Mohon tunggu...
Jilal Mardhani
Jilal Mardhani Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

“Dalam kehidupan ini, selalu ada hal-hal masa lampau yang perlu kita ikhlaskan kepergiannya.”

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ramadan edisi #5: Latah, Lalai. Loyo

1 Juli 2015   04:45 Diperbarui: 1 Juli 2015   04:45 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Apakah kita alpa bahwa sejak saat itu hampir tak ada kuasa pemeritah negeri ini untuk tak membiarkan asing masuk dan mengeruk apa yang semestinya kita nikmati bagi sebanyak-banyaknya kemakmuran bangsa sendiri?

Apakah tak ingat bahwa mulai saat itu kita tak seutuhnya lagi berdaya memutuskan mana yang perlu mana yang tidak, mana yang boleh mana yang tidak, mana yang harus mana yang tidak?

Apakah kita sulit memahami jika untuk menjalankan keinginannya menguasai titik-titik ekonomi strategis Indonesia, bangsa-bangsa asing itu perlu menggandeng comprador-comprador?

Apakah begitu sulit untuk dimegerti jika kelompok yang siap pakai dan paling potensi diajak kerjasama adalah mereka yang sebelumnya bagian gerombolan Soeharto tapi hingga hari ini - melalui metamorfosa cukup sederhana dan tak terlalu rumit karena mental kebersamaan dan semangat gotong-royong bangsa kita telah terbutakan setelah sebelumnya dikebiri bahkan dilumpuhkan berpuluh tahun oleh Soeharto yang lalim dan hampir menjadi presiden seumur hidup dulu - masih exist bahkan semakin menjadi2?

***

Golkar adalah mesin politik Soeharto untuk mempertahankan kekuasaannya dulu. Walau pasti ada segelintir yang bersih dan masih berfikir lebih jernih, korupsi-kolusi-nepotisme gang Soeharto waktu itu dijalankan melalui simbiosis mutualisme Golkar-militer-keluarganya. Kita memang telah berhasil memisahkan militer dari percaturan politik kekuasaan pemerintahan sehari-hari. Mereka telah dikembalikan ke barak, habitat asalnya. Kitapun memang telah berhasil 'menghukum' jejaring bisnis yg dikuasai secara curang atau dipaksakan oleh keluarga Soeharto dulu. Tapi kita lalai membubarkan Golkar, mesin pemerintah Orde Baru yang hingga kini malah hampir sempurna bercokol di lingkaran kekuasaan indonesia paling kontemporer.

***

Soeharto dulu tak mungkin sendirian melakukan kekejian yang hingga hari ini masih menyengsarakan Indonesia. Dia didukung, dipuja, sekaligus dilindungi oleh lapisan-lapisan massive yang turut serta menikmatinya. Saat gerakan Reformasi 1998 merebak memang hampir mustahil menyingkirkan seluruh gerombolan presiden yang menggelar diri Bapak Pembangunan itu. Penularan penyakit korup dan mementingkan diri sendiri beserta kelompok sudah berlangsung demikian parahnya. Terjadi pada hampir semua golongan dan lapisan masyarakat. Jika gerakan itu memaksakan pembumi-hangusan mereka maka kemungkinan besar akan terjadi perang saudara diantara sesama bangsa kita sendiri. Tapi membiarkan mereka tetap terlibat jelas sebuah masalah seperti apa yang kita saksikan hari ini.

Semestinya, pelibatan mereka dahulu harus diawali dengan catatan yang mengikat kesepakatan untuk menanggalkan budaya lancung yang sebelumnya mereka lakoni serta janji untuk tidak mengulang sifat-tabiat yang hanya menguntungkan pribadi atau kelompok mereka.

Kemewahan ideal itu semua memang tak kita miliki. Kita berada pada situasi yang sangat tidak diuntungkan. Satu sisi sibuk memperbaiki kerusakan dan di sisi lain datang gelombang massive dari luar yang sudah memegang kunci pintu masuk ke sumberdaya negeri ini. Kesibukan kita yang lain ketika itu adalah mengejar pembuktian kesalahan Soeharto yang sudah tak berdaya. Pembuktian yang sesungguhnya tak begitu diperlukan lagi karena memang sudah nyata. Kita malah hampir tak menggubris kesalahan mereka yang ada di lingkaran kekuasaannya dulu.

Mereka memiliki sumberdaya, kemampuan dan pengalaman yang lebih dari cukup untuk mengkonsolidasikan diri kembali kepada keyakinan dan tata cara yang sudah dilakoni sebelumnya. Tak cukup disana, mereka juga memiliki segudang cara, pengaruh, dan pesona untuk menularkannya kepada darah-darah baru yang terlibat dalam proses reformasi itu. Ada segelintir yang tak nyaman dan memisahkan diri untuk kemudian diam bertapa atau bersungut-sungut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun