Mohon tunggu...
Jimmy S Harianto
Jimmy S Harianto Mohon Tunggu... Jurnalis - Mantan Redaktur Olahraga dan Desk Internasional Kompas

Redaktur Olahraga (1987-1993), Wakil Redaktur Opini dan Surat Pembaca (1993-1995), Redaktur Desk Hukum (1995-1996), Redaktur Desk Features dan Advertorial (1996-1998), Redaktur Desk Internasional (2000-2003), Wakil Redaktur Kompas Minggu (2003-2008), Redaktur Desk Internasional (2008-2012)

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

Prancis Pilih Timnas Sepak Bola Tanpa Naturalisasi

2 April 2024   07:06 Diperbarui: 2 April 2024   21:56 3462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Timnas multi etnis dan multi kultural Prancis dibawah Zinedine Zidane saat juara Piala Dunia 1998. (Ilustrasi Soham Mukherjee)

Mengalirnya kaum imigran ke Prancis terjadi terutama sekali ketika tokoh Sosialis, Francois Mitterand berkuasa sebagai Presiden Prancis terlama, 14 tahun dari 1981-1995. Kaum Sosialis memang pro imigran. Sebelum itu, Charles De Gaulle (1944-1946) kemudian (1959-1969) tidak pro imigran. De Gaulle keras terhadap imigran seperti umumnya pemimpin dan politisi golongan kanan (di parlemen duduk di deretan sisi kanan, sedangkan golongan kiri duduk di deretan sisi kiri parlemen Prancis).

Setelah Mitterand pun, kemudian berkuasa "penerus Gaullis" Jacques Chirac dari golongan kanan. Dan bergantian, golongan kiri dan kanan berkuasa. Sehingga kebijakan setiap kali berubah, dari Chirac (kanan) ke Lionel Jospin (kiri) lalu ke ultra kanan Jean Marie Le Pen yang sangat anti imigran. Bahkan Le Pen yang jadi Presiden Prancis (2011-2021) selalu mengatakan, "tim nasional sepak bola Prancis itu bukan Prancis...," sangking begitu ekstrem kanannya.

Jean-Marie Le Pen bahkan sempat mengumandangkan program ekstremnya, zero to immigration. Meski demikian toh sisa-sisa kaum imigran di Prancis tidak bisa dinolkan begitu saja. Prancis masih tetap surganya kaum imigran, multi etnis, multi kultural. Sampai kini.

Dibandingkan Indonesia, sebagai negara yang prinsip kewarganegaraannya lebih ketat. Selain asas ius sanguinis berdasarkan darah dan keturunan, Indonesia juga menerapkan syarat-syarat. Demikian juga, Belanda dan Jepang asasnya ius sanguinis.

Itu sebabnya, untuk menjadi atlet yang ingin memperkuat tim nasional Indonesia pun, harus memenuhi syarat kudu 'berdarah Indonesia' entah kakek atau nenek moyangnya. Dan menjadi warga negara Indonesia para keturunan itu kudu melalui proses naturalisasi, seperti juga sebaliknya jika orang Indonesia akan menjadi warga Belanda. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun