Mohon tunggu...
Jilal Mardhani
Jilal Mardhani Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

“Dalam kehidupan ini, selalu ada hal-hal masa lampau yang perlu kita ikhlaskan kepergiannya.”

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

Mencari Alternatif Kebijakan Selain Ganjil Genap pada Asian Games XVIII, Mengapa Tidak?

2 Juli 2018   14:13 Diperbarui: 2 Juli 2018   17:34 3223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siapapun tentu menginginkan Asian Games XVIII yang diselenggarakan mulai bulan depan itu berlangsung sukses. Keputusan "ramah-tamah berlebihan" Indonesia tersebut berbiaya sangat mahal. 

Tak sedikit anggaran yang diprioritaskan untuk membangun berbagai prasarana dan sarana yang dibutuhkan untuk menyukseskan pesta yang jadwalnya justru dimajukan setahun lebih cepat itu. Bukan hanya untuk membangun dan mempercantik gelanggang bagi para atlet puluhan negara Asia yang mestinya ---sebelum mereka menyatakan diri menyerah--- bertanding di Vietnam tersebut. Tapi juga fasilitas pemondokan atlet. Bahkan infrastruktur untuk menunjang kelancaran transportasinya.

Sebelumnya ---di penghujung kekuasaan Bung Karno yang menjadi Presiden Republik Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan 1945--- kita juga pernah menjadi tuan rumah Asian Games (1962). Ketika itu, lahan untuk menunjang perhelatan olahraga akbar sejenis, dialokasikan negara di kawasan Senayan. 

Di masa pemerintahan Soeharto, sebagian lahan itu kemudian beralih fungsi untuk berbagai kegiatan komersial yang tak berkait dengan olahraga. Mulai dari pusat perbelanjaan mewah, gedung perkantoran, hingga apartemen bagi golongan masyarakat atas. 

Walau mungkin kepemilikan lahannya tetap pada negara, tapi secara fungsional sesungguhnya tak lagi bermanfaat untuk menunjang perhelatan olahraga yang diselenggarakan di sana. Dampak itu kita "nikmati" sekarang. Pemerintah terpaksa membangun wisma yang diperuntukkan demi menampung atlet berbagai negara ---seperti yang dijamu pada Asian Games kali ini--- di kawasan Kemayoran yang terpisah jarak sekitar 20 Km.

Indonesia memang luas. Lahannya banyak. Tapi organisasi internasional yang berwenang terhadap perhelatan pesta olahraga seperti Asian Games, semakin hari semakin menyempurnakan prasyarat dan syarat yang harus dipenuhi tuan rumah penyelenggara. Salah satunya adalah waktu tempuh yang diperkenankan bagi perjalanan atlet dari pemondokan hingga gelanggang tempatnya bertanding. 

Pemerintahan Joko Widodo tentulah menyadari hal itu. Kebijakan "mendadak" membangun jaringan infrastruktur LRT (light rail transit) yang membelah Jakarta dari Cibubur dan Bekasi, semula direncakankan sebagai salah satu jawabannya. Proyek yang sejak semula memang diharapkan selesai sebelum Asian Games 2018 dimulai. 

Tapi ternyata berbagai kendala telah menyebabkannya tertunda. Joko Widodo pun terpaksa memaklumi molornya penyelesaian proyek yang mengorbankan kenyamanan warga Jakarta itu hingga tahun 2019 mendatang. Bagaimana pun kita tentu berharap pembangunan infrastruktur yang heboh tersebut (sebab bukan hanya soal Keputusan Presiden yang menaunginya berulang kali berubah tapi juga soal skenario pembiayaannya yang tambal sulam) kelak dapat berperan mengurai kemacetan Ibu Kota Republik Indonesia yang sudah sangat gawat ini.

***

Saya diundang resmi Kepala BPTJ (Badan Pengelola Tranportasi Jabodetabek) untuk turut urun rembug dan menyumbang saran saat mereka ingin mempersiapkan kebijakan terkait aspek transportasi bagi para atlet dan official pendukung negara-negara peserta Asian Games kali ini. 

Tentunya dalam rangka membahas skenario, rencana, dan strategi memenuhi syarat waktu tempuh maksimal 30 menit yang harus dicapai panitia penyelenggara dalam melayani perjalanan atlet dari pemondokan ke gelanggang olahraga. Gagasan perluasan ganjil-genap ---maksudnya hanya kendaraan dengan nomor ganjil/genap yang diperkenankan melintas pada tanggal ganjil/genap--- tersebut telah mereka cetuskan sejak pertemuan awal kami yang berlangsung sekitar 2-3 bulan lalu.

Kebijakan Ganjil Genap Asian Games XVIII, Koran Tempo 2-7-2018
Kebijakan Ganjil Genap Asian Games XVIII, Koran Tempo 2-7-2018
Siapapun yang memahami bidang keahlian rekayasa transportasi, mestinya akan terperanjat dengan gagasan itu. Kebijakan pembatasan lalu lintas ganjil-genap bukan hanya diperluas secara wilayah cakupan. Tapi juga masa efektif pemberlakuannya. Sementara, tak ada pengembangan maupun gagasan yang berarti dalam hal penyediaan layanan alternatifnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun