Mohon tunggu...
Jilal Mardhani
Jilal Mardhani Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

“Dalam kehidupan ini, selalu ada hal-hal masa lampau yang perlu kita ikhlaskan kepergiannya.”

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Budi Karya dan Balak Kosong

2 Oktober 2016   15:24 Diperbarui: 13 Oktober 2016   08:07 1363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. (Estu Suryowati/KOMPAS.com)

Anda diangkat menggantikan Ignasius Jonan, salah satu putra terbaik Indonesia yang bersungguh-sungguh dan pernah terbukti mampu membenahi warisan kekacauan Soeharto dan Orde Baru.

Jonan berlatar belakang dunia keuangan dan perbankan. Sebagaimana banyak Citi bankers lain, dia memiliki kekuatan terhadap sistem berbasis proses dan prosedur. Maka PJKA yang sebelumnya merugi Rp 83,5 miliar berbalik menjadi untung Rp 153,8 miliar pada tahun pertama dipimpinnya. Asetnya pun meningkat dari Rp 5,7 triliun (2008) menjadi Rp 15,2 triliun (2013).

Kinerja keuangan tersebut bukan semata hasil penertiban administrasi dan rekayasa keuangan, tapi buah proses transformasi terhadap layanan kereta api yang sebelumnya terkenal kumuh dan tak terurus menjadi hal yang aman, menyenangkan, dan membanggakan. Kita harus mengakui hasil kerjanya di sana.

Saya tak tahu cela atau soal apa yang dimiliki Jonan hingga Presiden Joko Widodo melengserkan beliau dan menggantikannya dengan Anda. Sikap correct dan memastikan kesempurnaan agar terhindar dari masalah yang tak perlu adalah ciri banker sejati. Prudent. Saya yakin itulah alasannya menolak pengoperasian segera Bandara Soekarno Hatta 3 Ultimate saat musim mudik lebaran kemarin.

Walau Anda sesumbar menyatakan siap menyambut keinginan Joko Widodo untuk segera meresmikannya. Pembangunan bandara itu memang berlangsung saat Anda memimpin Angkasa Pura, sebelum ditunjuk menggantikan Jonan.

Anda seperti ingin menepis prasangka dan kekhawatiran soal kesiapan bandara itu. Beberapa saat setelah diangkat menggantikan posisi Jonan sebagai menteri perhubungan, terminal baru yang merupakan karya Anda itu, diresmikan. Dan segera pula terkuak berbagai masalah. Commissioning berbagai fasilitas dan pengalihan sistem operasi belum layak yang dikhawatirkan Jonan terbukti!

Saya tahu, Anda arsitek. Soal rancangan dan bangunan tentu tak pantas untuk diragukan. Tapi buktinya, bangunan bandara baru yang terburu diresmikan itu pun menguak soal kualitas yang memalukan, mulai dari banjir dan 'air mancur' hingga ceiling yang roboh.

Jelas terbukti Anda tak memiliki kualitas sikap correct dan kesempurnaan kerja seperti Jonan. Bahkan untuk bidang yang Anda kuasai dan semestinya tak perlu diragukan lagi. Tapi toh Anda tak bersikap ksatria mengakui sekaligus meletakkan jabatan setelah itu. Meneruskan tradisi pria sejati yang dilakukan sahabat saya, Joko Sasono, Direktur Jenderal Perhubungan Darat di bawah kepemimpinan Menteri Jonan saat kemacetan luar biasa parah terjadi sehari sebelum libur Natal 2015 lalu.

***

Transportasi merupakan disiplin ilmu yang kompleks. Ia juga menuntut kecanggihan beradaptasi terhadap berbagai kemajuan dan perkembangan zaman. Bukan hanya teknologi dan bisnis tapi juga budaya dan gaya hidup. Di tengah dinamika perubahan yang berlangsung amat cepat, kita tak bisa memaksa diri setia pada pakem-pakem konvensional. Sebaliknya harus rajin berpikir kontemporer dan out of the box. Kebodohan yang angkuh dan birokrasi yang hipokrit menyebabkan sumber daya ahli dan ilmuwan lokalnya tenggelam.

Jangan menyangkal jika rancangan kebijakan dan perencanaan perihal nadi kehidupan itu sebagian besar dikangkangi Jepang dan bangsa-bangsa lain yang memiliki kepentingan kapitalisme di negeri ini. Mereka yang rajin bergegas menyediakan dana hibah untuk kebutuhan cetak birunya. Hal yang bagi mereka berguna sebagai kerangka strategis. Sementara bagi pemerintah dan birokrasi kita hanya sekedar kelengkapan administrasi yang melegitimasi berbagai kelancungan mengurus negara ini.

Kalau bingung dan belum paham, silahkan buka semua pustaka karya JICA, World Bank, ADB, OECF, dll di bidang transportasi untuk Indonesia sejak pemerintahan Soeharto dan Orde Baru berkuasa.

***

Maka Jonan pun tersandung-sandung ketika urusan transportasi nasional diletakkan di pundaknya. Kompleksitas bidang disiplin yang sama sekali berbeda - bagai bumi dan langit - dengan urusan perkeretaapian. Ada segudang variabel yang harus dipetakan sebelum melakoni sikap correct dan kesempurnaan. Tak mungkin bersandar pada pakem usang dan ketinggalan zaman.

Kemacetan parah menjelang Natal 2015 yang diikuti pengunduran diri Joko Sasono dari posisi Dirjen Perhubungan Darat hanya salah satu puncak gunung es persoalan transportasi Indonesia. Terlepas dari kesungguhan serta sikap correct dan perfectionist-nya, Jonan memang tak menguasai akar dan struktur permasalahan yang terjadi. Penanganan yang dilakukan harus revolusioner serta bersifat menyeluruh dan terpadu. Tak mungkin tambal sulam. Apalagi saling lempar tanggung jawab. 

Maka tragedi Brebes Exit yang mengenaskan itu pun terjadi! Tepat menjelang mudik Lebaran 2016 kemarin. Lalu Jonan tersingkir dan Anda menggantikannya.

Betul jika kehebohan seperti prahara Idul Fitri tak terjadi saat libur panjang Idul Adha kemarin. Tapi sesungguhnya tak ada langkah revolusioner kaliber Menteri Reformasi yang didambakan Indonesia yang Anda lakukan. Semua jelas terlihat dari persoalan kemacetan sehari-hari di hampir seluruh ruas jalan tol kita.

Maka, ketika sebuah container terguling di sekitar km 60 Jakarta-Cikampek di pagi hari kemarin -- dan evakuasinya baru dilakukan lewat tengah hari sekitar pukul 1 siang -- prahara itu terjadi lagi. Sebagai rakyat Indonesia yang menjadi pengguna jalan tol kemarin --yang juga paham dan mengerti persoalan transportasi -- maka tak ada ungkapan lain yang layak disematkan kepada Anda selaku menteri perhubungan yang menggantikan Ignasius Jonan selain 'balak kosong'!

Apalagi jika mengingat rekam jejak kekacauan Terminal 3 Ultimate Soekarno-Hatta yang Anda gadang-gadang sebelumnya. Terlebih lagi menyaksikan langkah-langkah yang Anda lakukan menyikapi perkembangan angkutan umum berbasis teknologi aplikasi yang juga sudah mencuat di masa kepemimpinan Jonan.

Ketidakmampuan memahami permasalahan menyebabkan kalian berdua bersikukuh dengan Undang-Undang 22/2009 tentang Lalu-lintas dan Angkutan Jalan Raya yang sudah kuno dan ketinggalan zaman itu. Bukankah sebagai menteri yang membantu dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden, Anda memiliki kemewahan hak diskresi yang sangat layak dimanfaatkan untuk mengatasi berbagai soal darurat, seperti pengelolaan jalan tol dan angkutan berbasis teknologi aplikasi itu?

Saya tak mengharuskan Anda -- sebagaimana juga Jonan dulu -- menguasai ilmu dan pengetahuan mumpuni soal transportasi. Sebab Anda diminta memimpin, mengelola sumber daya untuk mengatasi dan memecahkan masalah di bidang yang menjadi tanggung jawab Anda. Tapi Anda harus melibatkan dan bertanya kepada mereka yang ahli dan paham agar wawasan Anda terbuka dan kebijaksanaan Anda berkembang. Atau Anda hanya menjadi bulan-bulanan di tengah ratusan bisul transportasi yang siap meledak sekarang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun