Mohon tunggu...
Jilal Mardhani
Jilal Mardhani Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

“Dalam kehidupan ini, selalu ada hal-hal masa lampau yang perlu kita ikhlaskan kepergiannya.”

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Birokrasi yang Pongah dan Musibah Lis Pratiwi

14 Maret 2017   03:15 Diperbarui: 14 Maret 2017   03:42 852
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tapi, bagaimana mungkin kita menyalahkan Lis Pratiwi? Sebab bukankah tugas dia semestinya hanyalah belajar, mengikuti kuliah, ujian, meraih kelulusan, mematuhi tata-tertib, dan menyelesaikan kewajiban administratifnya sebagai mahasiswi di sana? Seandainya dia tahu soal akreditasi yang kadaluarsa saat akan lulus kemarin, kemungkinan besar dan hampir pasti pihak perguruan tinggi yang bertanggung jawab mengurus, akan diingatkannya!

***

Berbeda dengan Lis, Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) semestinya tidak demikian. Lembaga itu SEMESTINYA mengetahui kapan masa berlaku akreditasi yang diberikan pada kampus Lis berakhir. Maka --- jika benar lembaga pemerintah itu sungguh-sungguh ingin menghadirkan Negara di tengah masyarakat sebagaimana yang dicita-citakan pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla --- semestinya ia dapat proaktif MENGINGATKAN pengurus kampus tempat Lis Pratiwi kuliah untuk melengkapi persyaratan dan mengurusnya, bukan?

Tidak ada kesalahan --- apalagi keterhinaan --- sama sekali bagi BAN-PT untuk melakukan 'pelayanan' itu. Mungkin saja petugas administrasi di perguruan tinggi Lis disibukkan dengan aktifitas harian sehingga luput memperhatikan bahwa akreditasi program studinya yang berusia 5 TAHUN sudah menjelang kadaluarsa. Saya tak mengatakan mereka benar dengan keteledorannya. Tapi teori kerjasama 'produsen' dan 'konsumen' dalam tata kelola pelayanan (mangement service) sesungguhnya sudah jamak. Dalam prakteknya, pelayanan tersebut diharapkan dapat menjaga kepuasan pelanggan sehingga mereka tetap setia (loyal) dan lebih banyak mengkonsumsi/menggunakan layanan yang disediakan produsen.

Layanan pemerintah memang monopolistik. Demokratisasi hadir untuk menghindari kesemena-menaannya. Itu sebabnya berbagai gagasan perlindungan masyarakat berkembang. Sebagai konsumen, anak-anak, penganut kepercayaan, kelompok yang tidak beruntung secara ekonomi, penyandang cacat fisik ataupun mental, kaum minoritas, dan sebagainya.

Adalah terlalu berlebihan jika kealpaan mengurus perpanjangan akreditasi, lalu menerbitkan ijazah saat kadaluarsa seperti yang dialami Lis, kesalahannya begitu saja ditimpakan kepada pengurus universitas. Apalagi jika semua itu tidak disengaja.

Saya justru condong mencibir BAN-PT yang mestinya lebih peka terhadap masa kadaluarsa akreditas 'pelanggan-pelanggannya'. Sebab SEHARI-HARI tugas dan aktifitas mereka memang tentang hal itu. Apalagi dengan kemudahan sistem yang terkomputerisasi sekarang. Saya yakin BAN-PT juga memilikinya. Tapi mungkin tidak atau belum mampu menggunakan semestinya, ya?

Mungkinkah mereka mrnganggap kekuasaan dan kewenangannya sebagai suatu kemewahan, bukan kewajiban?

Saya tak tahu.

***

Musibah Lis Pratiwi memberikan banyak pelajaran kepada bangsa kita yang sedang berbenah karena ingin sungguh-sungguh menghadirkan negara di tengah masyarakatnya. Cita-cita itu tak mungkin tercapai hanya melalui iktikad pemimpin tertinggi republik ini. Tapi semua pihak harus menyadari dan melakoni proses perubahan (transformasi) yang bersungguh-sungguh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun