***
Lalu jaksa penuntut umum pada sidang pengadilan yang bergulir karena fitnah yang digembar-gamborkan itu, akhirnya menyatakan Ahok tak menista agama. Mereka justru mengajukan tuntutan aneh: Ahok menghina golongan.
Sungguh saya tak mampu memhami siapa dan golongan mana yang dihinanya.
Tapi biarlah proses hukum di pengadilan itu berjalan hingga akhir. Toh putusan ada di tangan hakim. Ahok dan pengacaranya -- sebagaimana jaksa yang menyampaikan tuntutan -- kemudian masih dapat mengajukan banding jika merasa keputusan yang disampaikan hakim dianggap tak memuaskan.
***
Memperebutkan kekuasaan hari ini bukan lagi soal bersih-kotor atau bebas-terikat KKN. Tapi tentang agama dan keimanan yang sama. Berderet-deret tokoh Muslim -- bahkan pemuka agama Islam -- yang dijebloskan ke penjara karena tertangkap tangan maupun terbukti korupsi agaknya tak lebih penting dibanding agama dan keimanan yang sama.
Maka tuntutan jaksa yang tak menggubris fitnah penistaan agama yang disandangkan kepada Ahok, tetap perlu dikapitalisasikan sebagai suatu ketidak-adilan. Sekelompok orang yang dipimpin Rizieq Shihab dkk melancarkan agitasi dan propaganda seolah pemerintah yang berkuasa tak berpihak pada umat Islam jika kemudian Hakim memutuskan sesuatu yang tak memuaskan syahwat kebencian mereka. Keraguan bahkan ketidak percayaan pada supremasi hukum yang sesungguhnya menjadi salah satu agenda Reformasi 1998, mereka pamerkan melalui aksi massa. Pangliima TNI pun sampai terbata, menjelaskan berputar-putar, dan mengungkap kata bersayap ketika menjawab pertanyaan singkat dan sederhana dari Rosiana Silalahi, soal kemungkinan pendomplengan upaya kudeta terhadap kepemimpinan Presiden Jokowi, saat mewawancarainya di Kompas TV beberapa hari lalu.
Sikap dan langkah Joko Widodo selaku Presiden maupun Kepala Negara dalam menghadapinya memang sangat penting dan berpengaruh pada upaya dan perjuangan mereka memenangkan persaingan 2019 nanti. Mereka yang kini tersandera dan tak leluasa melakoni kebiasaan menguntil dan menjarah kekayaan negara, akan semakin menderita bahkan mati kutu jika Jokowi terpilih lagi melanjutkan kekuasaannya.
Maka citra keberpihakan pada agama dan keimanan mereka menjadi begitu penting. Jauh lebih penting dibanding prilaku biadab dan tak bermoral dalam mempraktekkan laku korupsi-kolusi-nepotisme seperti kasus-kasus raksasa yang terkait dengan e-ktp, BLBI, stadiun olahraga Hambalang, dan seterusnya. Bahkan jauh lebih penting dibanding kriminalisasi terhadap KPK maupun oknum-oknum yang melaksanakan tugasnya disana, seperti penyiraman air keras ke wajah Novel Baswedan tempo hari.
***
Menjelang Suharto menyatakan diri berhenti dan menyerahkan kekuasaan kepada BJ Habibie tahun 1998 lalu, pendukung dan pengikutnya satu per satu berbalik badan, diam-diam atau terang-terangan berkomplot dengan kubu lawan, hingga akhirnya berkhianat pada sosok yang sebelumnya membesarkan mereka.