Mohon tunggu...
Jilal Mardhani
Jilal Mardhani Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

“Dalam kehidupan ini, selalu ada hal-hal masa lampau yang perlu kita ikhlaskan kepergiannya.”

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ilusi Ibu Kota yang Baru

15 Desember 2017   16:44 Diperbarui: 16 Desember 2017   14:51 1454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

###

Jadi, manakah sesungguh yang lebih penting, "memindahkan" ibukota yang menyediakan kebutuhan fisik dan non-fisik pusat pemerintahannya, atau "mentransformasi" budaya dan adat-istiadat birokrasi kekuasaan sehingga sejalan dengan tuntutan berbangsa dan bernegara di masa depan?

###

Bahwa kesemerawutan, pemborosan, dan kesia-siaan ibukota Jakarta hari ini --- sebagaimana juga berbagai kota besar maupun kecil lainnya di Indonesia --- terasa menjengkelkan, adalah satu hal. Semua itu, karena selama ini Negara memang tak pernah sungguh-sungguh hadir di sana, melakoni peran dan fungsi sejatinya sebagaimana yang diamanahkan konstitusi. Kita harus berani jujur untuk mengakui bahwa semua kekacauan itu, sesungguhnya berakar dari penyelewengan dan penyalah-gunaan makna kekuasaan. Selama ini, kehadiran negara justru berpihak sekaligus melegitimasi aglomerasi (pengelompokan) segala sesuatu pada pusat kekuasaan dan sekitarnya. Negara justru kerap mengabaikan peran distribusi dan pemerataan yang menjadi tugas dan tanggung jawab utamanya.

Kebijakan Joko Widodo yang memprioritaskan pembangunan dan pengembangan berbagai infrastruktur di seluruh pelosok Tanah Air adalah hal yang sangat tepat dan cerdas. Tapi semua itu sama sekali tak cukup untuk mengantisipasi masa depan Revolusi Budaya Digital. Kebutuhan transformasi cara pandang, peradaban, dan adat-istiadat birokrasi pemerintah menjalankan peran dan fungsi kekuasaan Negara juga sangat mendesak.

Maka dibanding memindahkan ibukota, Jokowi sesungguhnya lebih perlu mempertimbangkan pembatasan fungsi dan jenis kegiatan yang diperkenankan di Jakarta dan sejumlah kota besar lain yang ada di pulau Jawa.

Mengapa semua jenis industri dan pusat kegiatan ekonomi-sosisl-budaya harus selalu diperkenankan mengambil tempat di ibukota dan wilayah sekitarnya?

Selama ini, Negara memang selalu ragu dan gelisah menyikapi hasrat pertumbuhan suatu kota. Konsekuensinya, keunggulan skala yang dimiliki sering dibiarkan terus-menerus menjajah ruang wilayahnya yang telah dan semakin semerawut.

Mengenai keinginan memindahkan pusat pemerintahan, Bappenas semestinya berkenan dan berani menyikapi dengan wacana yang lebih cocok dan sejalan dengan tantangan dan tuntutan mutakhir, sebagaimana yang telah diuraikan di atas tadi. Tentu saja perlu disertai dengan konsekuensi pengembangan berbagai kebijakan mendasar tentang sistem birokrasi pemerintahan masa depan dalam melakoni amanah kekuasaan yang diserahkan Negara kepadanya. Sebab, berbagai kebijakan yang ada saat ini memang sudah tidak sejalan lagi dengan tuntutan perkembangan jaman, khususnya terkait dengan Revolusi Budaya Digital yang sedang berlangsung.

Walaupun sangat menantang, semua itu memang bukan pekerjaan yang mudah.

--- Jilal Mardhani, 15 Desember 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun