Mohon tunggu...
Jihan Astriningtrias
Jihan Astriningtrias Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Jurnalistik

Suka sekali mengembara, meski hanya dalam kepala.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pria-pria dalam "Hallyu": Maskulinitas yang Feminin

20 Juli 2021   17:26 Diperbarui: 20 Juli 2021   17:36 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi untuk "Pria-pria dalam Hallyu" (OÄŸuz Åžerbetci dalam Unsplash.com)

Afeksi antar sesama anggota—yang barangkali dibubuhi bumbu queerbaiting demi agenda marketing—tak jarang menampilkan perilaku yang cenderung lekat dengan romantisme. Transfer afeksi via skinship seperti berpeluk, saling membelai rambut, memberi kecupan, atau berpegangan tangan di kalangan idola pria tak lagi menjadi topik kontroversi. Bahkan, mereka secara intens memamerkan intimasi pada publik tanpa penyangkalan terhadap shipping—menjodoh-jodohkan, dalam konteks sesama jenis sekalipun—ataupun label homoseksual. Itu adalah hal lumrah di Korea (Foran, 2013), dan mungkin, bagian dari taktik marketing dan materialisasi (Danesi, 2012).

Pemberian afeksi secara jelas dan deras tadi telah menggali jurang yang cukup besar antara maskulinitas ala Korea Selatan dengan maskulinitas global. Konsep maskulin ini lebih dari sekadar kritik dari konsep macho kultur Barat terkait "heteroseksualitas" tadi, bahwa kedekatan antara sesama jenis tak melulu perihal suka-sama suka. Relasi brothership atau pertemanan yang erat dan intim pula merupakan hal yang langgeng dalam kultur Korea, tanpa harus mencabut label "maskulin" dari jati diri mereka. Kedekatan itu pula bukan hal tabu untuk dipertontonkan. Maskulinitas ini akhirnya menjadi sebuah antagonis dari konsep tough masculinity yang begitu panjang umur dalam citra kota Glasgow.

Soft masculinity seolah muncul untuk menjawab tantangan Terry Collins (1992) yang telah diangkut oleh Karina J. Butera dalam penelitiannya (2008). Di mana, Collins menantang pria masa kini untuk menjadi kuat tanpa kekerasan, lembut tanpa ketakutan, berkuasa tanpa penindasan, lembut tanpa rasa malu, berilmu tanpa arogansi, mengasihi, dan memimpin dengan nurani serta diri yang bersuka cita.

Eksistensi soft masculinity yang direpresentasikan oleh pria-pria dalam Hallyu setidaknya telah membuktikan pada konsep usang global, bahwa nilai femininitas tak perlu dicampakkan hanya untuk membangun sebuah konsepsi maskulinitas yang ideal. Sebab, pria penari yang lembut dan bersolek sekalipun sangat mungkin untuk menjadi idola banyak orang.***

 

DAFTAR PUSTAKA

Ayuningtyas, P. (2017). Indonesian Fan Girls's Perception Towards Soft Masculinity as Represented by K-POP Male Idols. Lingua Cultura Vol. 11 No. 1, 53-57.

BBC. (2018, September 5). Flowerboys and the Appeal of 'Soft Masculinity' in South Korea. Retrieved from BBC News: Asia: https://www.bbc.com/news/world-asia-42499809

Butera, K. J. (2008). 'Neo-mateship' in the 21st Century. Journal of Sociology Vol. 44 No. 3, 265-281.

Connell, R. (2005). Masculinities. Cambridge: Polity Press.

Connell, R. (2016). Masculinities in Global Perspective: Hegemony, Contestation, and Changing Structures of Power. Theor Soc 45, 303-318.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun