Bagi perjalanan karir pemain bulu tangkis? Awal mula kontrak besar sponsorship, terutama Yonex yang menjadi sponsor All England sejak (1984), mengalir ke kocek pemain jika dia berhasil juara di All England. Itu sebabnya gelar juara All England menjadi impian bagi setiap pemain bulu tangkis dunia. Seperti juara Wimbledon saja di tenis.
Susi Susanti, mulai melejit dan kemudian bisa meraih medali emas Olimpiade juga dipicu oleh gelar juara All England lebih dulu. Susi Susanti semakin terlihat menanjak permainannya dan membuat gentar dengan permainan net silangnya yang khas (kini ditiru dan dikembangkan tak hanya di kalangan pebulutangkis putri, akan tetapi juga putra), juga di antaranya melalui All England.
Ketika Susi Susanti berhasil juara All England 1990, kemudian 1991, menyeruak di antara kehebatan pemain-pemain China pada masa itu, maka publik pun mulai menjagokan Susi merupakan salah satu pemain yang berpeluang tampil sebagai juara Olimpiade 1992, saat bulu tangkis untuk pertama kali diperebutkan medalinya di arena Olimpiade.
Padahal, sebelum Susi juara All England, saya sampai bosan mengikutinya di berbagai turnamen baik di Malaysia, Taiwan, Jepang, China maupun berbagai tempat Eropa seperti Denmark, Swedia, Inggris. Bosan melihat kekalahan demi kekalahan yang dialami Susi sebelum juara All England. Hampir selalu dikalahkan pemain-pemain China, seperti Li Lingwei, Han Aiping, bahkan juga sebaya Susi Susanti... Tang Jiuhong. Sampai kemudian tampil sebagai juara All England dan melejit jadi juara Olimpiade 1992, dan ketiga kalinya juara All England 1993.
Aklimatisasi
Aklimatisasi, penyesuaian diri pemain terhadap iklim dan cuaca lokal, adalah salah satu kunci seseorang untuk bisa perform dengan baik di berbagai turnamen. Sebab, tidak mudah bagi seorang pemain asal negeri tropis seperti Susi Susanti, Haryanto Arbi, untuk bisa 'tuned in' main di negeri-negeri dingin seperti di Inggris, apalagi Denmark, Swedia di Skandinavia.
Sebaliknya juga, pemain Eropa juga tidak mudah menyesuaikan diri dengan iklim dan hawa panas negeri tropis, setiap kali main di turnamen seperti Indonesia Open yang panas dan udaranya memiliki kelembaban tinggi. Mudah berkeringat, dan mudah capai, karena udara pengap.
Ketika Istora Senayan -- lokasi paling utama bagi turnamen bulu tangkis internasional di Indonesia di tahun 1960-1990-an masih belum berhawa dingin (AC) seperti sekarang ini, Istora disebut sebagai "neraka" pertandingan bagi pemain-pemain Eropa. Tidak banyak pemain Denmark yang berhasil melakukan aklimatisasi. Sehingga, banyak juara-juara Eropa mereka yang tumbang di Istora Senayan. Jens Peter Nierhoff misalnya. Baru tampil sebagai juara Eropa pada masa itu, langsung ngap, kepanasan dan langsung tumbang di babak-babak awal di Istora Senayan.
Salah satu pemain Denmark terhebat, yang berhasil melakukan aklimatisasi dengan baik di Istora Senayan, adalah Svend Pri. Salah satu catatan emas Svend Pri di Istora Senayan adalah ketika ia menundukkan Rudy Hartono di Piala Thomas (1974) di tunggal pertama.
Namun Denmark harus mengakui keunggulan Indonesia 8-1 dan Rudy Hartono dkk. meraih Piala Thomas, lambang supremasi kejuaraan bulu tangkis beregu. Â Svend Pri pula yang menghalangi Rudy Hartono untuk juara All England delapan kali berturut-turut, tahun 1975. Baru tahun 1976, Rudy juara All England untuk kedelapan kalinya.
Keberhasilan Anthony Ginting serta Jonatan Christie untuk tampil di All Indonesian Final di All England 2024 kali ini, membangkitkan kembali semangat Indonesia yang sudah terlalu lama naik turun, kekeringan prestasi bergengsi. Apalagi di semifinal kemaren, Anthony Ginting mengalahkan Viktor Axelsen yang hampir selalu mengalahkannya.