Mohon tunggu...
Jim jim
Jim jim Mohon Tunggu... Auditor - Penikmat

Ngteh

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Semilir Angin

10 Januari 2021   23:03 Diperbarui: 10 Januari 2021   23:03 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Nanti barang-barang yang masih aga bagus di pisahin yh Gil" pinta mamah.
"Iya mah, kalo ga lupa lagi, hahaha" sahut Agil sambil tertawa terbahak-bahak.
"Bener-bener nih anak" sahut mamah dengan nada kesal.

Tanpa basa-basi Agil mengambil peralatan kebersihan dan menuju tak terbatas dan melampauinya. (Maksudnya ke gudang).
Gudang belakang rumah ini sudah lama berdiri, pohon besar di sampingnya membuat siapapun yang melihatnya akan langsung merasakan aura yang begitu kuat, entah apa yang membuatnya seperti itu, konon gudang ini menjadi saksi bersejarah bagi keluarga besar Agil, mengingat sebelum kakeknya wafat, ia berpesan agar jangan sampai menghancurkannya walau sudah lapuk dimakan usia, namun Agil tak tahu menahu mengenai kebenaran yang terjadi.

Tak butuh waktu lama Agil segera membuka kunci gudang itu, kunci yang berlapiskan karat membuatnya sedikit kesulitan untuk membukanya. Ketika gudang itu dibuka akan langsung terpampang jelas foto kakek tua bersergam tentara yang tengah menodongkan senjata laras panjang dengan gagahnya. Membuat siapapun yang melihatnya akan segan, terlebih Agil sebagai satu-satunya cucu laki-laki dari kakek tua itu.

"Kalo saya besar, saya ingin seperti kakek, jadi tentara". Tanpa sadar Agil berbicara sendiri hanya cicak yg setia mendengarkan.
Sejenak ia melihat sekeliling, dilihatnya sebuah kotak hitam di atas meja bundar dengan ukiran naga melingkar.

"Kotak apa yah ini, cukup menarik". Agil penasaran dengan isi kotak tersebut.
Dirabanya ukiran itu semakin menambah keinginannya untuk membuka isi kotak.
Perlahan ia membukanya terlihat bungkus putih panjang beraroma melati.

Tanpa pikir panjang lagi Agil membukanya dan terlihat sebuah kujang kecil berlapis emas di ujungnya. Te continued.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun