Drama penangkapan yang diberitakan — sehingga sorenya Presiden Joko Widodo perlu mengunjungi Departemen yang dipimpin Budi Karya itu — menyisakan pertanyaan, apa sesungguhnya yang ingin dikabarkan atau dicitrakan?
***
Seorang pemimpin terpilih tentu disertai dengan sejumlah pertimbangan istimewa tentang kemampuan dan kepiawaiannya untuk mengatasi permasalahan, mencapai sasaran yang ditetapkan, serta mewujudkan tujuan sesuai cita-cita yang diangankan pihak yang memilih dan mengangkatnya. Tapi, walau bagaimanapun, pemimpin tersebut juga dituntut mampu mengerahkan dan memberdayakan seluruh sumberdayanya sehingga bahu-membahu melaksanakan semua amanah yang tak mungkin mampu dikerjakan sendiri olehnya.
Maka, seorang pemimpin — sebagaimana pula seluruh jajaran organisasinya — juga memiliki hak dan wewenang agar tugas dan tanggung-jawab yang diserahkan dapat terlaksana dengan baik. Ia berhak menuntut sumberdaya dan fasilitas pendukung sesuai dengan kapasitas standar yang dibutuhkan. Artinya, jika yang tersedia maupun diberikan tidak mencukupi persyaratan minimal maka idealnya ia berhak untuk mengundurkan diri, meletakkan jabatan, dan mengembalikan mandat yang diberikan.
Di sisi lain, jika ada bagian dari organisasinya yang tidak mampu memenuhi kualifikasi dan kapasitas yang disyaratkan, maka seorang pemimpin berhak untuk mengganti, mencopot, bahkan memecatnya.
Bagaimana jika sumberdaya internal tidak tersedia?
***
Sumberdaya manusia yang handal dan mumpuni adalah syarat perlu yang mutlak pada organisasi apapun di dunia ini. Persoalan kita adalah pada dasar hukum dan ketentuan-ketentuan yang menyangkut kepegawaian. Soal status, hak, maupun kewajibannya. Sedemikian rupa sehingga menjadi bunker perlindungan yang aman bagi mereka yang sesungguhnya tidak memenuhi kualifikasi dan tuntutan kinerja yang diharapkan.
Kita sering mendengar 'pemindahan' atau 'pencopotan jabatan' sebagai salah satu bentuk sanksi hukuman bagi pegawai yang 'bermasalah' di lingkungan pemerintahan. Hampir tidak ada yang dipecat kecuali tersangkut masalah pidana.
Kinerja?
Sampai saat ini hal tersebut sesungguhnya masih kurang dihiraukan di lingkungan Aparatur Sipil Negara (ASN). Perhatian pada soal tersebut masih sangat partial, tidak menyeluruh, sekedar pembenaran terhadap hak pada fasilitas dan tunjangan yang harus ditanggung negara, dan hanya semakin melembagakan birokrasi aparatur / kepegawaian yang ada. Soal mengapa dan bagaimana kinerja (performance) dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi yang dibebankan masih diatur dan ditetapkan dengan sangat normatif.