Mohon tunggu...
Jilal Mardhani
Jilal Mardhani Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

“Dalam kehidupan ini, selalu ada hal-hal masa lampau yang perlu kita ikhlaskan kepergiannya.”

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Musik dan Kota, Sebuah Perspektif Planologi Politik

27 Februari 2017   22:16 Diperbarui: 28 Februari 2017   20:01 540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

Bagaimana mungkin kesimpulan di atas keliru jika kasat mata kita saksikan partai politik A bergotong-royong dengan B untuk mengusung calon kepala daerah X bersaing dengan Y yang diusung partai politik C dan D? Sementara, di daerah yang lain, A dan C bergandeng tangan melawan B dan D?

Kompromi dalam politik memang niscaya. Tapi tentunya dalam konteks untuk mempertahankan konsep dan gagasan yang dipertaruhkan. Bukan sekedar pembagian kekuasaan yang ujung-ujungnya bermuara pada eksploitasi peluang dan nilai ekonomis untuk kepentingan kelompok yang sempit semata.

Partai-partai politik itu dapat kita analogikan dengan para musisi yang berada di dalam sebuah orkestra. Sedangkan kepala daerah yang dikonteskan adalah calon konduktor yang ditawarkan masing-masing untuk memimpin mereka menginterpretasikan gubahan. 

Persoalannya, komposisi yang mana dan gubahan siapa yang akan mereka bawakan?

***

Planologi semestinya memang berangkat dari pemahaman sosialis tapi demokratis. Sebab dari sana filsafat dan konsep pengetahuan maupun ilmu rekayasa tentang ruang dan dinamika aktivitas di dalamnya, harus berkembang. Gagasan-gagasan Planologi memang harus berpihak kepada publik luas — para proletar — meski tidak menafikan hegemonitas kapitalisme. Sementara di sisi yang lain, gagasan-gagasan itu harus tetap mampu memberi ruang harmonis bagi kedigdayaan kekuatan modal sebagai solist pada orkestrasi kemajemukan sosial-budaya masyarakat yang hidup berkecamuk dalam ruang yang difikirkannya.

Pemikiran-pemikiran yang ditawarkan Planologi mestinya bukan hanya sekedar mewarnai perpolitikan Nasional. Tapi juga harus mampu mengintervensinya.

***

Saya kira ada kekeliruan mendasar bagi pemikir dan aktivis Planologi saat ini dalam menyikapi kodrat dan hakekat dirinya. Disiplin yang semestinya menekuni ilmu dan pengetahuan ‘komposisi’ ruang politik kota dan wilayah itu, kini hampir bermetamorfosis penuh menjadi sekedar penulis ‘partitur’ para komposer abal-abal yang sekedar numpang lewat mengekspoitasi kekayaan semesta bagi kepentingan dirinya. Padahal mereka tak pernah peduli pada penonton yang bergumam malas, frustasi, hingga satu per satu meninggalkan gedung konser.

Lalu — jika terus abai dan menafikan fakta empiris itu — mengapa kalian ribut soal peran dan fungsi? 

Eksistensi sesungguhnya tak pernah hadir dari secarik sertifikat atau sekedar bergerombol. Sebab dunia nyata sesungguhnya membutuhkan argumentasi yang cerdik, cerdas, dan membangkitkan gairah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun