Lahan merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mempunyai sifat keruangan (spatial) dan merupakan lokasi aktivitas manusia. Fenomena kebutuhan lahan akan cenderung terus meningkat sejalan dengan adanya perkembangan pertumbuhan penduduk.. Sementara itu lahan ditinjau dari ketersediaannya dalam arti luasan terhadap batas administratif lahan bersifat terbatas. Lahan bersifat tetap dengan nilai ekonomis yang cenderung meningkat, khususnya di perkotaan, sehingga lahan tidak hanya sebagai obyek yang dimanfaatkan tetapi juga sebagai obyek yang diam untuk kepentingan investasi.
Penggunaan lahan yang kompleks di perkotaan mempengaruhi variasi harga lahan, dimana biasanya lahan dengan fungsi untuk komersial memiliki harga jual yang cenderung tinggi. Perkembangan guna lahan tersebut mempengaruhi kelengkapan faktor-faktor lain yang mendukung, seperti sarana dan prasarana jalan.
Semakin kompleksnya komponen - komponen yang mempengaruhi nilai lahan, maka akan mempengaruhi variasi harga lahannya. Karena lahan tidak dapat bertambah, maka yang terjadi adalah perubahan penggunaan lahan yang cenderung menurunkan proporsi lahan-lahan yang sebelumnya merupakan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan non pertanian. Perubahan penggunaan lahan yang terjadi sejalan dengan semakin meningkatnya pertambahan jumlah penduduk yang secara langsung berdampak pada kebutuhan terhadap lahan yang semakin meningkat.
Lahan merupakan faktor penting untuk kemajuan dan keberhasilan dalam dibidang pertanian, karena tersedianya lahan maka petani siap untuk mengolah lahan tersebut. Â Jika lahan tidak diolah maka tidak akan menguntungkna. Â Lahan yang tidak diolah lagi atau dikenal dengan lahan tidur ini akan berdampak pada hasil pertanian yang akan semakin berkurang, dan berdampak pula pada pendapatan petani. Bertambahnya lahan tidur sebenarnya menjadi suatu masalah baru dalam dunia pertanian, karena semakin banyak lahan tidur maka semakin sedikitnya hasil pertanian yang dihasikan.
 Lahan tidur merupakan lahan pertanian yang sudah tidak dimanfaatkan selama lebih dari dua tahun. Lahan tidur umumnya berupa lahan kritis yang miskin nutrisi sehingga sulit ditanami tanaman penghasil papan maupun tanman pertanian lain. Meskipun lahan tidur tidak dimanfaatkan tetapi lahan tidur tedap memiliki status kepemilikan. Terkadang pemilik tanah sengaja untuk tidak memanfaatkan tanah tersebut karena dinilai tidak memiliki tingkat kesuburan yang diinginkan,, sehingga tidak dapat ditanami oleh komoditas tanaman tertentu.
Menurut Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI No. 4 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penerbitan Tanah Terlantar dalam Pasal 1 Angka 6, pengertian lahan tidur adalah tanah yang sudah diberikan hak oleh negara berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan, atau dasar penguasaan atas tanah yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya.
Menurut Drabkin (1977) lahan - lahan terlantar di perkotaan dapat mendorong peningkatan harga lahan. Dari sisi  estetika, adanya lahan terlantar dapat menimbulkan kesan kurang terawat sehingga dapat mengurangi keindahan kota (Hallet, 1979). Menurut Chapin dan Kaiser (1979) lahan terlantar adalah sebidang lahan yang diatasnya tidak terdapat bangunan secara fisik, tetpi masih memiliki potensi untuk dimanfaatkan.
Indonesia memiliki potensi lahan tidur seluas 33,4 juta hektare yang terdiri dari lahan pasang surut 20,01 juta hektare dan raawa lebak 13,3 juta hektare. Lahan tidur umumnya tejadi disebabkan suatu lahan tidak lagi mampu mendukung pertumbuhan tanamna secara optimal sehingga kebanyakan lahan tersebut akhirnya ditinggalkan. Hal ini biasanya terjadi pada sistem lading berpindah. Selain itu, bisa disebabkan karena petani tidak lagi menganggap pertanian sebagai sebuah mata pencaharian yang menguntungkan sehingga beralih profesi dan meninggalkan lahannya.
Di daerah perkotaan, lahan tidur dapat dijadikan sebagai ruang terbuka hijau untuk memenuhi target luasan RTH dalam rencana pembangunan daripada dibiarkan menjadi lahan kosong yang bisa merusak citra kota. Sekitar tahun 1970-an, Kalimantan memiliki begitu banyak lahan tidur akibat sistem perladangan berpindah dan penanaman kepala sawit diupayakan sebagai perbaikan lahan kritis sebagai akibat ladang berpindah yang menyebabkan lahan tidur. Di wilayah lain seperti Kalimantan Barat, tanaman lidah buaya menjadi pilihan untuk ditanam karena lidah buaya mampu tumbuh di atas tanah yang kurang subur dan beradaptasi di berbagai jenis lingkungan.
Bagaimana cara agar lahan tidur bisa digunakan kembali?
Untuk mengurangi jumlah lahan tidur, pembudidayaan tananam yang pertumbuhannya lambat seperti pohon yang menghasilkan kayu karena relatif membutuhkan nutrisi yang sedikit dibandingkan tanaman pangan. Selain, melakukan penanaman untuk jenis pohon yang menghasilkan kayu dan menanam lidha buaya, lahan tidur juga bisa ditanami dengan tanaman sorgum.
Sorgum dikenal sebagai tanaman yang mampun tumbuh di lahan kritis dan tanaman ini merupakan tanamna multifungsi sehingga manfaatnya tidak hanya sebagai tanamna pangan namun juga bisa dijadikan sebagai pakan ternak dan penghasil bioenergi. Penanaman sorgum bisa dijadikan pilihan sebagai salah satu upaya untuk memanfaatkan lahan tidur karena tanaman ini dapat dipanen tiga kali dengan usia tanam 55 hari. Tanaman sorgum menjadi alternative pilihan yang di tanam di beberapa wilayah di Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Sejak zaman Orde Baru, lahan tidur dipaksa untuk digunakan sebagai jalan untuk mencegah terjadinya krisis pangan. Hal tersebut berlaku di bawah Hukum Dasar Agraria bahawa suatu lahan harus dikelola dengan produktif sebagai bagian dari fungsi sosialnya, entah di bawah hak sewa maupun hak milik.
Untuk pemanfaatan lahan rawa bisa diolah dengan membuat saluran drainase agar tidak tergenang. Pengolahan tanah bisa dilakukan sedalam kurang lebih 30 cm kemudian digemburkan dan dibersihkan dari sisa -- sisa tanaman. Selain lahan rawa, yang bisa dimanfaatkan adalah lahan tadah hujan. Lahan ini memang sangat tergantung dengan air hujan untuk kegiatan pertanian, namun jika dibangun embung atau penggunaan pompa dan teknologi lain tentu dapat dimanfaatkan sebagai lahan yang produktif. Indonesia memiliki potensi lahan tadah hujan yang belum dimanfaatkan secara optimal seluas 4 juta hektar dan ini tidak. Tentu ini menjadi peluang yang besar untuk meningkatkan produksi pangan nasional Indonesia.
Lahan tidur yang perlu juga untuk dimanfaatkan adalah pekarangan rumah. Lahan pekarangan bisa ditanami dengan tanaman yang berkualitas dan memiliki umur panen yang pendek seperti sayuran sehingga mampu menghasilkan bahan pangan. Dengan sentuhan bisnis, pemanfaatan lahan pekarangan ini juga bisa menambah pendapatan keluarga. Berbagai cara bisa dilakukan, seperti budidaya secara organik, hidroponik, vertikultur, dan tabulampot.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H