sangat akrab dengan para wartawan yang hilir mudik di depan Wisma Atlet Senayan di Jalan Manila, pada dibedhol desa ke Cipayung tak jauh dari Mabes TNI Cilangkap.

Try Sutrisno ingin mengembalikan kejayaan bulu tangkis seperti tahun 60-80-an, merajai dunia. Dan bahkan berambisi "meraih medali emas pertama Olimpiade" tahun 1992. Dengan merekrut teknokrat olahraga lulusan AS, MF Siregar dan seluruh potensi pelatih bulu tangkis Indonesia yang ada, akhirnya medali emas Olimpiade 1992 Barcelona pun berhasil diraih. Meskipun, awalnya di kepengurusan pertama Try Sutrisno (1985-1989) bulu tangkis Indonesia terseok-seok. Lantaran Cina tengah dipenuhi jago-jago bulu tangkis, baik di putra maupun putri, dari Yang Yang, Zhao Jianhua, Li Yongbo, Tian Bingyi, sampai Li Lingwei, Han Aiping, Wu Dixi, Lin Ying dan kawan-kawan yang nyaris tak terkalahkan dimana-mana.

Sejak 1992 itulah, pemain-pemain bulu tangkis Indonesia yang berhasil meraih untuk pertama kalinya medali emas Olimpiade, menghuni komplek lengkap Pelatnas Bulu Tangkis Cipayung. Tak hanya para atlet, bahkan kantor pengurus besar PBSI pun ikut bedhol desa ke Cipayung.

Setelah Susi Susanti dan Alan Budikusuma, peraih-peraih medali emas pertama Olimpiade Barcelona 1992, bermunculan jago-jago baru dari pelatnas Cipayung. Sampai kemudian, China pun melahirkan generasi ketiga pemainnya yang tak kalah hebatnya, seperti Lin Dan. Pemain terakhir ini, Lin Dan, bahkan hampir saja menyamai prestasi Rudy Hartono si juara delapan kali All England kita. Lin Dan menjuarai All England enam kali, tahun (2004, 2006, 2007, 2009, 2012 dan 2016). Kalau saja ada di antara tahun itu, Lin Dan pemain kidal itu berhasil juara tanpa tersela? Maka rekor Rudy Hartono pun bisa tumbang...

Kembalikan ke Orang Bulu Tangkis

Setelah prestasi emas di era kepengurusan Try Sutrisno (1985-1993), praktis PBSI dipimpin oleh kalangan turun-temurun pejabat tertinggi militer, dan hanya beberapa kali diselang pengusaha-pengusaha berduit. Itupun dimaklumi, lantaran memang awal mula pelatnas bulu tangkis dibangun oleh Try Sutrisno, yang waktu itu pernah Wakasad, Kasad, Pangab dan bahkan Wakil Presiden di era Soeharto.

Setelah Try, bergantian pejabat-pejabat militer memimpin PBSI, dari Soerjadi penggantinya (1993-1997), Subagyo Hadi Siswoyo (1997-2001), terseling pengusaha Chairul Tanjung (2001-2004), masuk lagi kalangan militer Sutiyoso, Djoko Santoso, terseling pengusaha Gita Wiryawan, lalu militer lagi mantan Pangab Wiranto, dan kini pejabat birokrat Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK) dari (2020-2024).

Sudah menjadi pembicaraan ramai, bertahun-tahun, banyak kebijakan para pemimpin PBSI setelah Try Sutrisno ini "merosot" kesungguhan memimpinnya. Bulu Tangkis Indonesia semakin menurun, dan bahkan pembibitan pun tidak segarang dulu lagi. Mereka memimpin, tentunya bukan karena "naluri bulu tangkis", akan tetapi karena mewarisi kursi empuk bulu tangkis, yang mulanya banyak ditaburi prestasi dunia atlet-atletnya.

Trend kepemimpinan bulu tangkis ini justru sebaliknya yang terjadi di China. Generasi penerus kepemimpinan mereka justru dari kalangan bulu tangkis, mulanya Wang Wenjiao (eks pemain bulu tangkis Indonesia di zaman 50-60-an). Sampai kini China selalu dipimpin oleh "orang bulu tangkis" yang tentu saja sangat paham bagaimana kepentingan bulu tangkis itu bicara.

Bulu tangkis bukan mainan kekuasaan. Atau tempat mainan duit semata. Akan tetapi juga tempat kesungguhan untuk menciptakan bibit-bibit olahraga unggul, tanpa pandang bulu. Agar bisa menjadikan negaranya sebagai 'negara bulu tangkis dunia" seperti Indonesia tahun 1960-an, tahun 1980-an, maka ada baiknya kembalikan saja pada orang-orang bulu tangkis yang lebih faham soal pembinaan bulu tangkis.

China kini dipimpin oleh "sosok bulu tangkis" Zhang Jun, kelahiran Jiangsu 26 November 1977. Ketua Umum Asosiasi Bulu Tangkis China (CBA) ini tentu saja orang bulu tangkis. Di nomor ganda putra maupun campuran, ia "legend". Sangat sering dulu bersaing dengan pemain-pemain Indonesia, di zaman Sigit Budiarto/Halim Haryanto.

Zhang Jun juga meneruskan kepengurusan yang semula dipegang oleh pemain 'legend' yang lain, juga di nomor ganda, Li Yongbo. Li Yongbo sungguh superior ketika main diganda putra, di zaman Eddy Hartono, Kartono, Heryanto bahkan Liem Swie King saat main ganda. Yongbo mengakhiri kepengurusannya pada 11 Mei 2017 silam.

Di bawah orang-orang bulu tangkis, maka pertumbuhan atlet-atlet China pun silih berganti. Ibarat, patah tumbuh hilang berganti. Karena yang mereka pikirkan adalah bulu tangkis, bulu tangkis, dan bulu tangkis. Dan bukan jabatan, jabatan, dan jabatan. Atau malah duit, duit dan duit di bulu  tangkis.

Selama lebih dari lima dekade dipimpin oleh orang-orang bulu tangkis, China pun berkembang  maju. Dan prestasi tak putus-putus, bahkan sampai kini pun melahirkan "calon-calon peraih emas olimpiade" baik di tunggal putra, tunggal putri, bahkan ganda putra, ganda putri dan ganda campuran.

Sepertinya sudah terlalu lama, bulu tangkis Indonesia tidak lagi dipimpin oleh orang-orang bulu tangkis, seperti dulu zaman Sudirman (1951-1952) dan (1967-1981). Pemain bulu tangkis di masa juara pertama All England 1958 Tan Joe Hok pun, yakni Ferry Sonneville, dulu juga pernah kebagian jadi pemimpin PBSI. Setelah Ferry (1985) inilah, Indonesia tidak pernah lagi dipimpin oleh orang bulu tangkis... *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun