Kembali soal arena permainan yang dikemukakan di atas, Joko Widodo harus berani kembali memurnikan peran dan posisi pemerintah. Layaknya seperti cerita Tuhan di surga yang akan bersikap adil dan bertanggung jawab kepada setiap warga negaranya. Artinya, jauhilah permainan satu arena dengan siapapun yang bukan pantarannya. Termasuk dunia usaha. Sebab sesungguhnya mereka tetap berada di bawah 'perintah' negara.
Pemerintah sesungguhnya mewakili kepentingan rakyat sebagai pemiliktunggal negeri ini. Jadi, pada lakon-lakon yang merupakan peran yang diamanahkan padanya, pemerintah harus mampu mengerjakan secara sempurna dan prima. Sebab pemerintahlah yang mestinya berhasrat, ingin melakukan, dan mewujudkan. Segera tinggalkan istilah agen yang selama ini menyesatkan kita. Hal yang pada akhirnya menyuburkan budaya mediocre di kalangan pejabat-pejabat yang terbiasa mengupayakan celah untuk menguntungkan diri sendiri. Paling jamak adalah lewat komisi, bagi hasil, sogokan, dan berbagai bentuk lain yang memuakkan itu.
Semua memiliki keterbatasan sehingga butuh bantuan yang lain. Termasuk pemerintah. Tapi hal yang disebut bantuan seyogyanya bersifat sementara. Bukan selamanya. Peran investor dan partisipasi swasta untuk mengisi kekosongan boleh dihalalkan. Tapi harus segera diikuti dengan strategi dan upaya menutupinya sehingga pemerintah dapat seutuhnya melakoni tanggung jawab itu.
+++
Adalah kewajiban semua pihak untuk menggali dan mengembangkan nilai-nilai dasar Pancasila yang kita banggakan itu. Pancasila bukan sosialisme. Tidak juga kapitalisme yang di seluruh dunia kini mulai bangkrut. Kita harus menjadi diri kita sendiri, Pancasilais sejati yang sebenar-benarnya.
Mari sama-sama belajar dari metamorfosis budaya yang telah kita lalui bersama melalui nasi dan air putih.
Jilal Mardhani, 25-7-2017