Mohon tunggu...
Jimmy S Harianto
Jimmy S Harianto Mohon Tunggu... Jurnalis - Mantan Redaktur Olahraga dan Desk Internasional Kompas

Redaktur Olahraga (1987-1993), Wakil Redaktur Opini dan Surat Pembaca (1993-1995), Redaktur Desk Hukum (1995-1996), Redaktur Desk Features dan Advertorial (1996-1998), Redaktur Desk Internasional (2000-2003), Wakil Redaktur Kompas Minggu (2003-2008), Redaktur Desk Internasional (2008-2012)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Dua Abad, Keris Naga Siluman Milik Diponegoro Itu Hilang

31 Desember 2021   11:45 Diperbarui: 31 Desember 2021   15:47 3439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keris Kanjeng Kiai Naga Siluman.| Sumber: Foto Usman Denhaag

 “Kesimpulan Pott tidak meyakinkan, karena tak didukung dokumen-dokumen yang pasti,” kata Prof Margana di Yogyakarta pada pertengahan Maret lalu.

Tahun 2017, dibuat riset lagi dipimpin Prof Susan Legene dari Vrije Universiteit, Amsterdam. Prof Legene menemukan sebuah keris yang lain yang dianggap milik Pangeran Diponegoro. Kesimpulan juga kurang meyakinkan, tak ada bukti-bukti kuat yang mendukung.

Tahun yang sama, 2017 tim ketiga juga melakukan penelitian terhadap keris lain lagi, keris yang ketiga, dipimpin Johanna Leifeldt dari museum Volkenkunde Leiden yang didasarkan pada tiga (3) dokumen penting yang mengunjuk bahwa keris ketiga itu milik Pangeran Diponegoro.

“Surat pertama adalah surat menyurat atau korespondensi antara Sekretaris Kerajaan Belanda (De Secretaris van Staat) dengan Directeur General van Het Department voor Waterstaat, Nationale Nijverheid en Colonies semacam departemen pengairan di Hindia Belanda, antara tanggal 11 Januari sampai 25 Januari 1831, beberapa bulan setelah penangkapan Diponegoro Maret 1830 yang isinya: Kolonel Cleerens akan menyerahkan sebuah keris kepada Raja Willem I. Akhirnya keris itu diterima oleh Willem I kemudian disimpan di Kabinet Kerajaan (untuk barang antik) Koninklijk Kabinet van Zeldzaamheden (KKVZ). Tidak disebutkan nama kerisnya…,” tutur Prof Margana.

Dokumen penting kedua yang dipakai adalah Surat Kesaksian (panglima perang Diponegoro) Sentot Prawirodirdjo, dalam huruf Jawa dan diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda pada Mei 1830 (Diponegoro ditangkap di Magelang 28 Maret 1830).

“Bahwa Sentot dengan mata kepala sendiri melihat Pangeran Diponegoro menghadiahkan kerisnya Naga Siluman kepada Kolonel Cleerens, untuk diserahkan pada raja Belanda,” tutur Prof Margana. Penyerahan keris Naga Siluman (Naga Seluman) ini dimaknai sebagai semacam penyerahan pemimpin Perang Jawa ini pada Belanda. 

Dokumen ketiga, adalah kesaksian Raden Saleh pelukis Indonesia yang tinggal di Belanda semasa Pangeran Diponegoro, yang pernah melihat langsung keris tersebut. Raden Saleh, yang tinggal di Belanda dan Eropa selama lebih kurang 23 tahun (tahun 1851 Raden Saleh kembali ke Indonesia), melihat keris tersebut untuk kepentingan melukis tentang Diponegoro.

“Raden Saleh menuliskan apa itu makna keris Naga Siluman, juga deskripsi ciri-ciri fisik keris itu, ada gambar naga di bilahnya, dibungkus prada emas, tetapi prada hilang tinggal ada emas di ujung buntut. Juga ciri-ciri pakai luk,” kata Prof Margana. Tetapi ia mengaku, tak bisa membaca semua tulisan yang ditulis membujur di atas kertas kesaksian Sentot Prawirodirdjo, karena yang dibaca Prof Margana hanya kopinya.

“Tulisan kecil-kecil, di kopian sehingga tidak semua bisa saya baca. Setahu saya tidak disebutkan jumlah luknya berapa…,” kata Margana. 

Dalam kutipan keterangan lain, kesaksian Raden Saleh menyebutkan jumlah luk kerisnya, luk 13. Margana mengaku akan melihatnya lagi pada kertas aslinya. Repotnya, Gedung Kabinet Kerajaan Belanda itu pernah terbakar. Sehingga dokumen-dokumen yang menyertai benda-benda bersejarah yang disimpan disitu, hilang. Tinggal tersisa nomor register, yang dituliskan di kayu warangka kerisnya, dan juga gagangnya. Nomor-nomor register itu tidak menyebutkan keris-keris Pangeran Diponegoro yang mana.

“Keris-keris (Pangeran Diponegoro dan juga raja-raja se-Nusantara) tidak pernah hilang di Belanda. Yang hilang hanya catatannya,” kata Prof Margana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun