Mohon tunggu...
Jimmy S Harianto
Jimmy S Harianto Mohon Tunggu... Jurnalis - Mantan Redaktur Olahraga dan Desk Internasional Kompas

Redaktur Olahraga (1987-1993), Wakil Redaktur Opini dan Surat Pembaca (1993-1995), Redaktur Desk Hukum (1995-1996), Redaktur Desk Features dan Advertorial (1996-1998), Redaktur Desk Internasional (2000-2003), Wakil Redaktur Kompas Minggu (2003-2008), Redaktur Desk Internasional (2008-2012)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Deep Purple, Gerald Ford dan Operasi Seroja

23 Desember 2022   21:23 Diperbarui: 24 Desember 2022   16:09 1019
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Sonora/Dokumentasi Kompas

Gitaris Deep Purple Tommy Bolin (tengah) dan vokalis David Coverdale (terpotong paling kanan) bertemu wartawan Jakarta usai jumpa pers di Hotel Sahid Jaya Boulevard, Jakarta Pusat sehari sebelum tampil konser di Gelora Senayan (5/12/1975)

Flash Back 5 Desember 1975

Sebuah kebetulan yang patut dikenang. Jumat malam itu super grup musik dari Inggris Deep Purple berkonser di Gelora Senayan Jakarta. Pada malam yang sama, di Istana Negara yang hanya berjarak 18 menit berkendara mobil dari Senayan, Presiden Soeharto tengah menjamu tamu negara Gerald Ford, Presiden Amerika Serikat yang hanya singgah berkunjung ke Jakarta selama 20 jam.

Di panggung terbuka Stadion Utama Senayan, vokalis David Coverdale, gitaris Tommy Bolin, pemain keyboards Jon Lord, 

gitaris bass Glenn Hughes dan drummer Ian Paice beraksi di hari kedua konser Deep Purple, dalam rangka mempromosikan album terbaru mereka, Come Taste the Band (1975).

Di Istana Negara Jumat malam itu juga, Presiden Soeharto dan Ibu Negara Tien Seoharto menjamu Presiden Gerald Ford dan Ibu Negara Betty Ford, dalam sebuah jamuan makan malam khas Nusantara dengan menu khas Indonesia, Soto Madura, makanan daging, ikan bandeng, dan minuman sari buah sirsak. Ada juga, pentas musiknya di Istana. Musik dan tari-tarian Jawa, Bali dan Sumatera untuk para tamu negara, termasuk Menteri Luar Negeri AS Henry Kissinger. (Kompas, Sabtu 7 Desember 1975).

Surat Kabar Kompas Edisi Sabtu (7/12/1975) itu tumplek-blek halaman utamanya didominasi foto-foto dan berita sambutan kunjungan Presiden Gerald Ford dan Ibu Negara Betty Ford. Berita pun didominasi hasil pertemuan kedua Kepala Negara. Dua foto besar menghiasi lima dari sembilan kolom Kompas di halaman satu -- menggambarkan suasana penyambutan yang dijaga ekstra ketat -- saat kedua Kepala Negara berkendara di jalan raya dari Bandara Halim Perdanakusumah Jakarta Timur menuju Istana Negara, melalui simpang Semanggi di Senayan. Sangat tidak jauh dari tempat konser akbar, Deep Purple di Gelora Senayan.

Surat kabar Kompas menggambarkan iring-iringan konvoi begitu elegan. Tampak mobil sedan mewah besar yang ditumpangi Presiden Gerald Ford maupun mobil Presiden Soeharto, keduanya mengenakan bendera masing-masing negara. Tetapi, kedua mobil Kepala Negara ini diiringi ketat mobil-mobil kap terbuka penuh aparat “US Secret Service” – dua di antaranya siap siaga  setiap saat melindungi Kepala Negaranya. Kedua mobil dinas rahasia AS ini tepat berada di samping kiri kanan mobil Presiden Gerald Ford yang antipeluru.

Acara jamuan terhadap tamu-tamu dari AS itu tidak hanya berlangsung di Istana Negara. Di tempat lain, di Gedung Press Club Jalan Juanda, sekitar 200 wartawan dari AS – yang datang ke Jakarta dari Peking di China setelah kunjungan kenegaraan Gerald Ford di sana – juga disambut khusus. Para wartawan dari AS itu tiba di Halim Perdanakusumah mencarter khusus dua pesawat, PanAm (Pan American Airlines) dan Northwest Orient yang diparkir di Bandara Halim Perdanakusuma dalam posisi khusus. Kedua “pesawat kewartawanan” itu  melindungi pesawat “Air Force One”, pesawat kepresidenan yang ditumpangi Kepala Negara AS.

Para wartawan AS ini dijamu khusus oleh kalangan pers Indonesia, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) serta jajaran Departemen Penerangan Republik Indonesia dalam sebuah jamuan tersendiri di Gedung Press Club Jalan Juanda, tak jauh dari Istana Negara dan Sekretariat Negara.

Kibaran Merah Putih

Maka apabila Anda penggemar musik rock – dan kebetulan Jumat petang itu mengantar keberangkatan para anggota super grup Deep Purple dan Hotel Sahid Jaya tempat mereka menginap di Jalan Sudirman, menuju Gelora Senayan? Jangan keburu ‘ge-er’ (gede rumangsa) dulu. Bendera Merah Putih yang berkibar di sepanjang jalan Sudirman dan juga Thamrin sore itu bukan untuk mengibari bintang-bintang rock pujaan Anda.

Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibu Kota (KDKI) Ali Sadikin memang sudah memberi instruksi kepada masyarakat Jakarta, dua hari sebelum hari kedatangan Tamu Negara. Bahwa seluruh warga penghuni jalan protokol Jakarta dari dan menuju bandara Halim Perdanakusumah wajib mengibarkan bendera selama dua hari, pada 5 dan 6 Desember 1975 guna menyambut kedatangan Presiden Gerald Ford, kepala negara adi daya mitra Indonesia.

Sementara di tempat konser Gelora Senayan, diberlakukan pengamanan ekstra ketat. Publik mengira, itu lantaran yang tengah konser musik, adalah pemusik-pemusik super grup yang dibayar mahal. Maka mereka perlu dijaga aparat siaga penuh lengkap dengan anjing pelacak dan anjing doberman segala. Rupanya pengamanan ketat ini tidak lepas dari persyaratan standar protokoler pengamanan US Security Service menjelang kedatangan Kepala Negara mereka. 

Beberapa hari sebelum hari-H, sesuai SOP aparat US Secret Service bahkan sudah mendahului datang, dan mensterilkan tempat-tempat berdekatan dengan jalan-jalan yang dilewati Kepala Negara dari AS tersebut. Termasuk di Gelora Senayan ini, tempat bakal konser Deep Purple.

Kebetulan yang tidak terduga, ada insiden yang menewaskan kru (mereka sebutnya roadies) yang jatuh setelah mabuk dari lantai atas Hotel Sahid Jaya Boulevard tempat mereka menginap. Bahkan dalam sebuah risalah di media DeepPurpleNet, secara hiperbola Glenn Hughes pemain bass Deep Purple mengatakan: “Konser di Jakarta seperti di neraka. Masih untung bisa lolos dari negeri itu dalam keadaan selamat...,” kata Glenn Hughes.

Glenn Hughes rupanya mencampur-adukkan dengan suasana hati galau yang sempat merundung manajemen dan anggota grup musik mereka yang sempat ditahan semalaman oleh aparat yang berwajib, akibat insiden yang menelan korban salah satu roadies mabuk mereka malam sebelum pentas hari kedua.

Bujukan Denny Sabri

Apalah kejadian sebenarnya. Yang pasti, suatu kehebatan tersendiri bagi Denny Sabri wartawan majalah musik Aktuil terbitang Bandung, yang mampu membujuk super grup itu untuk singgah berkonser di Jakarta. Denny Sabri. kebetulan kenal dekat dengan manajer tour Deep Purple dalam Tour Australia, Asia dan Amerika kali itu, Rob Cooksey. Deep Purple bersedia singgah di Jakarta, setelah diberi uang muka oleh Denny sebesar US $ 10.000 untuk bermain di depan 8.000 penonton.

Kepada saya, Denny Sabri sempat mengungkapkan bahwa manajemen Deep Purple sebenarnya sempat kecewa. Karena begitu sampai Hotel Sahid Jaya Jakarta, Deep Purple “dinego” kembali oleh promotor konser agar bersedia tampil dua kali pertunjukan pada 4 dan 5 Desember 1975.

 Mereka, menurut Denny, merasa terkecoh. Janji main satu kali, tetapi ternyata mereka dibujuk main dua kali pertunjukan. Itupun, tutur Denny, mereka ternyata main di depan massa yang jauh lebih banyak dari persetujuan semula. Mereka katakan, penonton ada sekitar 75.000 per pertunjukan.

Tetapi menurut perkiraan saya, hari pertama konser Deep Purple di Gelora Senayan 4 Desember 1975  itu jumlah penontonnya paling banter 30.000 orang, dan hari kedua pada 5 Desember 1975 ada kurang lebih 40.000 orang. Dengan harga karcis bervariasi dari VIP Rp 7.500 dan Rp 5.000, serta Kelas I dan “kelas festival” berdiri di depan panggung berkisar dari Rp 3.000, Rp 2.000, Rp 1.000. Kekecewaan berikutnya, menurut Rob Cooksey, Deep Purple semula mereka setuju terima bayaran manggung Rp 15 juta. Tetapi kemudian mereka menuntut tambahan lagi sehingga total bayaran mereka mencapai sekitar Rp 45 juta.

Sementara grup cadas kita, God Bless, yang tampil sebagai pembuka konser mereka pada hari kedua Jumat (5/12/1975) mendapat honor Rp 3 juta. Meski penuh persoalan dan perdebatan, menurut Denny Sabri, promotor Buena Ventura berhasil meraup pemasukan Rp 150 juta dari dua hari penampilan Deep Purple di Gelora Senayan.

(Sekadar untuk menghitung-hitung berapa besar biaya konser di bulan Desember 1975 saat itu. Kurs Mata Uang Asing menurut Kompas terbitan 6 Desember 1975 adalah sebagai berikut: AS Dollar Rp 416, Pounds Rp 853,14, Dollar Australia Rp 524,53, Dollar Singapura Rp 167,43. Bisa dibandingkan Kurs per (24/08/2021) AS Dollar Rp 14.402, 65, Pounds Rp 19.768,32, Dollar Australia Rp 10.398,67, Dollar Singapura Rp 10.619,23... )

Ya sudahlah. Apapun catatan-catatan dan komentar miring para pemain Deep Purple, seperti Glenn Hughes, Jon Lord, Ian Paice dalam berbagai media internasional, “konser neraka” di Gelora Senayan 4-5 Desember 1975 itu . merupakan tonggak sejarah panggung musik Indonesia. Konser Deep Purple dicatat  sebagai gelaran musik terbesar di Indonesia pada zaman itu.

Salah satu insiden yang membuat mereka trauma, adalah kejadian tewasnya kru (roadies) Deep Purple bernama Patrick atau Patsy Collins (31) yang tewas setelah berantem dalam keadaan mabuk dengan sesama kru, Patrick Callaghan (35) setelah bercumbu dengan perempuan. Insiden ini memaksa Patrick Callaghan dan manajer tour Deep Purple, Peter Cooksey, sempat mendekam di tahanan kepolisian, dinihari setelah hari pertama konser mereka pada 4 Desember 1975. Patrick dan Cooksey sempat bayar masing-masing US 2.000 dollar pada pihak kepolisian agar paspor mereka keluar. (Kompas Senin, 8 Desember 1875).

Deep Purple merangkum secara gamblang tour mereka di Australia, Asia – termasuk kejadian kelam di Jakarta – serta tour Amerika (1975) itu dalam sebuah dokumentasi film konser “Deep Purple, Rises over Japan” yang direkam secara profesional dengan lensa kamera 16mm di Budokan Hall, Jepang 15 Desember 1975 selepas konser mereka di Jakarta (1975).

Filem dokumentasi konser Deep Purple ini baru lengkap dirilis tahun (1977). Dan lebih lengkap lagi dirilis dalam “This Time Around: Live in Tokyo (2001)”. Beredar terbanyak masih dalam pita VHS yang kurang jelas gambarnya. Dan setelah 36 tahun, kembali dipulihkan rekaman konser mereka dalam disk Blu-Ray berjudul “Deep Purple: The Phoenix Rising” (2011). Edisi terlengkap ini, diisi dengan campuran suara stereo asli serta surround 5.1 baru.

Rekaman konser “Deep Purple: The Phoenix Rising” yang istimewa ini malah sempat memenangi penghargaan Leserwahl di Jerman sebagai “Blu-Ray Musik Terbaik” (2011). Rekaman ini bisa didapat di YouTube saat ini.

Jelang Operasi Seroja ke Timtim

Suasana media di Indonesia pada bulan Desember 1975 itu memang sedang hangat-hangatnya memberitakan kedatangan Presiden AS, Gerald Ford dan Betty Ford di Jakarta pada hari konser Deep Purple. Dan hanya selang satu hari, sebuah operasi militer besar-besaran dilakukan Indonesia di Timor Timur yang bergolak. Tepatnya pada 7 Desember 1975, tepat tiga hari setelah kunjungan Presiden AS Gerald Ford ke Jakarta.

Operasi Militer Seroja – yang terjadi pada 7 Desember 1975 atau dua hari setelah kunjungan Presiden AS Gerald Ford, maupun konser Deep Purple di Jakarta tentunya – menjadi headlines di berbagai media asing waktu itu. Kalau konser Deep Purple diberitakan sebagai “konser neraka”, maka pengiriman operasi Seroja ke Timor Timur itu dilabel media massa dunia sebagai “invasi Indonesia ke Timor Leste (Timtim)”.

Ada spekulasi beredar, bahwa momentum kedatangan Presiden AS Gerald Ford ini juga dimanfaatkan Indonesia sebagai persiapan “saat yang tepat melakukan operasi militer” di Timor Timur.

Kegentingan memang tengah melanda bumi Timor Leste, atau Timor Timur versi penguasa Indonesia. Jumat (28/11/1975) sepekan sebelum kedatangan Presiden Ford ke Jakarta, dan juga sepekan sebelum konser Deep Purple itu, pihak partai berpengaruh Timtim, Fretilin, memproklamirkan kemerdekaan Timor Portugis. Proklamasi ini tentunya diprotes partai pro-integrasi dengan Indonesia, UDT dan Apodeti. Proklamasi Fretilin ini dinilai UDT dan Apodeti sebagai mencederai kesepakatan “memorandum saling pengertian” yang dicapai antara Fretilin, UDT dan Apodeti di Roma awal November tahun 1975.

Ketika berkunjung ke Jakarta bersama Gerald Ford, Menlu AS Henry Kissinger menyatakan tak mengakui proklamasi sepihak Fretilin ini. Konsekuensi proklamasi kemerdekaan Timtim ini menyebabkan hubungan Republik Indonesia dengan Portugal pun putus.

Indonesia pun kemudian mengirimkan Operasi Seroja ke Timor Timur, dua hari setelah kunjungan Presiden AS Gerald Ford ke Jakarta (5/12/1975). Dan beberapa saat setelah Operasi Seroja? Dili ibu kota Timport (Timor Portugis) pada 7 Desember 1975 pun jatuh ke tangan empat partai pro-Indonesia, UDT, Apodeti serta KOTA dan Trabalhista.

Menlu RI Adam Malik, menurut surat kabar Kompas, membenarkan Portugal memutuskan hubungan diplomatik dengan Indonesia yang sudah dibina sejak 1964, setelah jatuhnya Dili ini.

Beritaku pun Tergusur

Suasana genting di Indonesia pas bersamaan dengan konser rock Deep Purple di Gelora Senayan ini sungguh membuat reportase beritaku, tentang konser Deep Purple, digusur dengan berita-berita perang. Tulisan reportase saya berjudul “Deep Purple: Supergrup Inggris yang Kenal Burung Kakatua” pun digusur berita-berita hangat politik.

Berita Deep Purple baru di Kompas Senin (8/12/1975). Dimuat di Halaman III dengan dua foto empat kolom saat Deep Purple mengakhiri konsernya di Jakarta dengan lagu “Highway Star”. Boleh dikata lagu yang paling akrab di telinga penggemar Deep Purple di Indonesia saat itu di samping “Smoke on the Water”.

Dan asap mesin dry-ice yang tebal pun memenuhi panggung. Para anggota Deep Purple, bergegas turun panggung usai “Highway Star” karena suasana konser malam itu berubah rusuh. Dan anjing-anjing pelacak petugas keamanan ikut terjun ke arena publik, penonton Deep Purple. Semua tentunya gara-gara situasi genting negeri, akibat Timor Leste menyatakan diri Merdeka. Juga hingar bingar kedatangan Presiden AS Gerald Ford dan Menlu AS Henry Kissinger...*

***

(JIMMY S HARIANTO, wartawan Kompas 1975-2012)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun