Itu belum semuanya. Masih ada ruang dokter gizi, ruangan fisioterapi, ruangan masseur putra terpisah dengan ruangan masseur putri. Ada ruangan Ketua Harian PBSI, ruangan Waketum, ruang Psikolog, ruangan bina prestasi. Ada audio visual room, ruangan IT (informasi dan teknologi), ruangan klinik untuk klinik kesehatan olahraga (sports medicine). Semua ada, kamar tidur atlet pun full berpendingin....
Maka lebih tepatnya, pelatnas bulu tangkis Cipayung -- yang mulai dipakai atlet-atlet pelatnas bulu tangkis sejak 1992 di zaman Wapres Try Sutrisno ini -- bukan lagi "kawah candradimuka" tempat menggodok para pemain. Akan tetapi tempat latihan kelas satu dengan fasilitas serba ada, agar pemain tidak perlu kemana-mana untuk melengkapi latihan mereka...
Try Sutrisno memang luar biasa. Dan memang hanya dia, Ketua Umum PBSI yang mencukupi segala kebutuhan bagi pemain bulu tangkis Indonesia untuk dibina jadi atlet berprestasi di dunia. Ibarat dari A sampai Z.
Delapan tahun Cak Su yang mantan Panglima Angkatan Bersenjata(Pangab) kita itu memimpin bulu tangkis Indonesia, dua periode (1985-1989, dan 1989- 1993). Dan selama dua periode itulah Try Sutrisno membangun basis baru bulu tangkis, dari soal perikatan kontrak dengan sponsor, sampai dengan fasilitas pelatnas bulu tangkis Cipayung. Wisma atlet, yang dulu di Jalan Manila Senayan (kini sudah berubah jadi mall Plaza Senayan serta apartemen mewah yang dibangun pemodal Jepang), dipindah. Para atlet, yang dulu sangat akrab dengan para wartawan yang hilir mudik di depan Wisma Atlet Senayan di Jalan Manila, pada dibedhol desa ke Cipayung tak jauh dari Mabes TNI Cilangkap.
Try Sutrisno ingin mengembalikan kejayaan bulu tangkis seperti tahun 60-80-an, merajai dunia. Dan bahkan berambisi "meraih medali emas pertama Olimpiade" tahun 1992. Dengan merekrut teknokrat olahraga lulusan AS, MF Siregar dan seluruh potensi pelatih bulu tangkis Indonesia yang ada, akhirnya medali emas Olimpiade 1992 Barcelona pun berhasil diraih. Meskipun, awalnya di kepengurusan pertama Try Sutrisno (1985-1989) bulu tangkis Indonesia terseok-seok. Lantaran Cina tengah dipenuhi jago-jago bulu tangkis, baik di putra maupun putri, dari Yang Yang, Zhao Jianhua, Li Yongbo, Tian Bingyi, sampai Li Lingwei, Han Aiping, Wu Dixi, Lin Ying dan kawan-kawan yang nyaris tak terkalahkan dimana-mana.
Sejak 1992 itulah, pemain-pemain bulu tangkis Indonesia yang berhasil meraih untuk pertama kalinya medali emas Olimpiade, menghuni komplek lengkap Pelatnas Bulu Tangkis Cipayung. Tak hanya para atlet, bahkan kantor pengurus besar PBSI pun ikut bedhol desa ke Cipayung.
Setelah Susi Susanti dan Alan Budikusuma, peraih-peraih medali emas pertama Olimpiade Barcelona 1992, bermunculan jago-jago baru dari pelatnas Cipayung. Sampai kemudian, China pun melahirkan generasi ketiga pemainnya yang tak kalah hebatnya, seperti Lin Dan. Pemain terakhir ini, Lin Dan, bahkan hampir saja menyamai prestasi Rudy Hartono si juara delapan kali All England kita. Lin Dan menjuarai All England enam kali, tahun (2004, 2006, 2007, 2009, 2012 dan 2016). Kalau saja ada di antara tahun itu, Lin Dan pemain kidal itu berhasil juara tanpa tersela? Maka rekor Rudy Hartono pun bisa tumbang...
Kembalikan ke Orang Bulu Tangkis
Setelah prestasi emas di era kepengurusan Try Sutrisno (1985-1993), praktis PBSI dipimpin oleh kalangan turun-temurun pejabat tertinggi militer, dan hanya beberapa kali diselang pengusaha-pengusaha berduit. Itupun dimaklumi, lantaran memang awal mula pelatnas bulu tangkis dibangun oleh Try Sutrisno, yang waktu itu pernah Wakasad, Kasad, Pangab dan bahkan Wakil Presiden di era Soeharto.
Setelah Try, bergantian pejabat-pejabat militer memimpin PBSI, dari Soerjadi penggantinya (1993-1997), Subagyo Hadi Siswoyo (1997-2001), terseling pengusaha Chairul Tanjung (2001-2004), masuk lagi kalangan militer Sutiyoso, Djoko Santoso, terseling pengusaha Gita Wiryawan, lalu militer lagi mantan Pangab Wiranto, dan kini pejabat birokrat Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK) dari (2020-2024).
Sudah menjadi pembicaraan ramai, bertahun-tahun, banyak kebijakan para pemimpin PBSI setelah Try Sutrisno ini "merosot" kesungguhan memimpinnya. Bulu Tangkis Indonesia semakin menurun, dan bahkan pembibitan pun tidak segarang dulu lagi. Mereka memimpin, tentunya bukan karena "naluri bulu tangkis", akan tetapi karena mewarisi kursi empuk bulu tangkis, yang mulanya banyak ditaburi prestasi dunia atlet-atletnya.