Langit biru dan hijau rimbun dedaunan menyambut ku di pagi musim panas. Akhirnya ku sampai juga ke Tainan, gumanku. Mimpi yang telah menjadi kenyataan. Ku pandangi kampusku yang megah, Chia Nan University. Seolah tak percaya, bahwa akhirnya aku sampai juga ke Taiwan. Aku yang nun jauh dipelosok Cidaun Cianjur, seakan mimpi mewah untuk dapat kuliah di Taiwan.
Pagi itu, adalah hari kedua aku di kampus baruku. Banyak hal yang harus aku selesaikan, seperti mengurus dokumen ARC (Alien Residence Card). Mencari colokan berkaki dua yang tentunya beda dengan colokan listrik di Indonesia. Untungnya pihak kampus telah menyediakan Moshula yang kami namai Mushola Al-Muhajirin.
Dari kampus, kami bisa menggunakan Gaochung (kereta) hanya 5 menit jalan kaki, dan jarak tempuh ke downtown kota Tainan sekitar 10 menit. Tentunya sangat menyenangkan  karena bisa pulang pergi menikmati waktu luang hang out di sana. Beruntungnya meskipun bahasa mandarin adalah bahasa sehari-hari, namun tanda tanda petunjuk di jalan menggunakan dua bahasa (Mamdarin dan Inggris).
Aku diarahkan mengambil jurusan manajemen informasi. Perusahaan yang akan menggunakan jasaku selepas beres kuliah S1 di Tainan, mengharapkan aku ahli di bidang manajemen informasi. Bagiku tidaklah keberatan, karena jurusan apapun adalah hanya jembatan meraih pekerjaan dengan prospek masa depan yang lebih baik. Andaikan aku sedang bermain film dalam laskar pelangi jilid 2, inilah aku pemain utamanya. Aku ingin merubah nasib diriku dan keluargaku.
Belajar bahasa mandarin untuk ku juga kesulitan yang berikutnya, bagaimana ucapan dan tulisan tidak mudah dilafalkan. Nada yang naik turun, serta menulis huruf cina merupakan pengalaman baruku. Untungnya aku memperoleh guru terbaik, kami menyebutnya An-hua Laoshi. Berkat jasa beliau pula pihak kampus Chia Nan University menyediakan mushola cantik di kampus.
Hari keberangkatanpun tiba. Sejak tengah malam aku bersama pamanku menyewa elf dari kampungku menuju pusat kota, entah berganti berapa kali kendaraan agar aku bisa sampai ke airport soeta. Namun perjalanan itu tak terasa membuat tubuhku penat. Pikiranku dipenuhi mimpi ingin segera sampai.Â
Seperti apakah airport Soeta itu, seumur hidupku, inilah kali pertama aku menginjakkan kaki disini. Hampir tengah hari, sampailah kami di sana. Kupandangi dengan kagum, gedung megah dan jejeran pesawat yang parkir. Setelah kuseret, paman dan ibuku digiring masuk dalam bandara yang nyaman tersebut. Di pojok terminal 2D, tempat yang dituju, beberapa temanku sudah tiba. Luapan gembira pecah dalam derai tawa dan saling sapa. Teman seperjalanan dan seperjuangan telah tiba. Perjalananku selanjutnya tidaklah menakutkan seperti bayanganku beberapa malam sebelumnya.
Saat check in di counter pesawat, kami ditanya surat penerimaan sebagai mahasiswa di Taiwan. Aku tunjukan amplop coklat. Dengan wajah berbinar petugas menyapaku dengan kekaguman. Aku merasa tersanjung dan beruntung. Dengan senyum lebar petugas menyerahkan boarding pass dan menjelaskannya. Setelah semua teman selesai melakukan check in pesawat, kami menuju counter imigrasi. Disini kami diperiksa paspor dan visa-nya. Petugas dengan tersenyum mengucapkan selamat belajar. Aku seperti diberi semangat luar biasa oleh orang-orang .
Setelah menunggu selama 5 jam, kita kemudian memasuki lagi pesawat yang menuju Taipei. Rasa kantuk pun hilang, karena dalam benakku ingin segera sampai di taiwan. Taiwan, negeri harapanku. Guncangan pesawat saat take off, kurasakan seolah guncangan ayunan bambu di kampungku. Bukan takut, namun kenikmatan yang mengisi relung hatiku.
Tak terasa perjalanan 5 jam dalam pesawat seolah hanya sekejap. Tibalah diriku di bandara Taoyuan Taipei. Kulihat punggung lelaki tua laoshi An-Hua yang memimpin perjalanan ini, aku tak berucap sedikitpun. Kusandarkan hidupku padanya. Sejenak beliau mengajak rehat dibawah tulisan selamat datang di Taiwan.Kami berfoto ria dengan penuh kegembiraan. Sampailah kami di depan counter imigrasi, petugas menyapa kami dengan ramah. Setelah melihat paspor kami, beliau berujar,"Ah, resident visa!", Welcome-welcome.
Di luar bis sudah menunggu, membawa kami ke Tainan. Perjalanan ditempuh selama 5 jam. Menyenangkan melihat pemandangan selama perjalanan menuju Tainan. Gunung, sawah, kebun, bangunan pabrik, kampung rumah penduduk, juga sekolah yang kami lihat sepanjang perjalanan. Sesekali kami melihat orang Taiwan di jalanan. Inilah kali pertama aku berinteraksi dengan orang asing.
Sesampai di Tainan hampir menjelang magrib. Kami sudah ditunggu tutor pendamping yang bisa berbahasa Indonesia. Mereka mengarahkan kami ke asrama yang telah disediakan. Kubongkar barang bawaanku. Kususun dengan rapi baju dan barang pribadiku. Tak lupa ku taruh di meja, foto almarhum ayahku. Ku tatap dengan lekat fotonya almarhum. "Ayah, aku berjanji, ku gapai mimpi disini! Kan ku rubah nasib keluarga kita!". Tak terasa tetesan butir air mata hangat membasahi pipi. Tangisan bahagia, telah sampai di negeri impian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H