Pesawat kami berangkat sekitar jam 12 malam dan transit lebih dulu di Singapura untuk kemudian mendarat di bandara Narita Tokyo sekitar jam 6 pagi waktu setempat. Waktu itu rasanya kurang tidur karena perbedaan waktu 2 jam sehingga jarum jam saya masih menunjukan jam 4 pagi waktu Jakarta.
Setelah pesawat mendarat di Tokyo, kami perlu naik kereta lagi ke kota Yokohama yang jaraknya sekitar 1,5 jam dari Tokyo. Bayangkan dengan membawa koper-koper perlengkapan pakaian untuk 1 tahun, kami harus transit pindah transportasi dari pesawat ke kereta.
Tapi disinilah kami mulai merasakan kemudahan transportasi ala Jepang. Sama sekali tidak ada kerepotan dan kebingungan untuk pindah transportasi dari pesawat ke kereta karena semuanya telah terintegrasi. Dan petunjuk-petunjuknya pun cukup jelas karena terdiri dari 2 bahasa, bahasa Jepang dan bahasa Inggris.
*
Selama 6 minggu pertama kami ditempatkan di Yokohama Kenshu Center (YKC) di kota Yokohama. YKC ini adalah milik The Association for Overseas Technical Cooperation and Sustainable Partnerships (AOTS) yaitu sebuah organisasi pengembangan sumber daya manusia negara-negara berkembang untuk mempromosikan kerja sama teknis melalui pelatihan, pengiriman tenaga ahli, dan program lainnya. Dan Perusahaan kami bekerja sama dengan AOTS untuk mengurus kami selama berada di Jepang.
YKC ini berbentuk seperti apartemen, kami mendapatkan 1 kamar perorang. Gedung ini dilengkapi dengan lobby, resepsionis, ruang-ruang kelas, kantin, aula olah raga sampai ruangan cuci setrika di tiap lantainya.
Boleh dibilang, program di YKC ini adalah program adaptasi kehidupan kami di Jepang. Programnya antara lain, mendalami bahasa Jepang, budaya Jepang, homestay di rumah penduduk, tanggap darurat karena Jepang sering dilanda gempa bumi serta program wisata ke kota-kota yang bisa kita pilih. Pokoknya enak banget deh karena semuanya gratis.
Program Homestay di rumah penduduk benar-benar memberikan kami gambaran keramahan masyarakat Jepang. Dimana kami diajak ngobrol dan makan ala Jepang.
Biasanya rumah penduduk yang menerima homestay berisi sepasang suami istri yang sudah tua sehingga mereka menganggap kami seperti anak sendiri, begitu pula sebaliknya kami menganggap mereka sebagai orang tua sendiri.
Di akhir program, kami memilih wisata ke gunung Fuji dan kota Hiroshima. Alasannya adalah, saat itu musim dingin sehingga kita bisa main ski di kaki gunung Fuji. Sedangkan Hiroshima kami pilih karena ingin melihat bukti-bukti jatuhnya bom atom di kota tersebut.