Sebagaimana disampaikan di atas tadi -- karena saat ini belum ada yang mengetahui seperti apa, bagaimana, kapan, dan mengapa virus corona tersebut menyerang manusia -- maka langkah efektif untuk mengurangi kemungkinan tertular bukan semata menghindari kerumunan dan kontak fisik dengan yang lain. Tapi juga mencegah sedapat mungkin lalu-lintas terutama manusia. Dari satu tempat ke tempat lain. Dari satu daerah ke daerah lain. Khususnya dari daerah yang sudah terbukti dihuni kasus-kasus yang positif terpapar.
Lockdown?
+++
Nafkah Kepulauan
Kita sebaiknya menghitung cermat dan teliti, manfaat maupun mudarat dari setiap kemungkinan. Dalam situasi seperti sekarang, hal yang mesti diutamakan adalah keselamatan warga negara dari ancaman Covid-19 ini.
Bahwa negara kita adalah gugus kepulauan yang terbentang tak kalah luas dengan benua Eropa, adalah kenyataan yang sudah dimaklumi. Bahkan kita sesungguhnya selalu membanggakan hal itu. Maka sudah seharusnya kita siap dan bersedia memikul tanggung jawabnya.
Seluruh pemerintahan negara di dunia ini, terimbas oleh pandemi Covid-19. Kini bukan saatnya untuk memikirkan persoalan ekonomi yang jelas-jelas akan runyam. Bahkan mungkin runtuh. Hal yang perlu difikirkan adalah bagaimana menyelamatkan bangsa ini -- dengan segala daya upaya yang dimiliki -- dari ancaman virus yang mematikan itu.
Pemerintah harus memikirkan skenario, seandainya terjadi ledakan kasus di daerah-daerah lain di luar Jakarta. Hal yang hampir dipastikan akan sulit ditangani. Baik karena keterbatasan fasilitas maupun sumberdaya manusianya.
Di Jakarta, karena menjadi pusat berbagai kekuasaan, berbagai upaya mengatasi kondisi darurat memang relatif lebih dimungkinkan. Meskipun belum tentu efektif. Disebabkan oleh sifat 'misterius' dari Covid-19 yang belum mampu diidentifikasi manusia hari ini.
Membatasi pergerakan -- bahkan menutup dari dan ke daerah yang sudah terjangkit -- sesungguhnya langkah paling bijak yang dapat dilakukan pemerintah. Terutama agar penyebarannya dapat segera dihentikan.
Berbagai argumen yang menyatakan sebagian besar masyarakat menggantungkan hidup dari nafkah harian, bukanlah alasan yang patut ditelan begitu saja. Di sanalah sesungguhnya kehadiran sebuah negara dan pemimpin pemerintahan yang dimandatkan rakyatnya.
Pengeluaran Masyarakat
Mari kita cermati data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) 2018 yang sudah tersedia. Biro Pusat Statistik tentu bisa menyajikan jauh lebih terperinci sebab memiliki detail yang tersaji pada ringkasan yang dipublikasikan.
Salah satu informasi yang berhasil dikumpulkan dari survei tersebut (saat ini sedang berlangsung untuk tahun 2020), adalah mengenai pola pengeluaran masyakat Indonesia. Dijabarkan dalam satuan kuintil, yakni batasan interval yang terbagi setiap kelipatan 20% dari sebaran frekuensi yang tersedia. Maksudnya, data pengeluaran rata-rata yang tersedia dari survei tersebut, menunjukkan pola pengeluaran setiap 20% masyarakat, mulai dari yang terendah hingga yang tertinggi.