Lupakan partai politik pendukung calon kepala daerah yang akan berkompetisi serentak di 17 propinsi dan 154 kabupaten/kota besok. Pilih saja pasangan yang memiliki rekam jejak, kapasitas, dan kemampuan melakukan perubahan dan mewujudkan janji-janjinya.
Bahwa mereka terpaksa maju dengan dukungan partai politik, harus kita maklumi sebagai konsekuensi dari sistem demokrasi yang dianut Indonesia sekarang. Apa boleh buat.
+++
Perhatikanlah per-koalisi-an yang dilakukan partai-partai itu di berbagai daerah yang melaksanakan pilkada besok. Bagaimana mungkin di tingkat Nasional mereka berseberangan dengan sengit --- bahkan tak jarang menggunakan cara-cara yang bengis dan amat menyakitkan --- tapi di sejumlah daerah malah bermesraan dan memadu kasih agar jagoan yang dicalonkannya terpilih?
Inilah salah satu akar masalah yang menyuburkan budaya KKN di bumi pertiwi ini. Permulaan dari maraknya permisivisme akibat hutang budi yang berujung aksi 'terorisme' politik. Dalam hal demikian, kepentingan kelompok yang sempit akan sulit dihindari. Sementara hal-hal yang menjadi kebutuhan publik luas, semendesak apapun, justru akan sering tersandera bahkan hingga kehilangan prioritasnya.
+++
Kalau begitu, bagaimana cara mudah untuk menentukan pilihan besok?
Pertama, cari pasangan calon kepala daerah yang menawarkan pemikiran-pemikiran realistis dan memiliki optimisme mewujudkannya. Abaikan pasangan yang tak mampu menawarkan gagasan moncer. Tapi justru sibuk mencari-cari kesalahan lawan.
Apalagi pasangan calon yang rajin dan terus berputar di pusaran SARA. Atau mereka yang seolah-olah prihatin dengan keadilan dan kemiskinan masyarakat yang terpinggirkan. Sementara di sisi lain, sepanjang hidupnya sosok-sosok itu berkarir di pemerintahan atau lembaga Negara. Dan saat ini justru telah memiliki kekayaan yang berlimpah.
Jika demikian nyalakan nurani dan daya nalar Anda. Sebab, tobat karena menyadari kesalahan sehingga ingin melakukan kebaikan, tak mungkin sesederhana itu. Fakta-fakta yang telah banyak terkuak justru menunjukkan aneka kemunafikan. Biasanya malah berujung dengan memperkaya diri, kelompok, atau 'centeng' politiknya. Tak sedikit kan yang berakhir di tangan KPK?
+++