Novel Malice: Catatan Pembunuhan Sang Novelis merupakan novel kedua dari penulis Keigo Higashino yang saya baca. Saya harus bilang kalau Higashino-san merupakan salah satu penulis tercerdas yang pernah saya tahu. Maksudnya, dimana lagi kita bisa menemukan cerita rumit, pelik, berliku-liku yang dikemas dengan gaya bahasa sehari-hari dan nggak bikin pusing tujuh keliling?Â
Belum lagi saat mengetahui latar belakang penulis yang rupanya mulai menulis di sela pekerjaannya sebagai insinyur komputer. Fakta ini cukup mencengangkan karena itu berarti beliau benar-benar melakukan BANTING SETIR dan memulai segalanya dari nol. Entah saya harus menyebut beliau memiliki "bakat yang gila" atau "kemujuran luar biasa" -- mungkin alam semesta memang berpihak padanya.Â
Novel ini pertama diterbitkan 11 tahun setelah debut Higashino, yaitu pada tahun 1996. Dan tebak berapa lama waktu yang saya butuhkan untuk membacanya? 308 halaman saya lahap dalam waktu 2 hari! Saya sampai merasa terheran sendiri, apakah Higashino-san benar-benar menyelipkan mantra atau sihir tertentu dalam karya-karyanya? Semua bukunya terlalu adiktif dan membuat penasaran.Â
Ringkasan Novel
Seperti yang bisa ditebak dari judulnya, novel ini mengisahkan tentang perjalanan mengungkap kasus pembunuhan yang melenyapkan nyawa seorang novelis terkenal bernama Hidaka Kunihiko. Â Novel ini ditulis dengan dua sudut pandang. Sudut pandang pertama adalah sudut pandang Nonoguchi Osamu yang merupakan sahabat sekaligus salah satu saksi yang menemukan mayat korban. Sudut pandang lainnya kita temukan dari detektif Kaga Kyoichiro yang menjadi penyidik dalam kasus ini dan juga menjadi kunci dari terkuaknya rahasia-rahasia dan kejanggalan dalam kasus pembunuhan yang menghebohkan satu negara itu.
Namun, keanehan mulai terlihat saat Osamu-- yang berprofesi sebagai penulis buku anak-- menyatakan bahwa ia ingin menulis novel dokumentasi atas peristiwa tragis yang menimpa sahabatnya sendiri. Tentu saja keinginannya itu menggiring Kaga, sekaligus pembaca, untuk mencurigai Osamu terlibat di balik pembunuhan itu. Namun, selayaknya novel misteri pada umumnya, tentu saja tidak lengkap bila tidak membingungkan dan mempermainkan emosi pembacanya. Cerita ini akan menyeret pembaca berputar-putar mengulik dan meragukan jawaban-jawaban yang sudah diberikan. Istilah jaman sekarangnya mah, blunder. Sampai saya berulang kali bertanya-tanya, apa yang terjadi? Jadi, apa alasan sebenarnya? Mengapa begini? Bagaimana bisa begitu?Â
Yah, ini adalah tipikal novel yang penuh jebakan tikus dan saya dengan senang hati mengatakan telah jatuh dalam perangkap-perangkap tersebut secara sukarela.Â
Premis novel ini sedikit mengingatkan saya pada novel yang sudah pernah saya review, yaitu Silent Patient, hanya saja novel ini dibawakan dengan lebih rapih dan matang. Pada novel ini, pertanyaan terbesar yang harus dijawab bukanlah siapa?, melainkan kenapa?Â
Review Novel
Kalau boleh jujur, saya merasa menjadi badut karena berulang kali tertipu sepanjang membaca novel ini. Sumpah. Emosi saya serasa dibolak-balik. Sebenarnya, novel ini lumayan menguras tenaga, tapi entah bagaimana saya bisa menyelesaikannya secepat kilat.  Di pertengahan menjelang akhir, saya bahkan sudah menyerah untuk menebak bagaimana kelanjutannya. Siapa yang harus saya benci? Siapa yang harus saya kasihani? Saya tidak tahu lagi! Yang lebih menyebalkan, meski sudah dipermainkan, saya tidak bisa berhenti membaca karena novel ini terlalu candu.Â
Dari segi penulisan, novel ini saya masukan dalam kategori yang mustahil membuat bosan karena plotnya disajikan dalam berbagai jenis narasi. Pertanyaan-pertanyaan yang menyelimuti benak pembaca, akan terjawab melalui tulisan-tulisan Osamu, kilas balik, plot novel Hidaka, penyelidikan Kaga, serta wawancara-wawancara dengan saksi.  Selain itu, saya juga menyadari kelebihan penulis dalam membuat cerita dengan berbagai sudut pandang berbeda.Â
Bahkan dalam novel Keajaiban Toko Kelontong Namiya pun bisa ditemukan ada banyak sudut pandang. Namun cerita itu tetap bisa mengalir dengan natural dan tidak membingungkan meski ada begitu banyak karakter di dalamnya --- meski tentu saja saya tidak bisa mengingat semua nama karakter itu.Â
Selain plot twist, saya juga harus menyoroti karakterisasi yang super mendalam dan kompleks. Bisa dibilang, karakterisasi adalah unsur yang paling saya perhatikan setelah plot. Namun, dalam novel ini, Higashino-san berhasil menciptakan karakter-karakter yang kuat dan membekas di hati pembaca. Selain itu, detail-detail kecil yang ditambahkan juga membuat pembaca semakin tersedot dalam dunia yang dirancang oleh penulis.Â
Terakhir, jika dipaksa harus menyebutkan satu saja kekurangan novel ini, saya hanya bisa menyebutkan "ending". Sebenarnya saya pribadi merasa ending novel ini samasekali tidak jelek, tapi saya pikir akan ada segelintir pembaca yang merasa tidak puas, karena untuk ukuran novel misteri, endingnya terasa kurang heboh. Barangkali, karena jarak antara klimaks ceritanya dan resolusi cukup jauh, makanya, endingnya terasa agak monoton? (Saya belum menemukan kosakata yang tepat untuk menggambarkannya).
Secara keseluruhan, saya akan memberi rate novel ini 4.9/5. Plot yang ciamik, karakter yang gila, gaya bahasa seringan debu, serta banyak pesan moral yang bisa dipetik. Nyaris tanpa celah! Novel ini akan menjadi salah satu novel terfavorit saya sepanjang masa! Selain itu, mulai saat ini, saya secara resmi mengumumkan bahwa saya adalah penggemar Keigo Higashino.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H