Kepada yth.
Bangsa Indonesia
Aduh, kok jadi rame gini sih cuma gara-gara minta tolong ngelayani anak saya yang lagi ke New York? Dia kan anak perempuan saya? Emangnya ga boleh ya kalau saya sayang sama anak sendiri? Ntar kalau sama anak orang lain bukannya kalian lebih heboh?
Begini ceritanya.
Kalian harus paham kalau saya ini anggota DPR. Wakil ketua pula. Saya duduk di sana dari partai yang tidak berada di lingkaran pemerintah yang sedang berkuasa. Jadi sebetulnya saya sekalian ingin menguji profesionalisme kantor pemerintah kita di New York itu. Kira-kira kalau saya yang berasal dari partai di luar kekuasaan minta tolong, mereka mau melayani apa tidak? Gitu lho!
Saya kan sibuk ngurus negara. Kepentingan bangsa kita lah pokoknya! Terhadap pengorbanan hebat dan besar yang saya lakukan hingga saat ini, masak saya tidak boleh minta kompensasi sedikit kepada negara untuk ngurusin puteri saya yang sedang berkunjung ke luar negeri menggunakan fasilitas yang ada?
Jangan salah baca lagi ya. Saya cuma minta kompensasi. Bukan barter, kok!
Ada yang lebih penting lagi.
Masak kalian tidak ingat kalau saya cukup dekat dengan Donald Trump? Apa kalian semua tidak malu kalau salah satu calon kuat Presiden USA yang kelak menggantikan Barrack Obama itu tahu anak saya datang tapi tidak dilayani dengan fasilitas negara?
Saya sih bisa saja minta tolong supaya dia menyediakan fasilitas menjemput dan melayani anak saya di sana. Tapi kan dia masih mungkin menolak permintaan saya itu?
Jadi saya sebetulnya telah berfikir keras untuk tidak mempermalukan 2 hal sekaligus.
Pertama soal kenyamanan Donald Trump seandainya dia akan menolak permintaan saya. Saya sebetulnya cukup yakin soal itu. Jadi sebaiknya kita tak perlu memaksa keadaan hingga dia menolak permintaan saya itu dan menanggung malu karenanya, bukan?
Kedua, tentu martabat negara dan bangsa kita sendiri karena dianggap calon Partai Republik itu miskin dan tak mampu membantu anak saya, orang penting di DPR yang sekarang kebetulan berada di luar kekuasaan!
Bagaimana kalau gara-gara permintaan itu, Donald Trump dan pendukungnya menganggap kita sudah tak kompak lagi menggunakan failitas negara untuk melayani anak kandung tokoh penting seperti saya?
Jangan-jangan gara-gara soal kecil itu mereka lalu berkesimpulan bahwa kita sedang diambang perpercahan!
Hati-hati lho.
Bisa jadi akan berpengaruh buruk terhadap investasi Amerika ke negeri kita, bukan?
Persoalan itu sebetulnya hanya ingin mencoreng nama baik saya saja. Masak kalian ga yakin kalau saya sanggup mengganti ongkos bensin yang dikeluarkan kantor perwakilan Indonesia di New York itu?
Itulah sebabnya saya tulis surat ke Menteri Retno agar menyampaikan uang Rp 2 juta kepada staf kantor perwakilan itu yang telah bersedia menjemput anak saya.
Bukan apa-apa.
Biaya pengganti bensin yang dikeluarkan pasti tak sampai Rp 2 juta. Bukankah harga minyak dunia sedang anjlok?
Saya pun tak ingin kelebihannya menjadi sumber persoalan baru bagi staf-staf di sana. Juga di kantor ibu Menteri yang di Jakarta. Jangan sampai jadi tuduhan gratifikasi. Jadi, perlu saya tegaskan sisanya untuk persenan alias tips petugas yang menjemput.
Bukankah hal itu menunjukkan kepedulian bahkan kedermawanan saya terhadap sesama anak bangsa? Terlebih lagi dalam suasana bulan suci Ramadan ini.
Saudara-saudaraku yang sangat kubanggakan, hormati, dan cintai
Kita semua saat ini sedang menghadapi persoalan yang sangat pelik. Target penerimaan negara yang jauh meleset menyebabkan defisit anggaran semakin membengkak. Jadi kita sekarang lagi diambang kemiskinan yang gawat darurat. Oleh karena itu persoalan citra sangat penting.
Semua yang saya lakukan sudah saya fikirkan masak-masak. Jika tidak demikian, apa gunanya semua gelar kesarjanaan yang saya cantumkan di kertas surat resmi itu?
Persoalan permintaan menjemput dan melayani anak saya yang sedang berkunjung ke New York itu telah melalui kajian mendalam terhadap berbagai potensi permasalahan yang tak perlu. Bahkan saya memanfaatkannya demi kepentingan bangsa yang lebih besar. Mulai dari mendorong investasi Amerika ke negeri kita sampai menutup celah defisit anggaran yang semakin melebar. Tidakkah semua itu menunjukkan cinta mendalam dan kesediaan berkorban yang luar biasa karena anak kandung sayapun ikut terlibat?
Mudah-mudahan penjelasan melalui surat terbuka ini dapat dimaklumi bersama demi kejayaan bangsa yang kita cintai ini.
DR., Fadli Zon, S.S., M.Sc
(Contoh surat terbuka yang dapat disampaikan kepada segenap bangsa yang beriman, pemaaf, dan ramah tamah)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H