Mohon tunggu...
Jilal Mardhani
Jilal Mardhani Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

“Dalam kehidupan ini, selalu ada hal-hal masa lampau yang perlu kita ikhlaskan kepergiannya.”

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Kuasa Ahok dan Kekuasaan

26 Juni 2016   20:17 Diperbarui: 27 Juni 2016   11:50 3658
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendukungnya terbelah dua!

Pertama, mereka yang bermimpi Ahok melaju ke pemilihan kepala daerah DKI Jakarta tahun 2017 melalui jalur independen. Bagi mereka, agaknya keberhasilan meraih kekuasaan paska Pilkada bukan segala-galanya. Walaupun - tentu saja - hal tersebut tetap menjadi harapan yang utama.

Ada 'perjuangan' lebih penting yang menyatukan semangat mereka : menyampaikan pesan kemarahan kepada partai-partai politik yang selama ini (semakin) mengecewakan!

Pesan itu bergema hingga ke berbagai penjuru Tanah Air. Menggugat harapan Indonesia yang mulai memudar. Soal bhineka tunggal ika. Tentang keadilan sosial. Mengenai kemerdekaan memilih Tuhan.

Pendukungnya lalu meluas. Melampaui batas wilayah administrasi DKI Jakarta. Mencakup para pemegang KTP kabupaten-kabupaten lain yang terletak di sekitar ibukota. Meskipun sesungguhnya mereka tak memiliki hak pilih.

Ahok telah berhasil membangkitkan kerinduan publik pada sosok pemimpin yang tak korup, menyalah-gunakan jabatan, dan memperkaya diri sendiri. Itulah alasan utama mengapa barisan pendukungnya yang berada pada kelompok pertama ini, tumbuh berlapis-lapis melampaui jumlah mereka yang berhak memberikan suara pada Pilkada 2017 nanti.

***

Kelompok pendukung yang lain adalah mereka yang mendambakan Ahok tetap menjadi Gubernur setelah pemilihan tahun depan. Seandainya diperlukan, berpindah ke jalur partai politik untuk mengganti jalan independen yang sebelumnya diperjuangkan, adalah suatu kewajaran.

No big deal!

Pokoknya Ahok tetap bisa bercokol di puncak kekuasaan DKI Jakarta!

***

Pendukung kelompok pertama mementingkan 'cara' yang dipilih untuk mencapai tujuan. Sementara bagi yang kedua, 'tujuan' adalah segala-galanya sehingga cara apapun halal.

Mereka yang berada di kubu pertama bersedia 'kalah' demi tegaknya 'nilai-nilai' yang diperjuangkan. Sementara kubu kedua berprinsip harus 'menang' berapapun 'ongkos' yang harus dikeluarkan.

***

Kelompok pertama rupanya masih meyakini idealisme pada upaya 'membangun' yang menuju kebaikan di masa depan. Walau faedahnya mungkin tak pernah sempat mereka rasakan.

Kelompok yang kedua bersikap pragmatis!

Kepentingan masa kini - dimana mereka menjadi bagian yang dapat langsung merasakan manfaatnya - adalah jauh lebih penting ketimbang harapan masa depan yang muluk-muluk. Sesuai dengan ciri dan karakternya, kelompok ini memang meyakini, bahwa pada setiap generasi, proses keseimbangan selalu akan berlangsung secara alamiah.

Sudah barang tentu, mayoritas mereka yang tergabung dalam kelompok yang kedua ini adalah, para pemegang KTP DKI yang pada Pilkada 2017 nanti memang akan mempunyai hak pilih. Berbeda dengan kelompok pertama, yang keberadaannya tercetus oleh idealisme yang sama sehingga jangkauannya sangat mungkin meluas hingga ke masyarakat Indonesia lain yang bukan penduduk Jakarta, sebagian besar diantara mereka mungkin tak mempunyai hak untuk memilih Ahok sebagai Gubernur DKI pada tahun 2017 nanti! Meskipun mereka amat sangat perduli!

***

Hingga akhir pekan kemarin, batas pemisah diantara kedua kelompok pendukung Ahok itu masih samar. Satu dengan yang lain saling menyelinap, mengisi celah-celah yang kosong, mengokohkan barisan, menjaga dan melindungi sang jagoan dari segenap lawan yang ingin mengganggu maupun mencederainya!

Godaan itu agaknya berhasil menyusup. Bahkan dalam bentuk teror terhadap kesetiaan Ahok pada iktikad yang sesungguhnya. Sekaligus menguji tanpa ampun kesabaran segenap pendukung yang sesungguhnya terpecah dalam 2 kelompok besar tadi.

Lalu ketika tanda-tanda keberhasilan godaan dan teror itu mulai berpendar samar, kelompok yang pertama tetap berupaya 'menahan' diri. Mereka menepis ragu dan tetap berharap perjuangan jalur independen yang selama ini didukungnya mampu bertahan. Bahkan mengeras!

Sementara itu, kelompok kedua yang berprinsip 'pragmatis' mulai 'membuka' dirinya. Bersiap mengesampingkan jalur independen sebagai keharusan. Bahkan mulai memperhitungkan peluang jalur partai politik untuk mengambil alih. Asalkan mampu memuluskan jalan sehingga Ahok terpilih lagi!

***

Majalah Tempo edisi 3 Juli 2016 memberitakan, Jumat (24-6-2016) kemarin penantian panjang Ahok telah berakhir setelah menerima surat rekomendasi resmi dari Partai Golongan Karya yang mencalonkannya sebagai Gubernur. Partai ketiga setelah Nasdem dan Hanura yang menyatakan dukungan bagi patahana yang sebelumnya berniat maju lewat jalur independen.

Ketiga dukungan resmi partai politik itu menepis kekhawatiran soal verifikasi KTP pendukung yang harus dihadapi Ahok jika tetap ngotot di jalur independen.

***

Bagaimanapun, fenomena Ahok ini sungguh sesuatu yang luar biasa. Segala sesuatu memang berpusat pada kharisma dan kekuatan dirinya sendiri. Ahok lah penguasa tunggal yang menentukan qiblat, gaya, dan cara berpolitik untuk maju dalam Pilkada DKI 2017.

Para ketua partai politik yang selama ini kerap pongah memamerkan kekuasaan, dan hampir tak terbantahkan perannya, dalam menentukan nasib kader yang direstui maju sebagai calon kepala daerah dalam hampir setiap Pilkada, tak berkutik! Justru kedigdayaan mereka kini diruntuhkan Ahok hingga (hampir) tak berlaku dalam menentukan nasibnya sebagai calon Gubernur DKI 2017-2022.

Ketika coba-coba dihadang bahkan diancam tak dicalonkan, Teman Ahok 'datang-tak-diundang-dan-pulang-tak-diantar' seperti jailangkung, bekerja suka-rela, dan menggalang sejuta dukungan masyarakat DKI Jakarta agar Ahok bisa maju lewat jalur independen. Langkah itu membuat partai-partai politik gigit jari, lalu mencari-cari jalan untuk menghalangi, bahkan menggagalkan! Diantaranya melalui aturan dan ketentuan yang terkait tugas pokok dan fungsi KPU (Komisi Pemilihan Umum) sehingga pencalonan melalui jalur independen bukan hal yang mudah, bahkan sulit!

Ahok pun sangat piawai bertata-krama. Dia rajin mengatakan bahwa tak mungkin meninggalkan Teman Ahok yang sudah bekerja keras mengumpulkan tanda tangan. Tapi juga melempar siinyal agar Teman Ahok berfikir ulang masak-masak 'untuk tidak menyia-nyiakan sejuta dukungan independen yang terkumpul' dan 'memanfaatkan uluran tangan partai-partai politik yang kini bersahabat dan tak rewel.'

Kita tahu tak ada ikatan formal yang disertai kosekuensi legal yang perlu dan harus ditanggungnya. Toh hubungan Ahok dan Teman Ahok hanya sebatas emosi, suka-rela, tanpa kewajiban memenuhi kehendak satu dengan yang lain.

Ahok 'menyudutkan' Teman Ahok untuk berinisiatif menepis 'kesucian independensi' yang semula menjadi jargon utama gerakannya. Tak hanya itu, Teman Ahok bahkan digiring melontar 'undangan terbuka' kepada partai-partai politik merapat, mendukung, dan mencalonkan Ahok, agar 'sejuta dukungan yang terkumpul untuk independen tak sia-sia!'

Bukankah kini Ahok yang digdaya?

Dia yang berkuasa dan menguasai bidak-bidak catur perpolitikan Pilkada Jakarta. Hal yang tersisa, 'apa yang sesungguhnya menguasai nurani dan fikiran' Ahok untuk menentukan sekaligus memilih langkah-langkahnya ke depan!

***

Sangat bisa dipastikan kelompok pertama pendukung Ahok, yaitu mereka yang 'ingin menyampaikan pesan kemarahan kepada partai-partai politik' akan kecewa! Sedih karena aspirasi yang mereka salurkan ternyata ditelantarkan! Lalu marah karena merasa dikhianati! Dan kemudian mungkin saja sakit hati!

Jika Ahok mengabaikan semua itu, mungkin bukan karena nafsunya ingin mempertahankan kekuasaan memimpin dan mengelola Jakarta yang hari ini dipegangnya (pada episode Mata Najwa yang tayang beberapa hari lalu, Ahok berkata bahwa dia bukan ingin menjadi Gubernur, tapi CEO alias Chief Executive Officer Jakarta!), tapi karena ia memang sungguh-sungguh ingin menuntaskan berbagai pembangunan, pembenahan, terobosan, dan perbaikan yang telah dimulainya demi dan untuk semata-mata warga ibukota republik ini!

Seandainya demikian, mudah-mudahan Ahok tak lupa bahwa seberapa penting dan hebatnya pun peran Jakarta bagi Indonesia, kekuasaannya belum berarti banyak bagi 'kepentingan' negara yang lebih luas. Langkahnya kembali ke pangkuan partai akan menepis kembali keraguan kekuatan-kekuatan politik itu terhadap sikap, prilaku, dan kerja mereka yang selama ini selalu menuai cemooh dan kejengkelan konstituen yang memilihnya! Keyakinan mereka pada keistimewaan posisi tawarnya dalam percaturan politik di negeri kita akan kembali menguat. Sebab pada akhirnya rakyat harus memaklumi hal itu! Dan Ahok telah sukarela membuktikannya!

Kita semakin tersudut dengan oligarki kekuasaan partai-partai politik.

Kasus Ahok akhirnya menyisakan preseden yang menciutkan nyali dan mengubur semangat Ahok-Ahok lain yang bersiap bangkit menyelamatkan pertiwi, meniru sepak-terjangnya, mencontoh kesungguhannya bekerja demi kepentingan masyarakat luas, dan seterusnya.

**

Tapi Ahok akan menjadi pahlawan Neo-Indonesia yang ditulis dengan tinta emas - jika dan hanya jika - dia mampu menggunakan dan memanfaatkan kekuasaan kontemporernya untuk menggiring partai-partai politik yang telah resmi mendukung dan mencalonkannya, berdiri sejajar bersama Sejuta Teman Ahok untuk mendaftarkan pencalonannya sebagai Gubernur DKI Jakarta 2017-2022 TETAP melalui jalur independen! Apapun resiko yang terjadi setelahnya!

Meski langkah terakhir itu menyebabkan pencalonan Ahok menjadi Gubernur DKI terganjal, Ahok lebih dari pantas untuk menjadi pahlawan kita. Sosok dan sepak terjangnya akan menginspirasi dan memotivasi gelombang generasi sekarang dan seterusnya untuk mengikuti tekad, semangat dan langkah-langkahnya menyelamatkan sekaligus membangun kejayaan Republik Indonesia yang sama-sama kita cintai ini.

Dengan begitu maka Ahok memang istimewa dan luar biasa!

Dia pun layak mendapat giliran untuk dipercaya memimpin bangsa ini kemudian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun