Mohon tunggu...
Jimmy S Harianto
Jimmy S Harianto Mohon Tunggu... Jurnalis - Mantan Redaktur Olahraga dan Desk Internasional Kompas

Redaktur Olahraga (1987-1993), Wakil Redaktur Opini dan Surat Pembaca (1993-1995), Redaktur Desk Hukum (1995-1996), Redaktur Desk Features dan Advertorial (1996-1998), Redaktur Desk Internasional (2000-2003), Wakil Redaktur Kompas Minggu (2003-2008), Redaktur Desk Internasional (2008-2012)

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Bisakah MKMK Membatalkan Putusan Kontroversial MK?

7 November 2023   03:27 Diperbarui: 7 November 2023   06:03 7175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua MK Anwar Usman (kanan) saat melantik Majelis Kehormatan MK yang akan memeriksa dirinya. (Foto: Mahkamah Konstitusi)

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dicurigai memuluskan pencalonan putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka (36), sebagai Calon Wakil Presiden dari Koalisi Indonesia Maju untuk mendampingi Capres Prabowo Subianto (16/10) lalu masih berbuntut panjang.

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang diketuai Prof Jimly Asshiddiqie hari Selasa (7/11/2023) hari ini mengumumkan hasil sidang atas laporan dugaan terjadinya pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim yang ditujukan pada Ketua MK Anwar Usman serta delapan hakim MK, saat menyampaikan putusan MK tentang batasan umur Capres dan Cawapres pada pertengahan Oktober lalu.

Putusan MK soal batasan umur yang dibacakan Ketua MK Anwar Usman Senin (16/10/2023) lalu itu "menolak permohonan Pemohon untuk batas usia Capres dan Cawapres 35 tahun (seperti UU No 42 tahun 2008)" namun memberi klausul "atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan Kepala Daerah," yang diduga memuluskan pengajuan Gibran Rakabuming yang saat itu masih menjabat Wali Kota Solo, untuk menjadi Cawapres pendamping Prabowo Subianto.

Ketua MK Anwar Usman (kanan) saat melantik Majelis Kehormatan MK yang akan memeriksa dirinya. (Foto: Mahkamah Konstitusi)
Ketua MK Anwar Usman (kanan) saat melantik Majelis Kehormatan MK yang akan memeriksa dirinya. (Foto: Mahkamah Konstitusi)
Batas usia Capres dan Cawapres yang ditetapkan MK adalah sesuai Pasal 169 huruf Q Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menyatakan, "berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk kepada daerah," ucap Ketua MK Anwar Usman di Sidang Pleno MK pertengahan Oktober itu.

Politik Dinasti

Gelombang reaksi terhadap putusan ini sungguh luar biasa. Berbagai kalangan masyarakat menyatakan kekecewaannya atas putusan MK yang dituding berbau "Politik Dinasti" lantaran Ketua MK Anwar Usman adalah ipar Presiden Joko Widodo, dan Gibran Rakabuming Raka adalah keponakannya.

Sesuai hukum yang berlaku di Indonesia, hakim MK yang memiliki potensi konflik kepentingan, seperti hubungan keluarga, semestinya mengundurkan diri dari Majelis Hakim. Sehingga, protes pun tidak hanya ditujukan pada Ketua MK Anwar Usman yang mengetuai sidang uji materiil Pasal 169 UU No 7 tahun 2017 itu. Akan tetapi juga delapan hakim MK lain yang ikut menggelar sidang uji materiil tersebut, karena membiarkan saja Hakim Ketua MK tidak mundur, meskipun mengetahui bahwa ada potensi konflik kepentingan terhadap perkara yang disidangkan.

Maka sejak (31/Oktober/2023) pun Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) bersidang atas laporan empat pihak Pelapor, yaitu Denny Indrayana ahli hukum, Zico Leonard Djagardo Simanjuntak, LBH Yusuf, serta perwakilan 15 Guru Besar/Akademisi yang tergabung dalam Constitutional and Administrative Law Society (CALS).

Lembaga MKMK pun dibentuk atas desakan laporan-laporan Pelapor ini. Ketua MK Anwar Usman pun membentuk dan melantik pada 23 Oktober 2023, para pejabat Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi yang beranggotakan tiga orang yaitu Wahiduddin Adams, Jimly Asshiddiqie, dan Bintan R. Saragih untuk memeriksa dirinya dan hakim-hakim MK lainnya. 

Wahiduddin Adams mewakili unsur Hakim Konstitusi. Jimly Asshiddiqie mewakili unsur tokoh masyarakat. Kemudian Bintan R Saragih mewakili unsur akademisi berlatar belakang bidang hukum. MKMK akan bekerja selama satu bulan, yaitu sejak 24 Oktober 2023 sampai dengan 24 November 2023.

Maka Sidang Pleno MKMK yang digelar hari Selasa (7/11/2023) ini menjadi menarik dan ditunggu-tunggu masyarakat politik kita, apakah putusan ini akan menegur, memberhentikan dengan hormat atau tidak hormat hakim-hakim yang diduga "memuluskan politik dinasti" menjelang Pilpres 2024 Februari mendatang. Ataukah malah mendesak perubahan putusan MK Oktober lalu?

Ketua MKMK Prof Jimly Asshiddiqie pekan lalu menyatakan, bahwa "telah terjadi kebohongan di antara para hakim MK", di antaranya membiarkan Ketua MK Anwar Usman yang jelas-jelas ipar Presiden Jokowi dan keponakan Gibran Rakabuming Raka, untuk ikut menyidangkan perkara uji materiil pasal 169 UU No 7 taun 2017 tentang batas umur Capres dan Cawapres. Uji Materiil yang diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) itu meminta agar batas usia Capres/Cawapres minimal 35 tahun seperti UU tahun 2008.

Soal batas umur Capres dan Cawapres, menurut asas hukum di Indonesia, tergolong "open legal policy" yang bisa diubah, jika memang tidak sesuai lagi dengan perkembangan. Dan meski hukum terbuka, namun ternyata menyimpan persoalan sendiri lantaran ketentuan batas umur yang berbeda-beda dalam berbagai peraturan pejabat publik.

Dalam ketentuan di Indonesia, syarat usia pencalonan 40 tahun (Presiden dan Wakil Presiden, sesuai UU No 7 tahun 2017), dan di bawah 40 tahun untuk jabatan publik yang dipilih melalui Pilkada, seperti jabatan Gubernur (30 tahun), Bupati dan Wali Kota (25 tahun), serta anggota DPR, anggota DPD dan anggota DPRD (21 tahun).

Hanya Bisa Diubah MK

Menteri Polhukam, Mahfud MD, ketika ditanya pers pekan lalu menyatakan, bahwa meski dirinya tak suka dengan putusan MK pertengahan Oktober lalu, namun ia menyatakan bahwa putusan MK itu final dan mengikat. Sehingga tetap harus dipatuhi.

Sementara, menurut Ketua MKMK kepada pers, "Putusan MK itu hanya bisa diubah oleh MK sendiri," katanya. Artinya, sidang MKMK hanya mengadili pelanggaran etik para hakim. Bukan mengadili putusannya.

Dan jika memang para pelapor bisa meyakinkan MKMK agar putusan MK diubah, pihak MKMK hanya bisa mendesak agar MK bersidang lagi untuk perkara yang sama, yakni uji materiil Pasal Ayat 169 Ayat Q UU No 7 tahun 2017. Tentunya dengan komposisi hakim MK yang berbeda, karena ke-9 hakim MK sebelumnya dilaporkan semua oleh masyarakat.

Repotnya, ketiga Capres dan Cawapres sudah mendaftar resmi ke KPU dan bahkan sudah melakukan proses pemeriksaan kesehatan, serta memenuhi semua persyaratan sesuai peraturan yang berlaku.

Kita tunggu, apa putusan MKMK hari ini.... *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun