Mohon tunggu...
Andri S. Sarosa
Andri S. Sarosa Mohon Tunggu... Insinyur - Instruktur, Trainer, Konsultan Sistem Manajemen + Bapak yang bangga punya 5 Anak + 1 Istri

Insinyur lulusan Usakti

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Perjuangan bersama Ford Indonesia: Dari Opas sampai Presiden Direktur

29 Januari 2016   10:59 Diperbarui: 10 Maret 2024   21:04 3137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ford menghentikan aktivitas operasionalnya di Indonesia membuat terkejut sebagian besar pecinta otomotif, termasuk saya. Memang, saat ini saya tidak memiliki mobil Ford. Tapi merk mobil legendaris ini punya sejarah panjang dalam kehidupan saya.

Hengkangnya Ford membuat banyak kalangan ingin melihat kembali sejarah panjang kiprah Ford di Indonesia. Sayang, tidak banyak situs yang menceritakan awal mula masuknya Ford di Indonesia.

Bahkan dari situs Ford Motor Indonesia (FMI), kita hanya dapat melihat secuil sejarah Ford sebagai berikut:
"Ford telah hadir di Indonesia sejak 1989, saat itu Ford di Indonesia diwakilkan oleh Indonesia Republic Motor Company (IRMC). PT Ford Motor Indonesia diresmikan pada bulan Juli 2000 sebagai Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) Ford di Indonesia."

**
Kok sejak 1989?
Padahal, setahu saya, Ford sudah ada jauh sebelum tahun 1989 melalui IRMC.

PT. Indonesia Republic Motor Company (IRMC) didirikan tahun 1954 oleh Hasjim Ning. Hasjim Ning sebagai tokoh penggagas industri otomotif nasional, sebelumnya mendirikan NV. Indonesia Service Company (ISC) pada tahun 1950. Kemudian bersama Toto Bachrie, beliau juga mendirikan NV Djakarta Motor Co.

Semua perusahaan yang didirikan Hasjim Ning berkiblat ke Eropa karena saat itu industri mobil Jepang belum booming. Djakarta Motor fokus sebagai dealer (ATPM) mobil-mobil Simca, AMC (American Jeep), Chrysler (Dodge) sedangkan IRMC difokuskan pada mobil Ford dari Eropa (Inggris) dan Australia. ISC sendiri fokus pada perakitan (assembly) mobil-mobil tersebut.

Obsesi Hasjim Ning pada industri mobil di Indonesia sudah sangat jauh kedepan, bagaimana Indonesia bisa memproduksi mobil sendiri. Karena itu beliau mendatangkan mobil dengan cara SKD (Semi Knock Down) dan CKD (Complete Knock Down), tentu dengan tujuan agar sebagian komponen bisa dibuat di Indonesia sesuai dengan kebijakan Pemerintah dikemudian hari.

**

Lalu kenapa IRMC berkiblat pada Ford Inggris dan Australia, bukan Amerika?

Jawabannya sederhana, karena aturan lalu lintas di Inggris dan Australia sama dengan Indonesia yang mewajibkan mobil berjalan di lajur kiri!
Jika mendatangkan mobil Ford dari Amerika, maka kita harus memodifikasi dari setir kiri ke setir kanan. Jangan-jangan nanti setelah setirnya dipindah, pedal gas dan pedal rem lupa dipindah, repot kan?!

Seiring dengan berjalannya waktu, mobil Ford yang pertama masuk ke Indonesia adalah Ford Anglia dan Ford Prefect dari Inggris. Walaupun dari segi penjualan tidak terlalu baik tapi Ford Prefect cukup memanjakan penggemar otomotif untuk menikmati mobil rasa Eropa dengan harga lebih murah daripada mobil-mobil yang beredar saat itu seperti Landrover, Morris, Leyland, Chevrolet, Bedford, Mercedes Benz, Opel dll.

Perkembangan dunia otomotif di Indonesia mulai menarik bagi pengusaha untuk melirik produk-produk Jepang dengan ditandai masuknya mobil Jepang Mazda dan Hino pada tahun 1959 ke pasar Indonesia lewat PT. National Motor yang didirikan oleh Bachtiar Lubis yang kemudian berkolaborasi dengan Agus Ismail Ning (putra Hasjim Ning).

IRMC tidak tinggal diam menghadapi ancaman masuknya mobil-mobil Jepang, mereka mengeluarkan produk andalan Ford Cortina dari Inggris dan Ford Falcon dari Australia.

Ford Cortina diandalkan sebagai mobil keluarga yang compact dan bersaing dengan mobil-mobil sekelas Holden Torana, Mazda 323 dan Toyota Corolla. Sedangkan Ford Falcon ditujukan untuk kaum eksekutif dan bersaing dengan Holden Kingswood, Mercedes, BMW 520, Toyota Cressida dll.

**

Waktu terus bergulir, medio tahun 1970-an serbuan mobil-mobil Jepang terus menggerus pasar otomotif Indonesia. Tokoh-tokoh bermodal besar seperti Liem Sioe Liong (Suzuki), Sjarnubi Said (Mitsubishi), Ang Kang Ho (Honda), Atang Latief (Suzuki), Sudwikatmono (Suzuki), Mochtar Riyadi (Suzuki), Bachtiar Lubis (Mazda), Affan Family (Nissan), Ibnu Sutowo (Mitsubishi) dll. masuk ke dunia otomotif untuk ikut serta membangun industri otomotif nasional, belum lagi grup Astra (Toyota) yang dimodali langsung dari Jepang, semua membuat “kue” yang tersaji harus dibagi-bagi.

Dengan masuknya tokoh-tokoh bermodal besar ke dunia otomotif Indonesia, persaingan bisnis semakin ketat. Semua pilihan aneka ragam mobil tergantung dari konsumen. Konsumen Indonesia kebanyakan lebih memilih mobil-mobil Jepang karena harga yang ditawarkan lebih murah dari pada mobil non Jepang, walaupun sedikit mengorbankan kenyamanan.

IRMC yang sejak tahun 1976 dipimpin oleh Presiden Direktur H. Sarosa Ratam, mulai terkena dampaknya. “Kue” yang didapat Ford makin lama makin mengecil walaupun Ford telah mengeluarkan beberapa varian baru untuk Ford Cortina dan Ford Falcon tapi tingkat penjualan semakin menurun.

Puncaknya pada tahun 1980, IRMC sebagai agen tunggal merk Ford di Indonesia terpaksa melakukan PHK terhadap sebagian besar karyawannya. IRMC kala itu hanya menyisakan 2 orang karyawan, diluar security, yaitu Presiden Direktur H. Sarosa Ratam dan Tjaslam sebagai OB (Office Boy).

**
Tapi ternyata PHK yang dilakukan Sarosa adalah pilihan strategi untuk menggaet investor baru. Tahun 1981, IRMC merger dengan PT. Harapan Mobil Nusantara (HMN).

Saham IRMC yang tadinya 52% dimiliki Hasjim Ning, 10% Ny. Ali Murtopo (Yayasan Harapan Kita), 10% Saso Sugiarso (Pakarti Yoga) dan 2,6% dibagi kepada J.R. Koesman (Komisaris), G.S. Hoepoedio (Komisaris) dan H. Sarosa Ratam (Presiden Direktur) beralih menjadi 33% Hasjim Ning, 33% PT. Amalgam (Halim Group) dan 33% PT. Gajah Tunggal (Nur Salim). Sarosa pun kembali dipercaya menjadi salah satu Direktur dan didampingi oleh para profesional dari HMN.

Sarosa Ratam dinilai sosok yang profesional dan jujur sehingga masih tetap dipertahankan didalam jajaran Direksi IRMC. Kejujuran dan anti korupsi inilah yang diajarkan oleh pamannya Hoegeng Imam Santoso mantan Kapolri.

Kepercayaan yang diberikan pemegang saham, tidak disia-siakan Sarosa. Bersama jajaran Direksi lainnya, strategi baru untuk menghidupkan kembali Ford di Indonesia pun dilakukan. IRMC, melalui ISC, merakit mobil Ford rasa Jepang Ford Laser dan Ford Telstar yang merupakan saudara kembar Mazda 323 dan Mazda 626. Hal ini bisa dilakukan karena Ford Motor Company pusat telah memiliki saham di Mazda Jepang.

Ford pun kembali menjadi pemain otomotif yang disegani di Indonesia melalui varian Ford Laser TX3 dan Ford Telstar TX5. Ford Laser TX3 bahkan beberapa kali menjuarai rally tingkat nasional.

Ford kembali ke masa jayanya apa lagi setelah IRMC “merelakan” Ford Laser versi sedan untuk dijadikan Taksi di Jakarta. Sebagian besar operator Taksi di Jakarta menggunakan Ford Laser yang tangguh dan irit bahan bakar.

**

Ford kalah bersaing di Indonesia bukanlah hal yang baru. Ford (IRMC) pernah mengalaminya di tahun 1980. Dan pada tahun 2016, Ford (FMI) kembali kalah bersaing dengan mobil Jepang. Bedanya, pada krisis tahun 1980 Ford kembali bangkit akan tetapi tahun 2016 ini Ford memilih hengkang dari Indonesia.

Kenapa? Salah satunya menurut saya adalah IRMC berorientasi pada industri mobil sedangkan FMI lebih kepada bisnis mobil dimana mobil yang dijual di Indonesia adalah hasil impor CBU (Complete Build Up) dari mancanegara utamanya Thailand. Alhasil, sebagai penjual tentu FMI akan menanggung kerugian besar jika mobilnya tidak terjual. Berbeda dengan industri, sebangkrut apapun IRMC masih ada aset yang bisa dilirik oleh investor baru.

Hal ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang membuka kembali keran impor mobil ke Indonesia sehingga industri otomotif di Indonesia pun pelan-pelan menuju kepunahannya.

**

Disisi lain, menarik untuk menengok sosok H. Sarosa Ratam yang dibawah kepemimpinannya, berjuang untuk menghindari IRMC dari kebangkrutan bahkan berhasil mengangkat kembali pamor IRMC sebagai Agen Tunggal Pemegang Merk Ford di Indonesia.

Sarosa tidak ingin mengorbankan eksistensi Ford di Indonesia sehingga lebih memilih melakukan PHK kepada seluruh karyawannya untuk kemudian mencari investor baru. Ini memang pilihan pahit tetapi hasilnya Ford tetap ada dan tetap berkibar di Indonesia. Inilah salah satu bentuk kecintaan Sarosa kepada Ford.

Sarosa Ratam yang hanya lulusan SMA saat itu, mulai diterima bekerja di ISC pada tahun 1955 saat merantau ke Jakarta. Bersama sahabatnya, Tjaslam, Sarosa diterima bekerja di ISC sebagai Opas (penjaga kantor), sedangkan Tjaslam sebagai OB.

Bagi Sarosa bekerja sebagai Opas hanyalah sebagai batu loncatan. Sambil mengumpulkan uang, Sarosa kembali menuntut ilmu keuangan seusai jam kerja. Perjuangannya tidak sia-sia, gelar BBA (Bachelor of Business Administration) dari Akademi Perniagaan Indonesia pun diraihnya.

Perjuangan Sarosa menuntut ilmu tak luput dari perhatian sang Presiden Direktur saat itu Hasjim Ning. Sarosa pun dimutasi dari Opas kebagian Staff Keuangan sesuai dengan ilmu yang dimilikinya.

Bagi Sarosa, belajar adalah bagian dari perjuangan meningkatkan harkat hidup, gelar BBA (setara D3) tidak serta merta memuaskannya. Prinsip ini diajarkan oleh ayahnya Ratam Arjosuseno yang berprofesi sebagai guru di Pemalang Jawa Tengah. Sarosa pun kembali meneruskan kuliah malamnya di Universitas 17 Agustus sampai meraih gelar Doktorandus (Drs.) Ekonomi.

Karirnya di IRMC pun semakin moncer. Dari Staff Keuangan di ISC mendapat promosi menjadi Manajer Keuangan di IRMC, lalu kemudian dipromosikan menjadi Direktur Keuangan dan pada akhirnya diangkat menjadi Presiden Direktur IRMC menggantikan Hasjim Ning setelah bekerja sekitar 21 tahun di IRMC.

Perjuangan sebagai Presiden Direktur yang mempertahankan Ford dan IRMC harus berakhir 10 tahun kemudian, tepatnya tahun 1986, H. Sarosa Ratam tutup usia. Hasjim Ning sempat terisak saat berpidato melepas kepergian karyawan kesayangannya di pemakaman Tanah Kusir, Jakarta Selatan.

**

Sumber Gambar: Dok. Pribadi
Sumber Gambar: Dok. Pribadi

Keluarga Sarosa dan keluarga Hasjim Ning tentu sangat kecewa melihat Ford yang dulu diperjuangkan orang tuanya harus berakhir dan berhenti beroperasi di Indonesia.

Tapi Ford (FMI/IRMC) memang bukanlah perusahaan keluarga, ini adalah perusahaan bisnis. 
Bisnis memang harus menghasilkan keuntungan.
Hanya itu yang membuat kami maklum.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun