Kemudian perlu dipikirkan apakah di ibu kota baru itu diperlukan seorang gubernur, dan beberapa walikota untuk mengaturnya. Salah satu alternatif yakni dengan memindahkan ibu kota provinsi di Kalimantan ke ibu kota baru itu. Alternatif kedua mengganti nama kota tempat ibu kota baru itu nantinya menjadi Sukarnopura.
Pemindahan ibukota itu sebaiknya juga memikirkan lokasi perkantoran yang permanen seperti Istana Presiden, Istana Wakil Presiden, Gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Gedung Dewan Perwakilan Daerah, Gedung kementerian/lembaga, dan lain-lain. Mengingat di masa mendatang masyarakat Indonesia sudah makin dewasa dan cerdas, tidak lagi gemar merusak Gedung, maka diperlukan tempat luas yang bisa digunakan untuk melakukan demonstrasi. Misalnya seperti lapangan hijau yang luas di ibu kota Australia, Canberra, yang mampu menampung demonstran dalam jumlah yang sangat banyak. Bila perlu dibuat jenisnya.
Jika demonstrasi itu menyangkut kepentingan nasional sangat genting maka tempat itu harus bisa menampung dua juta orang. Jika lebih kecil bisa menampung lima ratus ribu orang, dan yang lebih kecil lagi bisa menampung seratus ribu orang atau kurang dari itu. Namun di tempat demonstrasi itu sebaiknya tidak dibiarkan ada bangunan yang terbuat dari kaca karena rentan untuk dilempari orang.
Jika sudah jadi, maka penulisan sejarah ibu kota itu juga perlu dengan mencantumkan nama Presiden Joko Widodo yang tahun 2019 secara resmi mengajukannya di depan sidang Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah.
Semoga pemindahan ibu kota Indonesia ke Kalimantan itu bisa lebih mempercepat laju pembangunan Indonesia dan masyarakat Indonesia semakin makmur dan sejahtera hidupnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H