Mohon tunggu...
Jihan Astriningtrias
Jihan Astriningtrias Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Jurnalistik

Suka sekali mengembara, meski hanya dalam kepala.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Usia Senja Permainan Tradisional

7 Desember 2020   13:53 Diperbarui: 21 Juli 2021   11:55 856
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Permainan Tradisional (Sumber: Tobias Tullius dalam Unsplash.com)

Belum lagi, faktor ekonomis mendesak pemilik lahan untuk mengomersialisasi ruang terbuka. Ya, bagaimanapun, menjual ruang terbuka akan selalu lebih menguntungkan secara ekonomi dibandingkan harus memfungsikannya sebagai ruang bermain anak (Wonoseputro, 2007).

Sensus penduduk pada 2018 menunjukkan bahwa kini penduduk Indonesia mencapai 267,7 juta jiwa. Jika ramalan PBB pada 2014 silam benar, maka pada 2050 akan ada sekitar 134 juta jiwa yang akan menjadi kaum urban. Mereka mendiami perkotaan dan memadati pemukiman.

Mungkin, demi membangun rumah-rumah susun seadanya, kita perlu menumpas beberapa lagi ruang terbuka, sehingga lahan bermain anak menjadi semakin sempit lagi. Mungkin. Atau kita punya cara lain, misal: menambal beberapa lantai lagi pada rumah susun yang susah ada.

Bayangan di benak layang-layang boleh jadi lebih buruk dari bayangan saya. 

Ilustrasi Permainan Tradisional (Sumber: Tobias Tullius dalam Unsplash.com)
Ilustrasi Permainan Tradisional (Sumber: Tobias Tullius dalam Unsplash.com)

Selain pemikiran bahwa ia pasti muskil terbang di sela-sela bangunan pencakar langit yang menahan embusan angin, mungkin pula terbesit bahwa ia dan benang gelasannya pasti akan melukai lebih banyak orang di masa depan jika terus berupaya eksis di tengah kepadatan penduduk. Ia takut dilarang, dimusnahkan, dilenyapkan satu per satu, lalu punah, karena dianggap sama predatornya dengan dendam manusia.

Padahal, perkotaan semakin gencar membangun jalan-jalan beraspal. Memberikan peluang bagi kendaraan bermotor untuk lebih menguasai jalan dan menutup akses anak-anak untuk main petak umpet ataupun dampu bulan. Mengobarkan kabar bahaya layang-layang, meski pembangunan jalan justru membawa potensi bahaya yang lebih besar lagi. 

Data WHO (2016) menunjukkan bahwa cedera lalu lintas menjadi salah satu dari 10 penyebab kematian paling umum di dunia, nangkring di peringkat ke-8.

Karenanya, layang-layang ingin mengamuk dan membela diri. Korban timbul akibat ia dimainkan di sembarang tempat, namun adakah tempat yang tidak sembarangan untuk mereka bermain layang-layang?

Di sisi lain, dari sudut teras, petak umpet tertawa. Ia tahu betul bahwa protes dan murka tak membuat mereka kembali remaja. Mereka, permainan tradisional, adalah bagian dari budaya dan tingkah laku manusia (Adiati, 2016). Mereka hanya awet muda jika terus dilestarikan. 

Protes akan kurangnya lahan bermain tak membuat proses urbanisasi terhenti. Pun walau berhenti dan ruang bermain anak mulai dibuka luas, tak ada jaminan bahwa mereka akan otomatis muda kembali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun