Dalam kalkulasi kekuasaan 5 tahun yang dimilikinya, Joko Widodo menantang segenap resiko untuk meluruskan kembali hak bangsa Indonesia itu.
Termasuk masyarakat lokal Papua yang justru terbengkalai dan tak memperoleh manfaat wajar selama ini. Hal yang sesungguhnya sangat kita maklumi akan mendapat perlawanan sengit dari rival politik yang selama ini diuntungkan oleh 'perkeliruan' itu.
Tentu masih hangat pada ingatan kita semua, bagaimana drama epik 'Papa Minta Saham' pernah menghiasi hari-hari pertama pemerintahan yang dipimpinnya kemarin.
Begitu pula dengan berbagai upaya 'tata ulang' lain yang dilakukannya, seperti penguasaan kembali 'Blok Mahakam', 'Pembubaran Bisnis Rente Petral', dan sebagainya.
+++
Joko Widodo memang bukan 'Superman' yang mampu menuntaskan persoalan bangsa kita yang sangat banyak. Beliau bukan hanya membutuhkan semangat gotong-royong dan kerelaan berkorban semua pihak. Tapi juga keleluasaan mengelola orang-orang terbaik yang bekerja sama dan membantunya. Hal ini adalah permasalahan utama yang harus dihadapi sejak hari pertama dia memasuki Istana Negara.
Kita memaklumi, tekad awalnya untuk mengisi kabinet dengan sosok-sosok profesional dan independen, ternyata tak bisa dipertahankan. Tekanan partai-partai politik pendukungnya begitu besar sehingga ia tak kuasa menampik keharusan mengakomodasi kader-kader mereka.
Bahkan julukan 'Petugas Partai' segera disematkan PDIP yang pada tahun 2014 kemarin, sempat bertele-tele memastikan pencalonannya. Kita kemudian harus memaklumi ketika puteri Ketua Umum partai itu ditempatkannya menduduki salah satu posisi Menteri Koordinator.
Lalu kemudian prestasi kementerian tersebut memang tak banyak terdengar selama masa kekuasaan Joko Widodo yang kini hampir berakhir. Padahal, dari kantor tersebut, kita berharap cemas soal Revolusi Mental yang pernah dikumandangkan sang Presiden pada awal mula dia terpilih. Atau tentang berbagai hal yang mencerminkan peningkatan kemakmuran, pemerataan kesejahteraan, dan keadilan sosial yang sebenarnya.
Di kemudian hari, ketika akhirnya harus melakukan sejumlah perombakan, Presiden RI ke 7 itu pun 'terpaksa' membuka pintu koalisi terhadap partai-partai yang semula tak mendukungnya. Lalu kemudian diikuti langkah penempatan sejumlah kader mereka pada jajaran kabinetnya.
Berbagai posisi strategis yang amat penting bagi masa depan bangsa ini, justru dikuasakan pada tokoh-tokoh partai politik. Seperti Perindustrian, Perdagangan, Dalam Negeri, Kehakiman, Sosiial, Pendayaangunaan Aparatur Negara, dan seterusnya.