Presiden Jokowi dalam membentuk kabinet Indonesia Maju 2019-2024 memberikan penekanan dalam sektor perekonomian Indonesia. Pembangunan perekonomian suatu negara saat ini diyakini melalui tiga sektor yakni perdagangan khususnya ekspor dan impor, investasi, dan pariwisata.
Dalam mewujudkan hal tersebut Presiden telah memilih orang-orang terkemuka di bidangnya seperti Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut B Pandjaitan, Menteri Perdagangan Agus Suparmanto, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menlu RetnoMarsudi, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama, Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, dan Kepala BKPM Bahlil Lahadalia.
Bahkan Presiden juga telah menunjuk beberapa wakil menteri untuk membantu pembangunan perekonomian tersebut seperti Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara, Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Angela Tanoesoedibjo, Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar, dan dua dua Wakil Menteri BUMN yakni Kartika Wiryoatmojo dan Budi Gunadi Sadikin.
Menurut Bank Dunia, dari total ekspor dunia tahun 2017 (AS$ 15,69 triliun), negara yang paling banyak melakukan ekspor adalah Amerika Serikat (AS$ 2,06 triliun), Tiongkok (AS$ 1,35 triliun), Jerman (AS$ 1,05 triliun), Inggris (AS$ 608 miliar) dan Perancis (AS$ 586 miliar).
Sementara ekspor Indonesia (AS$ 135 miliar atau sekitar Rp 1.890 triliun) masih cukup rendah bahkan di bawah beberapa negara anggota ASEAN seperti Malaysia (AS$ 167 miliar), Thailand (AS$ 174 miliar), Vietnam  (AS$ 212 miliar), dan Singapura (AS$ 244 miliar).
Sebenarnya tahun 2018 terdapat kenaikan  ekspor Indonesia yang sudah mencapai ASD 180 miliar atau Rp 2.520 triliun), namun masih tetap di bawah Malaysia, Thailand, Vietnam dan Singapura.
Apa yang membuat ekspor negara lain bisa sangat besar seperti negeri dengan penduduk terbesar di dunia Tiongkok (1,4 miliar penduduk) dan negara dengan penduduk kecil seperti Singapura (5 juta jiwa)? Memang tidak mudah. Tapi ada beberapa pelajaran bagi kita khususnya di bawah pemerintahan Jokowi dalam lima tahun mendatang.
Tiongkok itu baru melakukan ekspor tahun 1995 dan saat itu nilainya masih jauh di bawah Singapura. Namun pemerintah Tiongkok membuat seluruh aparat pemerintahnya untuk fokus pada bidang ekonomi termasuk politik luar negerinya. Maka pada tahun 2018 ini Tiongkok sudah menjadi eksportir terbesar di dunia.
Apa biasanya persoalan yang dihadapi Indonesia? Para pengusaha Singapura yang sering bolak balik ke Indonesia memberi sedikit pencerahan. Mereka melihat bahwa Indonesia itu memiliki produk ekspor yang kualitasnya sangat baik dan pantas menaikkan ekspor Indonesia. Namun mereka bandingkan dengan di Singapura bahwa di Indonesia terlalu rumit birokrasinya. Di Singapura sama sekali tidak diperlukan izin untuk melakukan ekspor dan impor.
Sebagai contoh produk furniture di Indonesia sangat bagus dan harganya sangat murah. Kalau itu dijual di Singapura harganya bisa melonjak sampai 600%. Lalu kenapa tidak diekspor saja? Rumit untuk melakukannya karena harus melakukan urusan birokrasi yang secara teori mudah tapi di lapangan masih sulit. Mudah-mudahan Kabinet Indonesia Maju 2019-2024 ini bisa memecahkan persoalan ini. Â
Para pengusaha Singapura itu juga mengatakan bahwa pencairan alat tukar dalam ekspor impor berupa letter of credit (LC) di Singapura cukup satu hari saja sementara di Indonesia paling cepat perlu tiga minggu. Bagi pengusaha satu hari saja sangat berguna.
Bagaimana dengan pengusaha Indonesia sendiri? Pandangannya cukup menarik. Misalnya perusahaan yang bergerak di bidang pertanian yang sudah melakukan ekspor ke 70 negara di dunia. Perusahaan ini mendapatkan permintaan yang sangat besar dari berbagai negara karena kualitas dan proses yang modern telah mampu menghasilkan produk yang prima. Permintan besar dari negara maju sangat besar, namun sayangnya tidak mampu memenuhi permintaan itu karena lahan yang dibutuhkan sangat terbatas. Padahal perusahaan ini sudah melibatkan puluhan ribu petani di sekitarnya.
Dalam kaitan ini Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar harus mampu menyediakan lahan yang diperlukan oleh para pengusaha yang bergerak di sektor pertanian agar mereka dapat meningkatkan ekspor kita dalam lima tahun mendatang ini.
Pendekatan lama yakni penyelesaian secara sendiri-sendiri dan tidak menyeluruh harus segera ditinggalkan. Indonesia perlu menerapkan apa yang dilakukan Tiongkok di mana seluruh sekotor terkait bersatu padu memajukan perekonomian mereka.
Tentu saja dalam memajukan perekonomian Indonesia itu semua aspek harus dipertimbangkan terutama aspek lingkungan hidup agar kesinambungan hidup bisa terjamin. Namun menganggap peningkatan ekspor hanya berada di bawah kementerian perdagangan, sektor pariwisata hanya kewenangan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, dan peningkatan investasi hanya uruan BKPM, akan membuat Indonesia tetap berada di bawah negara-negara lain.
Indonesia bisa maju jika Kabinet Indonesia Maju mau melakukan perubahan dan terobosan antara lain dengan menghadapi masalah secara bersama-sama, bukan hanya secara sektoral.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H