Identitas kendaraan maupun pengemudi yang akan digunakan bahkan sudah diketahui, jauh sebelum penumpang naik. Dengan demikian, jika diperlukan untuk berjaga-jaga, data dan informasi tersebut terlebih dahulu bisa diserahkan kepada kerabat atau teman yang lain dengan sangat mudah. Calon penumpang tinggal menggunakan fasilitas yang terdapat pada telpon genggam yang digunakannya.
Angkutan berbasis online juga dilengkapi dengan teknologi untuk memantau posisi (GPS tracking). Juga perkiraan waktu tempuh dan biaya yang akurat. Mereka juga mengembangkan sistem yang jauh lebih baik untuk mengevaluasi kepuasan pelanggan karena segera setelah perjalanan usai, atau setidak sebelum melakukan pemesanan berikutnya, aplikasinya secara otomatis akan meminta kita untuk menyampaikan umpan balik (feedback).
Diantara penyedia layanan online sendiri, telah sangat menyadari pentingnya pelayanan prima, sejak awal mereka mulai beroperasi. Sebab hampir tak ada exclusive entry barier bagi pesaing yang baru. Kita dapat menyaksikan sendiri, segera setelah kelahiran Gojek, 2 layanan ojek online yang lain (Grab dan Uber) segera hadir meramaikan pasar. Begitu pula dengan jenis kendaraan beroda empatnya. Pertama-tama yang hadir di Indonesia adalah Uber. Tak berapa lama kemudian, Grab turut pula meramaikan. Lalu, Gojek yang semua dikembangkan untuk layanan kendaraan roda dua (ojek), juga merambah ke roda empat.
Kesadaran pelayanan prima tersebut telah menciptakan tuntutan tinggi di kalangan internal mereka sendiri. Umur kendaraan sudah dibatasi sejak awal. Kesadaran pemilik dan pengemudi untuk merawat — bahkan menjaga kebersihan — kendaraannya terpelihara melalui sistem pemantauan kepuasan pelanggan, dan seterusnya.
Seandainya pemerintah berkenan mencermati dan mau berbesar hati untuk mengakui hal-hal itu, bukankah semua ketentuan terkait dengan maksud menjaga keselamatan masyarakat penggunanya sudah terpenuhi, bahkan lebih baik?
Apa yang paling perlu dilakukan Pemerintah sesungguhnya adalah kembali ke khitah. Menegakkan kembali tugas pokok dan fungsinya secara bersungguh-sungguh dan bermartabat. Menyusun dan menegakkan hukum agar masyarakat tertib, adil, dan sejahtera. Bukan dengan memaksakan hal-hal kuno yang sebetulnya sudah jauh tertinggal. Tapi melalui pembaharuan dan terobosan yang sejalan dengan perkembangan jaman.
Transformasi merupakan suatu proses perubahan dari kondisi awal menuju hal yang dicita-citakan sehingga dilihat, dirasakan, diyakini, dan dilakoni oleh seluruh komponen yang terlibat. Keempat hal tersebut memang sarat perlu yang harus dipenuhi. Tak cukup hanya dibicarakan di ruang-ruang seminar, lokakarya dan rapat-rapat pembekalan.
Soal Kelima, Incorporated
Firmanzah, telah menggambarkan persoalan kontemporer terkait angkutan berbasis online dengan cukup baik pada kolom yang berjudul ‘Regulatory Gap dalam Transportasi Online’ dan dimuat Majalah Tempo, edisi tanggal 27 Maret 2017.
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Paramadina itu, mengatakan bahwa kemajuan teknologi telah menghancurkan (disrupsi) batas antar sektor yang sebelumnya memiliki regulasi terpisah. Misalnya sektor transportasi, komunikasi, sistem pembayaran, perpajakan, industri jasa, dan pelayanan konsumen, pada kasus angkutan sewa khusus yang berbasis teknologi online.
Sayangnya, ketika masuk ke ranah yang ditunggu, masukan-masukan yang disampaikan terhadap sistem regulasi tak cukup mengimbangi kehebohan efek desruptif yang telah memporak-porandakan batas-batas sektoral pada tataran konvensionalnya. Ia justru mengaminkan — sebagaimana juga yang dianjurkan Rheinald Kasali dan dikutip Advertorial Departemen Perhubungan di halaman 104-105 majalah yang memuat tulisan Firmanzah itu — langkah-langkah protektif Pemerintah melalui penetapan kuota jumlah armada, batas bawah tarif yang diberlakukan, jenis SIM, dan sebagainya. Sejumlah contoh yang berlaku di negara lain memang disertakannya. Tapi semua itu belum terbukti sebagai langkah yang tepat (lihat kembali uraian ‘Soal Ketiga,Tugas Pokok dan Fungsi’ di atas).
Jika model bisnis yang menggunakan platform teknologi tersebut, telah membongkar batas-batas sektoral yang selama ini memiliki regulasi terpisah, bukankah langkah dan upaya yang dilakukan harusnya bersifat gotong-royong antar instansi yang sektornya turut terimbas?