Mohon tunggu...
Jilal Mardhani
Jilal Mardhani Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

“Dalam kehidupan ini, selalu ada hal-hal masa lampau yang perlu kita ikhlaskan kepergiannya.”

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Soal Ganjil-Genap Asian Games XVIII

29 Mei 2018   06:09 Diperbarui: 29 Mei 2018   08:42 1583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: snap361.com

Kita semua tentu ingin mensukseskan perhelatan Asian Games XVIII yang akan diselenggarakan beberapa bulan mendatang. Sebelumnya kita pernah menjadi tuan rumah pesta olahraga yang sama pada tahun 1962. Baru kali ini Indonesia berkesempatan melakoninya lagi.  

Semula, tuan rumah Asian Games yang seyogyanya dijadwalkan pada tahun 2019 tersebut, adalah Vietnam. Tapi mereka mengundurkan diri karena sedang dilanda krisis ekonomi. Lalu, di masa paling awal pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla itu, para pemimpin Olympic Council of Asia (OCA) yang bertemu di Incheon, Korea Selatan --- menjelang pembukaan Asian Games XVII tahun 2014 --- menyepakati tawaran Indonesia untuk mengambil alihnya.

Karena tahun depan (2019) Indonesia akan menyelenggarakan pesta demokrasi untuk memilih anggota legislatif maupun Presiden periode 2019-2024, jadwal perhelatan tersebut kemudian kita minta untuk dimajukannya ke tahun 2018. Usul tersebut disetujui. Memaknai 'keindahan' angka-angkanya, kemudian ditetapkanlah tanggal pembukaan Asian Games ke 18 itu pada 18-8-2018.

Keputusan telah dilakukan dan semestinya pula, seluruh bangsa Indonesia mempertanggung-jawabkan diri sebagai tuan rumah yang ramah dan baik sehingga memuaskan seluruh tamu yang hadir, bertanding, dan berpesta kelak. Kita mengharapkan mereka nyaman, bahagia, dan membawa kesan persahabatan yang indah, saat usai dan kembali ke negara mereka masing-masing nanti.

+++

Salah satu ukuran keberhasilan kita dalam menyelenggarakan pesta ini, adalah soal waktu tempuh yang dilalui setiap kontingen peserta, untuk melakukan perjalanan dari penginapan ke gelanggang olahraga tempat mereka bertanding. Indonesian Asian Games Organizing Committee (INASGOC), organisasi resmi yang ditunjuk pemerintah untuk mempertanggung jawabkan pelaksanaannya, harus memastikan perjalanan atlet dari penginapan ke lokasi pertandingan dapat ditempuh maksimal selama 30 menit.

Tapi kali ini, selain sejumlah pertandingan yang diselenggarakan di Palembang, kota kedua yang kita fungsikan sebagai tuan rumah Asian Games, pemerintah Indonesia telah menyediakan fasilitas baru bagi penginapan atlet di Kawasan Kemayoran. Jaraknya dari Gelora Bung Karno --- lokasi utama tempat sebagian besar cabang olahraga dilaksanakan --- terpaut antara 18 hingga 29 kilometer. Tergantung dari rute lintasan yang dipilih. Jarak normal terdekat adalah 18 kilometer (alternatif #1). Dicapai melalui jalan-jalan raya dalam kota yang melintasi Jl. Suprapto, Pasar Senen, Pejambon, Merdeka Utara,  Merdeka Barat, Thamrin, dan Semanggi.

Jalur tersebut di atas akan melalui jalan-jalan arteri, melintasi kawasan perkotaan yang sejak puluhan tahun lalu telah dikenal padat dan sibuk. Meskipun lebih jauh, rute lain yang melalui jalan tol dalam kota --- baik yang menggunakan lintasan utara (alternatif #2: melalui Ancol dan Grogol sepanjang 29 kilometer) maupun selatan (alternatif #3: melalui Cawang dan Semanggi sepanjang 22 kilometer) --- biasanya dapat ditempuh lebih cepat. Apalagi pada jam-jam sibuk.

Walau demikian, saat ini kepadatan lalu lintas pada ketiga alternatif lintasan tersebut memang sangat tinggi. Pada saat-saat sibuk, menempuhnya dalam waktu 30 menit atau kurang, hampir tak mungkin dilakukan. Bahkan tetap tak mudah meskipun telah menggunakan pengawalan khusus.

Sebagian cabang olahraga diselenggarakan pada gelanggang-gelanggang yang tak terlalu jauh dari Wisma Atlet. Selain yang mengambil tempat di kawasan Kemayoran sendiri (angkat berat, tenis meja, gimnastik, tinju, dan bridge), ada juga yang berlangsung di Ancol (jetski, layar), Pulo Mas (cycling, equestrian), dan Rawamangun (baseball). Untuk atlet cabang olahraga yang dilaksanakan pada lokasi-lokasi tersebut, persoalan waktu tempuh maksimal yang dipersyaratkan dari dan ke Wisma Atlet, kelihatannya lebih mudah diatasi.

Tapi sebagian yang lain ada yang diselenggarakan di lokasi yang cukup berjauhan dari Wisma Atlet Kemayoran. Misalnya seperti Simprug (bola voli), Pondok Indah (golf), TMII (pencak silat), dan Cibubur (handball). Bahkan ada yang dipertandingkan di Subang (bersepeda), Cikarang (rugby), Majalengka (canoe), dan Puncak (paralayang).

Jika ingin memperkecil resiko untuk memenuhi persyaratan waktu tempuh atlet ke lokasi-lokasi tersebut, sebaiknya INASGOC mempertimbangkan pengalihan penginapan ke fasilitas hotel yang ada di sekitarnya. Sebab, mempertaruhkan kelancaran lalu-lintas dari Wisma Atlet Kemayoran ke sana, tentunya sangat riskan.

+++

Mungkin karena lokasi pertandingan yang tersebar hampir di seluruh penjuru Metropolitan Jakarta --- serta jaraknya yang terpisah cukup jauh dari Wisma Atlet yang berada di kawasan Kemayoran --- berkembanglah gagasan sangat riskan yang terpublikasi beberapa minggu terakhir ini. Katanya, kebijakan ganjil-genap (disesuaikan dengan nomor kendaraan terakhir) akan diperluas. Ruas Jalan S. Parman yang sebelumnya hanya sampai Gerbang Pemuda, Senayan, diperpanjang hingga Simpang Susun Tomang.

Begitu pula di sisi timur (Jl. Gatot Subroto). Semula hanya sampai perempatan HR Rasuna Said. Rencananya, akan diteruskan hingga Simpang Susun Cawang. Penerapan kebijakan ganjil-genap tersebut bahkan akan diterapkan pula pada ruas Jl. HR Rasuna Said (hingga Jl. Galunggung, Menteng). Lalu Jl. DI Panjaitan dan A. Yani yang dimulai dari Simpang Susun Cawang hingga simpang Jl. Suprapto. Kemudian ruas Jl. Benyamin Sueb di Kemayoran, dan Jl. Metro Pondok Indah di kawasan selatan Jakarta.

Tak cukup dengan perluasan wilayah cakupan, kebijakan ganjil-genap tersebut rencananya juga akan diterapkan mulai dari jam 06:00 pagi hingga 09:00 malam atau hampir sehari semalam.

+++

Rencana kebijakan tersebut bukan hanya terkesan sangat terburu-buru, tapi juga sembrono dan tidak memahami konsepsi transport perkotaan. Sebab, bagaimanapun, walau kita ingin mensukseskan penyelenggaraan Asian Games, aktifitas sehari-hari masyarakat Jakarta tak mungkin dikorbankan begitu saja.

Kebijakan pembatasan kendaraan ganjil-genap yang demikian masif, bagaimanapun akan berdampak pada sekitar 50 juta perjalanan yang sehari-hari terjadi di wilayah Metropolitan Jakarta. Setengah dari perjalanan itu berlangsung di wilayah administratif DKI Jakarta. Kemudian setengahnya lagi (sekitar 12 juta perjalanan) akan terdampak oleh kebijakan tersebut.

Sementara itu, jumlah atlet dan official yang berada di Jakarta dan harus dilayani agar waktu tempuh perjalanannya memenuhi standar yang ditetapkan, kurang lebih 15-16.000. Seandainya setiap hari masing-masing melakukan 2 perjalanan pulang-pergi, jumlah perjalanan keseluruhannya hanya sekitar 60 ribu saja. Jumlah yang tentunya sangat tidak sepadan (0,5 %) untuk mengorbankan 12 juta perjalanan sehari-hari tadi.

Pengorbanan itu juga berpeluang sia-sia. Sebab, sebagian besar perjalanan itu akan mengupayakan alternatif lintasan yang kemungkinan menyebabkan kemacetan parah di jalan-jalan yang masih bisa dilalui. Hal itu mungkin saja menjalar sehingga akhirnya mengganggu kelancaran jalan-jalan yang menerapkan kebijakan ganjil-genap. Tentu saja akan berpengaruh pada lalu-lintas peserta Asian Games yang semula ingin dilayani.

Hal lainnya, kebijakan itu juga mengabaikan lalu-lintas sepeda motor yang sesungguhnya paling dominan pada jalan-jalan raya Jakarta hari ini. Sekitar 70 persen atau 8,5 juta dari 12 juta perjalanan masyarakat di dalam wilayah kebijakan ganjil-genap menggunakan moda angkutan beroda dua tersebut.   Sementara mobil, kurang lebih 2,5 juta. Pembatasan ganjil-genap setidaknya akan menyebabkan 1,2 juta perjalanan mobil akan memadati ruas-ruas alternatif yang masih dapat mereka lalui. Bercampur dengan lalu-lintas sepeda motor yang di sana sudah sangat sibuk.

Kebijakan lain yang kelihatannya ingin diusulkan menyangkut rencana penutupan sejumlah pintu tol dan pembatasan kendaraan barang. Sungguh sebuah pertaruhan yang sangat beresiko.

+++

Jika penginapan atlet yang lokasi gelanggang pertandingannya bukan di Gelora Bung Karno --- juga yang berada di sekitar Kemayoran --- dapat didekatkan maka perjalanan yang perlu dicarikan jalan keluar agar tetap dapat ditempuh kurang dari 30 menit, tentu akan lebih sedikit. Yakni perjalanan dari Wisma Atlet ke Glora Bung Karno itu saja.

Dengan demikian, bukankah kebijakan manajemen lalu-lintas dapat dikerucutkan pada salah satu lintasan saja?

Mengapa tidak mempertimbangkan kebijakan lintasan khusus dan pembatasan lalu-lintas cukup dilakukan pada jalan arteri yang menghubungkan Wisma Atlet dengan Gelora Bung Karno (alternatif #1)?

Berkaitan dengan penyelenggaraan Asian Games ini, lajur khusus untuk kendaraan yang ditumpangi atlet pada sebagian lintasan itu dapat diterapkan sehingga menerus hingga Jl. Thamrin. Dengan kata lain, lintasan Asian Games tak perlu lagi berbelok ke Senen Raya, Lapangan Banteng Selatan, Gambir, Merdeka Utara dan Merdeka Timur. Tapi langsung memotong Jl. Keramat Kwitang, lalu ke jl. Kebon Sirih, sebelum berbelok ke selatan pada jalan Thamrin. Penghematan jarak tempuh yang dilakukan kurang lebih sepanjang 3 kilometer sehingga lintasan menjadi hanya 15 kilometer.

Seandainya diperlukan, kebijakan ganjil-genap --- meski selama 24 jam sekalipun --- dapat diterapkan pada ruas Sudirman Thamrin sekarang. Begitu juga Suprapto, Keramat Kwitang dan Kebon Sirih. Bahkan bagian tengah ruas jalan tersebut (khususnya Kebon Sirih) dapat disiapkan khusus sebagai lintasan kontingan Asian Games dengan sistem 2 arah.

Pendekatan tersebut akan lebih memudahkan pengerahan petugas untuk mengamankan lintasan yang akan dilalui. Dengan demikian, pengertian masyarakat untuk menyesuaikan kebutuhan perjalanan lebih dimungkinkan. Sebab, wilayah yang terdampak dapat dilokalisir pada bagian kecil Jakarta yang sudah sangat sibuk ini.

+++

Mengurus transportasi memang tidak mudah. Jadi sebaiknya jangan buru-buru menyederhanakan. Apalagi jika tidak memahami konsepsi dan dinamika komponen-komponen yang terlibat.

Buktinya, Jakarta terus semakin kacau dan semerawut, bukan?

Tak satupun ada rekam jejak yang membuktikan lembaga penanggung jawabnya pernah nyata berhasil mengatasi persoalan. Dalam beberapa hal justru malah menimbulkan soal baru. Jadi sebaiknya, jangan gegabah mencoba-coba sesuatu tanpa memahami resiko dan menguasai cara dan kemampuan mengendalikannya.

Jilal Mardhani, 29-5-2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun