Mohon tunggu...
Jihan Afnan
Jihan Afnan Mohon Tunggu... Novelis - Mahasiswa Sastra Prancis di Universitas Padjadjaran

Saya menyukai menulis dan berencana untuk memiliki karir di bidang ini di masa depan. Saya menyukai tantangan, jadi saya akan terus berusaha meng-improve tulisan saya dan tidak akan pernah berhenti belajar.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

"The Silent Patient" Novel Thriller Terhits yang Habis Dirujak Kritikus

15 Maret 2023   00:16 Diperbarui: 15 Maret 2023   00:19 1552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pecinta novel thriller mungkin tidak asing dengan buku satu ini.  "The Silent Patient" merupakan sebuah karya dari Alex Michaelides sekaligus salah satu buku misteri yang paling banyak muncul dalam rekomendasi sebagai buku yang harus dibaca.  

Novel ini bercerita tentang Alicia Berenson, seorang pelukis sukses yang tertangkap basah di ruangan yang sama dengan Gabriel, suaminya, tepat setelah pria itu terbunuh secara brutal.  

Sejak saat itu Alicia pun dituduh sebagai pembunuh Gabriel dan ia menjadi "bisu". Lalu, di sisi lain, seorang psikoterapis bernama Theo Faber merasa tertarik pada kasus Alicia dan terobsesi untuk membuatnya bicara.

Premis yang menarik bukan? Kebanyakan pembaca yang saya temui online melalui satu review ke review lainnya mengatakan hal yang sama. Mereka berekspektasi tinggi kemana cerita ini akan dibawa dan bagaimana kebenaran atas pembunuhan itu akhirnya terungkap. 

Selain karena buku ini banyak dibicarakan di antara komunitas pecinta thriller, novel ini juga menduduki posisi #1 di goodreads dengan gelar Best Mystery & Thriller di tahun 2019. Mungkin karena itulah banyak yang mengantisipasinya. 

Bagaimanapun, seperti quote dalam film Spiderman, with great power comes the great responsibility. Saya paham mengapa akhirnya novel ini banyak kena hujat. Semakin banyak yang nge-hype, semakin banyak pula yang membaca dan semakin banyak orang yang bertanya-tanya apakah novel ini pantas mendapat gelar novel thriller terbaik? 

Sama saja kasusnya seperti penulis termasyhur Shakespeare atau Monalisa yang akhir-akhir ini sering dianggap overrated oleh netizen budiman. Sedikit disclaimer, sebenarnya rating buku ini masih terbilang tinggi, yakni 4,1. Namun jika melihat komentar teratas dan mencoba sedikit scrolling ke bawah, banyak kritik yang sejujurnya cukup sadis dan kejam bisa kamu temukan.

Di bawah ini saya sisipkan sedikit gambaran kritikan pedas (dengan menghapus bagian spoiler) dari salah satu pembaca/kritikus di platform Goodreads: 

User M***gan: Saya baru saja menyelesaikan buku ini dan itu benar-benar membuang waktu. Ini adalah buku yang sangat buruk. Saya memiliki harapan yang tinggi tetapi sekarang saya kecewa

Komentar di atas hanya salah satu saja. Kamu bisa memeriksa langsung di situs goodreads. Terdapat salah satu review pedas lainnya yang memberi bintang 1 yang isinya kurang lebih menjabarkan setiap detail plot holes dalam novel ini, yang mendapat 4.638 dukungan dan 477 balasan (saat saya menulis tulisan ini).

Sedikit gambaran (bukan spoiler!) The Silent Patient memiliki sudut pandang cerita ganda. Cerita dari sudut pandang Alicia disajikan melalui tulisan-tulisan dari diary-nya. Lalu pembaca juga diajak mengenal dan menelusuri jejak masa lalu Alicia melalui kacamata Theo sebagai psikoterapisnya. 

Sejujurnya saya cukup kagum dengan perpaduan dua sudut pandang ini karena penulis menuliskannya dengan cukup rapih dan komprehensif-- baru kemudian saya sadar ternyata gaya penulisan seperti ini bukan hal baru dan cukup umum untuk novel misteri (ya, saya newbie. Saya mengaku sekarang.)

Karena dikisahkan dari dua sudut pandang, rasanya seperti ada rasa puas ketika satu demi satu misteri terpecahkan, atau saat tebakan saya di bab sebelumnya terbukti benar. Intinya, saya tidak memiliki kesan buruk sejak awal membaca novel ini. 

Meski, jujur saja, memang saya menyadari ada beberapa plot hole, seperti bagian larangan membawa rokok ke rumah sakit yang kemudian terpatahkan karena beberapa chapter kemudian Theo justru merokok dalam salah satu adegan. Serta kondisi mental Alicia yang terlihat kurang konsisten dengan ability-nya dan resolusi yang terkesan "dipaksakan" di akhir cerita.

Salah satu kritik lain yang saya baca adalah merujuk pada genre psychological thriller yang diangkat di novel ini. Menurut salah satu komentator, novel ini menunjukkan ketidakpahaman Michaelides terhadap dunia psikologis. Saya tidak bisa berkomentar soal ini karena saya bukan seorang ahli di bidang tersebut. Mungkin saja pendapat ini benar. Hal lain yang saya baca adalah terdapat asumsi unsur misogyny dikarenakan bagaimana karakter-karakter perempuan dalam novel ini digambarkan. 

Namun sejujurnya, sebagian besar waktu yang saya habiskan membaca buku ini, saya tidak punya pikiran bahwa novel ini merendahkan wanita. Saya justru terkejut membaca komentar tersebut. (Tapi kemudian begitu saya memikirkannya ulang, saya mulai merasa itu mungkin pernyataan yang cukup beralasan. Kamu mungkin akan paham jika membacanya sendiri.)

Bagaimanapun juga, saya tetap berpikir novel ini tidak seburuk yang orang-orang katakan. Saya tidak ingin mengkritik mereka yang berkata tidak ada gunanya menghabiskan waktu membaca novel ini dan mengatakan bahwa buku ini mengecewakan, tapi saya merasa komentar semacam itu terlalu kasar dan subjektif. 

Jika kamu tertarik untuk membacanya, saya sama sekali tidak akan mencegahmu. Percayalah, novel ini layak untuk dibaca setidaknya sekali-- bahkan meski hanya untuk memuaskan rasa penasaran. Karakter-karakter utamanya kompleks dan impresif, plotnya mind blowing, meski memang ada beberapa kekurangan (dan saya tidak menepis fakta ini). 

The Silent Patient mungkin bukan novel yang sempurna, tapi buku ini mampu memperlihatkan kecerdasan dan kesungguhan dari penulisnya. Akhir kata, saya akan menyimpulkan: Novel ini seperti pintu doraemon, ia berhasil menuntun saya ke dalam dunia Alicia dan berpetualang di dalamnya sehingga saya bisa mengabaikan cacat-cacat kecilnya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun