Sambil terisak saya jawab, "Dipukul Bu..".
Ibu Wali Kelas memeluk saya dan berucap, "Sudah.. sudah jangan nangis", karena saya malah tambah menitikkan air mata. Adegan ini disaksikan satu kelas lhoo.. jadi malu.
Kejadian ini tidak saya ceritakan ke siapa-siapa, ke kakak, adik apalagi ke Orang Tua. Mungkin karena saya malu, jadi ... ya sudahlah.
Tapi rupanya ada teman saya yang cerita kejadian yang menghebohkan satu kelas ini ke kakak saya yang juga bersekolah di SD yang sama. Kakak saya pun menyampaikan kepada Orang Tua saya. Waktu di interogasi Orang Tua, saya sih santai aja cerita kejadiannya karena saya pikir, ya sudahlah buat pelajaran agar ngga gambar-gambar lagi di kelas.
Dua hari kemudian, Pak Guru Bahasa Inggris memanggil saya ke kantor guru. Dan disitu Beliau minta maaf atas apa yang telah dilakukannya.
Belakangan terungkap, ternyata sehari sebelumnya, Orang Tua saya datang menemui Kepala Sekolah untuk menyampaikan protes atas kejadian kekerasan tersebut. Hal ini tentu saja membuat panik Kepala Sekolah, sebab Orang Tua saya ini masih ada hubungan famili dengan Pemilik Yayasan yang mengelola Sekolah ini.
Kelihatannya, sudah diselesaikan secara musyawarah mufakat, sehingga Pak Guru Bahasa Inggris tidak sampai dipecat. Pantesan Beliau minta maaf ke anak kecil kayak saya ini.
- Pemukulan Kedua (1979)
Ini waktu saya kelas 2 SMP Negeri juga di daerah Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Kali ini pas pelajaran Bahasa Indonesia yang Pak Gurunya dari Ambon Maluku.
Ditengah jam pelajaran, saya ngobrol-ngobrol dengan teman sebangku yang kebetulan tangannya lagi sakit. Sakitnya itu sama persis dengan tangan saya sehingga kita ngobrolin bagaimana cara penyembuhannya.
Kami berdua pun dipanggil oleh Pak Guru ke depan kelas dan ditanya, "lagi ngobrolin apa?". Â Setelah kami jawab, tiba-tiba ... PLAK! PLAK! ... kami berdua ditabok pipinya tanpa bisa menghindar.