Mohon tunggu...
Nurul Azima
Nurul Azima Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Prodi Pendidikan Masyarakat, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Jakarta.

Nurul Azima Mahasiswa Prodi Pendidikan Masyarakat (s1) Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Memvideokan dan Meviralkan Tanpa Izin Termasuk Pelanggaran HAM

22 Mei 2023   19:24 Diperbarui: 22 Mei 2023   19:32 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selain itu, hal ini juga dapat memicu efek domino yang berbahaya. Begitu suatu video menjadi viral, sulit untuk mengendalikan penyebarannya. Orang-orang yang tidak berkepentingan dapat dengan mudah menyebarluaskan video tersebut, dan ini seringkali menyebabkan penyebaran berita palsu, cyberbullying, dan pelecehan online yang merugikan individu yang terlibat. 

lalu apakah konsekuensi yang sebenarnya dari merekam dan memviralkan tanpa izin? Bagaimana hal ini mempengaruhi korban?

Berikut adalah pelanggaran yang terjadi serta dampaknya pada korban:

1. Pelanggaran Privasi: Merekam dan memviralkan orang tanpa izin melanggar hak privasi individu. Setiap individu memiliki hak untuk menjaga privasinya dan membatasi akses terhadap kehidupan pribadinya. Dengan merekam dan menyebarkan video tanpa persetujuan, kita menginvasi ruang pribadi mereka dan mengabaikan hak mereka untuk mengontrol informasi pribadi mereka.

2. Pemfitnahan dan Diskriminasi: Menyebarluaskan video tanpa izin berpotensi menyebabkan pemfitnahan dan diskriminasi terhadap individu yang direkam. Video yang diambil tanpa izin dapat diedit atau diberi narasi yang merendahkan, menghina, atau mencemarkan nama baik individu tersebut. Hal ini dapat memiliki konsekuensi psikologis yang merugikan dan merusak reputasi serta kehidupan sosial korban.

3. Penghinaan dan Intimidasi: Menyebarluaskan video tanpa izin dapat menyebabkan penghinaan dan intimidasi yang serius terhadap subjek yang direkam. Konten tersebut dapat menjadi sumber perundungan online, komentar negatif, dan ancaman. Hal ini dapat berdampak negatif pada kesejahteraan mental dan emosional individu, bahkan dapat memicu kekerasan fisik.

4. Kendali Narasi dan Stigma: Dengan merekam dan memviralkan tanpa izin, kita merampas hak subjek untuk mengendalikan narasi tentang diri mereka sendiri. Video yang disebar secara tidak sah dapat menyebabkan stigma dan stereotip yang tidak adil, mempengaruhi kehidupan pribadi, profesional, dan hubungan sosial mereka.

Namun, pernyataan ini bukan hanya berasal dari rasa tidak adil pihak tertentu. Hak privasi telah diatur oleh hukum yang sah, termasuk dalam perspektif Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia. Perlindungan terhadap privasi dan data pribadi sebagai bagian dari HAM diatur dalam Pasal 28G Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. "Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang berada di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang merupakan hak asasi manusia." Meskipun tidak secara eksplisit menyebutkan hak atas privasi, rumusan Pasal 28G Ayat (1) tersebut mencerminkan nilai-nilai hak atas privasi sesuai dengan konvensi internasional mengenai HAM, sehingga menjadi dasar konstitusional untuk jaminan hak atas privasi.

Sebagai manifestasi dari ketentuan konstitusi di atas, hal ini lebih lanjut diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Setiap individu memiliki hak terhadap integritas pribadi, baik secara spiritual maupun fisik, sehingga tidak boleh menjadi objek penelitian tanpa persetujuannya. Dalam penjelasannya, "menjadi objek penelitian" merujuk pada tindakan meminta seseorang untuk memberikan komentar, pendapat, atau informasi terkait kehidupan pribadi dan data pribadinya serta merekam gambar dan suaranya. Perlindungan data pribadi sebagai hak privasi warga negara adalah tanggung jawab negara, pemerintah, dan individu lainnya yang bertujuan untuk meningkatkan nilai-nilai kemanusiaan, memperkuat hubungan antara individu dan masyarakatnya, serta memfasilitasi otonomi dan kontrol yang pantas.

Lebih lanjut, Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 006/PUU-I/2003 tanggal 30 Maret 2004 memberikan penjelasan mengenai hak privasi. Mahkamah berpendapat bahwa hak atas privasi mencerminkan konsep kebebasan individu yang meliputi pengaturan diri sendiri selama tidak melanggar hak kebebasan orang lain. Hak privasi dapat dibatasi dalam situasi tertentu dengan memperhatikan kepentingan pihak lain, asalkan tidak dilakukan secara sewenang-wenang atau melanggar hukum.

Dalam perspektif HAM internasional, perlindungan data pribadi sebagai hak privasi juga tercantum dalam beberapa konvensi internasional, seperti Pasal 12 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR). "Setiap orang berhak atas perlindungan hukum terhadap campur tangan atau serangan tersebut. Selain itu, jaminan atas hak privasi juga diatur dalam Pasal 17 International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR): "Tidak seorang pun boleh dikenai campur tangan sembarangan atau melanggar hukum terhadap privasi, keluarga, rumah, atau surat-menyuratnya, atau diserang secara melanggar hukum terhadap kehormatan dan reputasinya." "Setiap orang berhak atas perlindungan hukum terhadap campur tangan atau serangan semacam itu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun