Jika kita mengaitkan keterbukaan informasi ini dengan pembetukan karakter, maka kita bisa berasumsi bahwa ada ancaman krisis identitas dibalik era revolusi informasi ini. Mulai dari batas privasi, narsistik, sampai dalam berpendapatpun menjadi nir substansi.
Muncul sebuah pertanyaan, siapa sebenarnya kita. Apakah eksistensi kita hanya bergantung pada pujian virtual. Apa memang ini cara kita merepresentasikan diri yang katanya beradaptasi dengan zaman. Atau sebenarnya kita tidak sedang berenang di dalam arus teknologi, tapi kita hanyut terseok – seok terbawa arus teknologi.
Secara dampak, ada istilah epidemi, endemi, dan pandemi. Semua itu dibagi berdasarkan sebaran dari dampak yang ditimbulkan. Maka fenomena sekarang sudah pantas jika kita mengatakan, “saat ini kita sedang berada dalam cengkraman penyakit pandemi digital” Yaitu ada sebuah pandemi yang bukan merusak fisik tapi merusak konsep berpikir yang pada akhirnya mempengaruhi pola perilaku. Yang jika dilanjutkan dalam periode yang lama bisa merubah kebiasaan dan budaya yang berlaku.
.
.
Bersambung ke bag.2
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H