Bagaimana kalo dalam tahun ke-4 menanam pohon ada ancaman badai yang bisa menyebabkan pohonnya tumbang? Atau ada hama penyakit tertentu yang bisa mengancam keberlagsungan si pohon? Jadi apa layak kita melakukan ini semua, atau “berkorban” untuk satu hal ini?
Memang ada kalanya keraguan itu muncul yang kemudian disusul oleh kekhawatiran akan kesia-siaan dan yang perlahan bisa mengikis keyakinan. Dan jika pada akhirnya sudah pudar, bergeserlah poros dari nilai tujuan awalnya. Pada kondisi itu, mungkin kita akan merasa hampa menjalani hidup tanpa nilai?
Dalam berproses terhadap sesuatu, di istilah Bahasa Indonesia ini terdapat 2 kata yang sekilas memiliki arti yang sama, yaitu “tekun” dan “tabah”. Tapi sepertinya dua kata itu memiliki makna yang beda. Tekun kondisi dimana ada peran aktif dari kita secara sadar dalam melakukan sesuatu. Dan tabah itu seperti kita pasif saja menerima keadaan sekitar dalam melakukan itu.
Dari 2 kata itu, ada 1 kata lagi yang menjadi dasar kita untuk tetap berproses, yaitu “gigih”. Entah itu kita menekuni sesuatu atau tabah dalam menjalani sesuatu, kita perlu memiliki sifat kegigihan yang cukup untuk menjaga keberlangsungan proses ini yang kelak berharap sesuatu yang baik dari sekian rentetan proses ini.
Jadi kita sadar bahwa kegigihan itu perlu kita miliki untuk tetap tekun dan tabah dalam menjalani prosesnya. Kita jalani itu dengan penuh keyakinan. Dan segala sesuatu yang terjadi nantinya bisa saja baik dan buruk, karena memang kondisi kelak itu memang di luar kendali kita. Pada akhirnya sikap penerimaan kita yang bermain di ujung rentetan proses ini. Sikap penerimaan ini erat kaitannya dengan keikhlasan. Keikhlasan itu sendiri sudah sepenuhnya kondisi hati.
ikhlas sendiri merupakan proses kerelaan terhadap sesuatu yg terjadi dengan penuh keyakinan. Jadi level nilai ikhlas itu erat kaitannya dengan tingkatan keyakinan terhadap sesuatu. Musuh dari keyakinan sendiri adalah keraguan.
Bisa jadi saat ini kita berada di kondisi yakin ikhlas namun seiring perjalanan waktu keraguan perlahan muncul menggoda nilai keyakinan itu. Pada akhirnya kita mempertanyakan keyakinan keikhlasan kita. Jika kita kalah, terjebak lah dalam kondisi keraguan dan hilang sudah keikhlasan.
Ini lah mungkin kenapa ada istilah jihad terbesar itu merupakan jihad melawan diri sendiri, karena kita terus bertempur sepanjang waktu melatih diri menyempurnakan keyakinan dan bersikap ikhlas dalam segala kondisi karena pada dasarnya kit aini hanya berstatus sebagai hambaNya.
*Rangkuman dari obrolan santai bersama orang yang sedang meniti dan menata alur jalan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H