Mohon tunggu...
Jilal Mardhani
Jilal Mardhani Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

“Dalam kehidupan ini, selalu ada hal-hal masa lampau yang perlu kita ikhlaskan kepergiannya.”

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Birokrasi yang Pongah dan Musibah Lis Pratiwi

14 Maret 2017   03:15 Diperbarui: 14 Maret 2017   03:42 852
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yang lebih parah, tidak hanya institusi sekelas Polri yang mengajukan syarat administrasi seperti itu. Institusi lain seperti TNI, PNS, dan BUMN juga benar-benar melihat kesesuaian antara tanggal dikeluarkannya ijazah dengan sertifikat akreditasi yang berlaku. Ditambah jeda akreditasi tersebut berlangsung lebih dari satu periode antara wisuda bulan Agustus dengan wisuda bulan November, yang menurut perhitungan saya kurang lebih seluruh mahasiswa prodi saya yang wisuda pada bulan November 2016 mengalami masalah yang sama, dan jumlahnya mencapai 100 orang. Itu berarti saya dan teman-teman saya tersebut kehilangan kesempatan yang sangat banyak dan mengalami kerugian yang sangat besar.

Bayangkan saja, ijazah sebagai bukti resmi menempuh pendidikan tinggi dinilai tidak memenuhi syarat dan prodinya dianggap tidak terakreditasi oleh institusi tertentu. Padahal saya menempun pendidikan secara resmi seperti mahasiswa lain, namun tidak mendapatkan hak yang setara. Solusi untuk masalah ini pun sangat sulit karena ijazah hanya bisa terbit sekali dan sertifikat akreditasi dari BAN-PT juga sudah dikeluarkan.

Salah satu staff BAN-PT mengatakan bahwa satu-satunya solusi adalah saya harus kuliah lagi sehingga ijazah terakhir yang digunakan adalah ijazah terbaru yang sesuai sertifikat akreditasi yang berlaku. Saya bahkan tidak ingin berkomentar lebih akan solusi ini.

Saya juga sudah berbicara kepada pihak fakultas dan prodi namun masih belum menemukan solusinya. Segera saya akan mengajukan permohonan audiensi dengan pihak universitas agar mendapat penjelasan lebih lengkap. Jujur saja sekarang saya masih bingung bagaimana cara menyikapi kejadian ini. Saya ingin ikhlas, tetapi kerugian saya terlampau besar. Namun saya juga tidak ingin menuntut secara hukum karena saya sangat menghormati almamater saya. Intinya dalam kasus ini, tidak ada pihak yang ingin disalahkan, namun jelas siapa pihak yang dirugikan.

Alasan saya menulis kejadian ini karena saya yakin banyak yang belum paham dan tidak sadar akan hal tersebut, baik tingkat civitas akademika terlebih para mahasiswa. Perlu diperhatikan bahwa fokus akreditasi bukan hanya untuk mendapatkan angka yang tinggi, tetapi juga mematuhi peraturan yang ada agar akreditasi tersebut dapat diterima dan penerapannya adil bagi semua mahasiswa. Hal ini perlu mendapat perhatian dari para petinggi lembaga pendidikan agar di kemudian hari kejadian seperti ini tidak terulang di universitas manapun.

Untuk saat ini saya terima jika saya gugur seleksi SIPSS karena alasan tersebut, meskipun bukan kesalahan saya. Saya ikhlas dan percaya jika Tuhan menyiapkan rencana yang lebih baik untuk saya, sebaik doa-doa yang diucapkan orangtua saya. Saya juga tidak tahu bagaimana cara meminta maaf kepada orangtua saya karena mengecewakan mereka. Sejak saya SMA, Bapak ingin saya menjadi polisi, tetapi lewat jalur sarjana. Dan sekarang setelah lulus kuliah, kesempatan saya menjadi polisi justru dinilai hilang karena kelalaian administrasi kampus.

Kejadian ini lebih dari sekadar saya gagal diterima di sebuah institusi pemerintah, tetapi banyaknya kesempatan besar yang hilang dan usaha saya kuliah selama bertahun-tahun di prodi unggulan nyatanya tidak dapat diakui dalam ijazah. Untuk itu saya masih akan terus mencari solusi terbaik untuk permasalahan tersebut. Sebab hal ini menyangkut beberapa lembaga penting dan suatu sistem yang perlu diperbaiki.

Jadi bagi Anda yang membaca tulisan ini, silahkan cek lagi apakah akreditasi prodi dalam ijazah Anda dapat diakui oleh semua institusi?

Tertanda,

Lis Pratiwi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun