Kesimpulan
Seorang pemimpin harus punya Hasrat, jika  tidak ada hasrat, tidak ada keinginan, tidak ada api, bagaimana ia bisa memberikan inspirasi pada orang-orang yang dipimpinnya? Bagaimana ia bisa berkomunikasi secara tegas dan jelas tentang visi pribadinya untuk organisasi? Tanpa hasrat, pemimpin adalah orang yang lemas dan membosankan.
Seorang pemimpin juga harus hadir untuk organisasinya. Ia harus hadir beserta seluruh pikiran, hati, dan tenagannya. Hanya dengan begitu, organisasinya bisa berkembang. Pemimpin yang selalu menghilang akan membuat organisasi tak ubahnya seperti anak ayam kehilangan induk.
Pemimpin yang baik juga memberikan ruang bagi orang-orang yang dipimpinnya untuk mengembangkan diri. Pekerja yang bahagia adalah pekerja yang ideal, dan bahagia berarti ia memiliki kesempatan untuk mengembangkan bakat-bakat yang ia punya. Kalau Anda memiliki bos yang amat peduli dengan pengembangan diri Anda, bagaimana perasaan Anda? Senang bukan? Kalau sudah senang, Anda mau kerja lebih rajin kan?
Pemimpin yang baik harus memiliki komitmen. Ia harus punya komitmen pada visi organisasinya, komitmen pada orang-orang yang ia pimpin, dan komitmen pada hati nuraninya sendiri. Segala hal di muka bumi ini, apalagi kepemimpinan, butuh komitmen. Jika cuma bicara-bicara saja, tidak ada komitmen untuk menjalankan, semuanya jadi sia-sia saja.
Kepemimpinan, jelas, butuh akal budi. Memimpin terkait erat dengan membuat keputusan, dan membuat keputusan perlu mempertimbangkan data-data dan situasi yang ada.Â
Semua proses itu perlu berfikir dari bahan bahan pengambilan keputusan tersebut. Konkretnya, keputusan yang ia ambil hanya mempertimbangkan kepentingan jangka pendek semata. Pada jangka panjang, organisasi yang ia pimpin bisa hancur. Kalau dalam bahasa kerennya, kepemimpinannya tidak berkelanjutan. Semangat di awal, tetapi lemas di tengah, dan hancur di akhir.
Pemimpin juga harus memiliki kesadaran tentang paradoks hidup. Paradoks itu, secara singkat, adalah dua hal yang bertentangan, namun bisa ada berbarengan, dan justru saling membutuhkan. Misalnya, kita perlu mengeluarkan uang, guna mendapatkan uang. Tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakatnya bukanlah beban, melainkan investasi yang amat menguntungkan untuk keberlanjutan perusahaan tersebut sebagai bagian integral dari masyarakat.
-----------------------
Author : Dedeh Septiyani
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H