Mohon tunggu...
Jim jim
Jim jim Mohon Tunggu... Auditor - Penikmat

Ngteh

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Semilir Angin

10 Januari 2021   23:03 Diperbarui: 10 Januari 2021   23:03 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terdengar langkah kaki begitu keras mengusik Agil yang tertidur begitu lelap. Ia menggeliat berusaha menggapai sesuatu tanpa membuka mata kunyunya. Akhirnya ia menyentuh arloji kecil di bawah tubuhnya. Perlahan ia membuka mata. "Masih jam 02:00 kok ada orang berlari di depan rumah".

Semenit kemudian ia masih terjaga dan bimbang antara melihat keadaan sekitar atau melanjutkan mimpi yang tertunda.
"Aku harus liat ke depan rumah, siapa tau itu maling" pikiran Agil tertuju kepada hal-hal kriminalitas, mengingat hanya dia laki laki yang saat itu berada didalam rumah, karena ayahnya masih dinas diluar kota.

Tanpa menunggu waktu lama Agil mengambil senter dan bergegas keluar rumah. Sesampainya di depan rumah ia mencari-cari sekililing, namun tak ada yang ia dapati, hanya semilir angin yang menyapanya.

"Tadi ada orang lari-lari tapi sudah tidak ada yh, apa aku salah dengar yh, perasaan kupingku masih sehat"
"Kok tiba-tiba merinding, mending cabut ah dari sini".

Tanpa pikir panjang Agil bergegas masuk kembali ke dalam rumah. Setelah beberapa langkah Agil mendengar ada suara orang mengetuk pintu. "Tok tok tok" suara itu semakin keras seperti tak sabar ingin masuk rumah.

Namun Agil justru menahan rasa takut, sembari menelan ludah ia membayangkan hal-hal mistis seperti adegan seram yang pernah ia tonton. Akhirnya Agil memberikan diri. 

Langkah kaki yang begitu berat ia lawan. Hingga sampai di daun pintu. Ia membuka pintunya dan.... bersambung.
Pagi hari yang cerah, gemuruh suara makhluk memenuhi luasnya cakrawala. Sinar matahari bak gelombang pasang laut memenuhi setiap rongga dunia.

 Suara Kokok ayam membangunkan Agil dari mimpi imajinasi menuju mimpi sebenarnya. Sejenak ia duduk menerawang langit-langit balkon, masih mengingat kejadian semalam yang sedikit mengguncang batinnya. "Mungkin itu hanya mimpi" lirih Agil.

Mata berkunang-kunang masih terbayang kejadian semalam di depan rumah itu, berharap hanya halusinasi.

"Agil itu sarapannya di makan yah, mamah mau nganterin Ade ke sekolah dulu". Suara mamah menggema di seluruh ruangan.
"Jangan lupa kasih makan kucing mama yah". Tambah mama.

"Ok mah" jawab singkat Agil setengah sadar menahan kantuk.
Siangnya Agil lupa pesan mamahnya, alhasil ia kena marah dan mendapatkan hukuman membersihkan gudang dibelakang rumah.

"Nanti barang-barang yang masih aga bagus di pisahin yh Gil" pinta mamah.
"Iya mah, kalo ga lupa lagi, hahaha" sahut Agil sambil tertawa terbahak-bahak.
"Bener-bener nih anak" sahut mamah dengan nada kesal.

Tanpa basa-basi Agil mengambil peralatan kebersihan dan menuju tak terbatas dan melampauinya. (Maksudnya ke gudang).
Gudang belakang rumah ini sudah lama berdiri, pohon besar di sampingnya membuat siapapun yang melihatnya akan langsung merasakan aura yang begitu kuat, entah apa yang membuatnya seperti itu, konon gudang ini menjadi saksi bersejarah bagi keluarga besar Agil, mengingat sebelum kakeknya wafat, ia berpesan agar jangan sampai menghancurkannya walau sudah lapuk dimakan usia, namun Agil tak tahu menahu mengenai kebenaran yang terjadi.

Tak butuh waktu lama Agil segera membuka kunci gudang itu, kunci yang berlapiskan karat membuatnya sedikit kesulitan untuk membukanya. Ketika gudang itu dibuka akan langsung terpampang jelas foto kakek tua bersergam tentara yang tengah menodongkan senjata laras panjang dengan gagahnya. Membuat siapapun yang melihatnya akan segan, terlebih Agil sebagai satu-satunya cucu laki-laki dari kakek tua itu.

"Kalo saya besar, saya ingin seperti kakek, jadi tentara". Tanpa sadar Agil berbicara sendiri hanya cicak yg setia mendengarkan.
Sejenak ia melihat sekeliling, dilihatnya sebuah kotak hitam di atas meja bundar dengan ukiran naga melingkar.

"Kotak apa yah ini, cukup menarik". Agil penasaran dengan isi kotak tersebut.
Dirabanya ukiran itu semakin menambah keinginannya untuk membuka isi kotak.
Perlahan ia membukanya terlihat bungkus putih panjang beraroma melati.

Tanpa pikir panjang lagi Agil membukanya dan terlihat sebuah kujang kecil berlapis emas di ujungnya. Te continued.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun