Di sisi penerima upah, pembebanan biaya --- sebesar 2 persen untuk pegawai pemerintah dan 1 persen untuk pegawai swasta --- tersebut akan mengurangi pendapatan bersih sehingga akan mengurangi belanja mereka. Secara teoritis tentu akan mengurangi perolehan PPh 21, PPh 25, PPh 29, maupun PPN yang diperoleh dari transaksi yang semestinya mereka lakukan.
Sementara itu, sejak ketentuan pelayanan jaminan sosial ini diberlakukan, pemerintah harus menyisihkan sebagian pajak yang sudah tergerus tersebut di atas, untuk membiaya iuran masyarakat yang perlu diberikan bantuan.
+++
Konsekuensi dari keterbatasan keuangan itulah yang kemudian mengorbankan berbagai kelaziman standar pelayanan kesehatan yang semestinya diberikan. Termasuk dalam hal memberikan kompensasi kepada rumah sakit dan tenaga medis yang dilibatkan.
Kita maklumi, kebutuhan layanan kesehatan sering kali tak dapat mengikuti sistem birokrasi pada layanan lain. Sebab tujuan utama penderita memperoleh pelayanan tersebut adalah untuk sembuh dan kembali sehat. Sesuatu yang sangat bervariasi dari satu kasus ke kasus yang lain.
Belum lagi jika dilihat dari biaya pendidikan yang harus dikeluarkan masyarakat untuk memperoleh keahlian medisnya. Hari ini, sebagian diperoleh atas kemampuan pribadi masing-masing dan tidak ditanggung Negara sama sekali. Padahal, keberadaan mereka --- baik mutu dan standar keahlian yang dimiliki --- merupakan variabel penting dan utama dari tingkat pelayanan sosial yang mestinya dijamin Negara tadi.
(bersambung)
Jilal Mardhani, 25 September 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H