Tanggal 4/6/2018 kemarin, ditanda-tanganilah Peraturan Gubernur DKI Nomor 58 Tahun 2018. Isinya soal pembentukan organisasi dan tata kerja Badan Koordinasi Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara, Jakarta.
Apakah hal pertama yang segera tersirat jika hanya membaca pokok utama terbitnya Peraturan Gubernur itu?
Sangat nyata proyek reklamasi yang ditentang habis-habisan Anies Bawedan dan Sandiaga Uno saat berkampanye 'jorok' memperebutkan kursi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI tahun lalu, seperti akan diberi 'karpet merah' kembali. Setelah membaca tugas pokok dan fungsi Badan Koordinasi yang dibentuk maka semakin jelas terlihat bahwa Pemerintah DKI sedang mempersiapkan diri untuk melanjutkan reklamasi yang selalu heboh itu.
Anies-Sandy jelas-jelas ingin 'menjilat ludahnya' sendiri. Mereka pernah sesumbar akan menghentikannya jika terpilih memimpin Jakarta. Tekad 'heroik' yang disertai collateral damages terhadap citra Joko Widodo maupun Basuki Tjahaja Purnama. Seolah-olah keduanya 'telah terkooptasi' kekuatan modal raksasa dibalik proyek reklamasi itu.
Padahal sesungguhnya, sikap dan langkah yang mereka tempuh --- baik Joko Widodo maupun Basuki Tjahaja Purnama semasa menjabat sebagai Gubernur DKI --- semata karena keharusan menghormati berbagai ketentuan hukum yang diberlakukan sejak penguasa Orde Baru sebelumnya. Hal yang mereka dapat lakukan hanyalah menyiasatinya sehingga sedapat mungkin menempatkan kehadiran Negara disana dan menegakkan keadilan sosial.
Tapi, meskipun demikian, sangatlah perlu dicermati kemungkinan terselip atau diselipkannya langkah 'cerdik' --- dan sekaligus 'licik' seandainya memang dilakukan dengan sengaja --- di balik Pergub 58/2018 itu.
Coba perhatikan hal-hal yang dipertimbangkan sehingga peraturan Gubernur 58/2018 itu perlu dikeluarkan!
+++
Pertama, perhatikan hal yang dituangkan pada butir (c).
Bagi yang tidak mengikuti atau membacanya, keputusan Gubernur Nomor 1922 tahun 2017 tentang pembubaran Tim Pelaksana Tugas Sementara Caretaker Pelaksanaan Tugas Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta yang terbentuk berdasarkan Keputusan Gubernur 1901/2009, adalah biang kerok permasalahannya!
Seolah-olah, koordinasi pengelolaan reklamasi tak dapat dilakukan dengan baik setelah 'caretaker' dibubarkan!
Siapakah yang menanda-tangani Keputusan Gubernur 1922/2017 itu?
Sebagian mungkin --- karena tidak sempat membaca dokumennya --- menduga pembubaran itu dilakukan Anies-Sandy. Sebab, pada tahun 2017 akhir, Anies-Sandy telah resmi menduduki Balai Kota.
Tapi sesungguhnya, Keputusan Gubernur tersebut ditanda-tangani Sjaiful Djarot saat beliau ditunjuk sebagai pejabat Gubernur DKI Jakarta menggantikan Ahok yang dipenjara gara-gara tuduhan penistaan agama yang ditimpakan padanya.
Sjaiful Djarot memang menanda tanganinya tanggal 13-10-2017 sementara Anies Baswedan dan Sandiaga Uno resmi diangkat sebagai Gubernur dan Wakil pada tanggal 16-10-2017.
+++
Kedua, dibalik pengesanan kekacauan pengelolaan reklamasi akibat pembubaran 'caretaker' yang diamanatkan Djarot lewat Keputusan 1922/2017 itu, kehadiran Peraturan Gubernur 58/2018 tentang Badan Koordinasi seolah-olah ingin ditampilkan sebagai penyelamat keadaan.
Tapi bagaimanakah hal yang sesungguhnya?
Semasa kepemimpinan Ahok-Djarot, pemerintah DKI Jakarta bersama DPRD sesungguhnya telah mengesahkan Peraturan Daerah nomor 5 tahun 2016. Landasan hukum tersebut mengatur dengan seksama soal Susunan Perangkat Daerah yang dibutuhkan DKI Jakarta. Sudah barang tentu juga mengakomodasi berbagai hal ad hoc yang sebelumnya tidak tertampung. Termasuk soal Tim Sementara Care Taker Pelaksanaan Tugas Pengelolaan Reklamasi yang dituangkan dalam Keputusan Gubernur 1901/2009 yang ditanda-tangani saat Fauzi Bowo memimpin.
Simaklah pertimbangan Keputusan Gubernur yang ditandatangani Sjaiful Djarot di akhir masa tugasnya itu
Pada bagian 'Menimbang' butir (b), jelas dan tegas disebutkan bahwa dengan diberlakukannya Perda 5/2016, seluruh urusan pemerintah SUDAH TERBAGI HABIS kepada Perangkat Daerah sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Maka keberadaan Tim Sementara Care Taker yang diamanatkan Keputusan Gubernur 1901/2009 dipandang sudah tidak relevan lagi. Sebab seluruh kebutuhan yang melatar belakanginya telah diakomodasi dengan baik melalui Perda 5/2016 itu!
+++
Dengan demikian, sangatlah patut diduga jika penerbitan Peraturan Gubernur DKI 58/2018 --- yang sejatinya akan mengakomodasi langkah-langkah untuk meneruskan reklamasi --- terlihat jelas ingin memojokkan keputusan yang diambil Djarot sebelumnya. Hal yang memang terlihat jelas pada bagian 'Menimbang' sebagaimana telah diuraikan di atas.
Badan Koordinasi yang dibentuk lewat Peraturan Gubernur nomor 5 tahun 2018 itu, sesungguhnya hanya sebuah kesia-siaan, tidak relevan, bahkan sekaligus memgacaukan hal-hal baik yang sudah ada.
Jika ingin meneruskan reklamasi, mengapa tak melakukannya saja?
Bersikap kesatria tentu akan lebih baik. Termasuk mengakui kesalahan ucap dan janji-janji yang pernah dilontarkan sebelumnya.
Jilal Mardhani, 13 Juni 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H