Ketika masih jadi penduduk kota Solo sampai awal 1970an, pernah saya merasa dibuat ribet dengan diubahnya nama-nama jalan.
Sungguh seperti ada kisah masa kecil yang hilang, ketika kampung kesayangan dan tempat kelahiranku diganti menjadi Arum Dalu. Padahal nama sebelumnya Mangkubumen begitu bersejarah dan lebih mengena di hati.
Plang-plang nama jalan di seputar kelurahan Mangkubumen, Kecamatan Banjarsari jadi berubah total. Dulu, ketika masih main layang-layang, sering mencari tempat jago gelas di Pasar Beling, di sebelah timur Mangkubumen, sudah diubah namanya jadi nama pahlawan.Â
Lebih meribetkan lagi, nama kampung kelahiranku Mangkubumen, diubah jadi Arum Dalu. Entah apa yang ada di pikiran pengubahnya, kenapa pilih nama Arum Dalu? Apa isinya orang-orang yang hanya harum di waktu malam? Memang, ada beberapa spot di Mangkubumen yang jadi "rumah kos" orang panggilan. Tetapi apa ya karena itu lalu namanya Arum Dalu?
Mangkubumen itu menyimpan seribu kenangan di masa silam, terkait sejarah terbentuknya kota Surakarta atau Sala (Solo).Â
Ada yang mengatakan, dulu memang ada "dalem" (rumah bangsawan) besar Mangkubumi. Dan dalem itu di zaman kolonial, diubah menjadi Rumah Sakit oleh Belanda. Tadinya Ziekenzorg -- yang dieja oleh rakyat kebanyakan, termasuk kalau mau naik becak ke rumah sakit tersebut -- Sikensoro. (Tempatku main layang-layang, di dalam halaman luas RS Mangkubumen).Â
Setelah kemerdekaan, disebut sebagai RSUP Mangkubumen. Kemudian ganti lagi jadi, RSUP Tjiptomangunkusumo. Sekarang? Ha, ha, ha.... Sudah menjadi mall besar elit, Paragon dengan menara apartemen menjulang di belakangnya.
Penandanya? Ada "mbing-mbing" (ari-ari yang dipendam, setelah bayi lahir) Pangeran Mangkubumi. Belakangan, papan nama di menara Mbingmbing itu sudah diganti marmernya, diuraikan bahwa tempat tersebut bukan tempat mbingmbingnya Pangeran Mangkubumi.Â
Mungkin juga ada kaitan dengan Pangeran Mangkubumi, yang membelot dari raja keponakannya Paku Buwana III, musuh besar kolonial Belanda dan setelah Perjanjian Giyanti menjadi raja pertama Yogyakarta, Hamengku Buwana I.Â
Namun, anehnya, semua jejak Pangeran Mangkubumi itu tidak ada bekasnya di Surakarta. Atau dihilangkan kolonial? Padahal dalam perpecahan Mataram, menjadi Surakarta dan Yogyakarta, Pangeran Mangkubumi jelas aslinya dari Surakarta.Â