***
Seorang rekan di Filipina, Apollo Arelano, mengunggah kisah ‘diaspora’ di halaman pribadi sosial medianya. Seorang warga negara Filipina yang lain mendapat beasiswa penuh untuk melanjutkan studi di Jepang. Tapi setelah selesai, ia memilih menetap dan berkarya di negeri sakura itu. Tidak kembali dan mengabdikan ilmu pengetahuan dan keahliannya di negeri sendiri. Walau sesungguhnya disiplin ilmu yang ditekuni langka dan dibutuhkan. Keputasannya untuk tak pulang kampung konon karena tak ada lapangan pekerjaan yang bersesuaian dan layak.
Apa yang disampaikan rekan Filipina saya itu tak jauh berbeda dengan kondisi di Indonesia. Berapa banyak sarjana S1, S2, maupun S3 - khususnya di bidang rekayasa - kita yang cemerlang dan mendapat beasiswa belajar di luar negeri tapi akhirnya memutuskan tak kembali dan berkarya di tanah air? Bahkan tak sedikit yang menuntaskan pendidikannya di sini lalu memutuskan menjadi bagian ‘diaspora’ Indonesia!
Kisah warga Filipina itu kemudian saya teruskan pada halaman media sosial pribadi sambil memberi catatan pengantar bahwa kejadian tersebut juga jamak di negeri kita. Seorang rekan lain yang juga berprofesi sebagai dosen, Tety Armiati Argo, menanggapi :
“kita mulai tahu (specialized) higher education is not enough kalau ga ada grand strategic plan untuk memanfaatkannya. Jadi labour market-nya mesti diciptakan juga yaaa.....kalau diserahkan ke pasar tenaga kerja versi swasta ngga akan mudah.”
***
Bah!
Ini soal ‘how to engineering and engineering design’, bukan?
Demikianlah semestinya sebagaimana yang diuraikan Edward V. Krick dalam bukunya yang menjadi salah satu panduan utama mata kuliah Konsep Teknologi yang dulu wajib diikuti seluruh mahasiswa tahun pertama S1 ITB (Edward V. Krick, “An Introduction to Engineering and Engineering Design”, 2nd edition, Jhon Wiley & Sons, Inc., 1969). Sekarang judul mata kuliah itu telah berganti menjadi Pengantar Rekayasa dan Desain.
Simaklah cuplikan penting dari buku tersebut (halaman 35-36) :
“They always were and still are problem-oriented. Their prime motive is to solve a problem at hand. If perchance they are faced with a problem for which scientific knowledge does not supply a solution, they will still attempt to solve that problem. The engineer has a job to do, and he/she will arrive at a solution to a problem through experimentation, common sense, ingenuity, or perhaps other means if current scientific knowledge does not cover the situation. Thus the engineer doest not exist solely for the application of science; rather he exists to solve problems, and in so doing he utilizes scientific knowledge when it available.”